Liputan6.com, Roma - Sudah lima jam mobil Renault R-4 itu terparkir di tepi jalanan sempit, dekat sebuah gereja di Roma, Italia. Kendaraan berwarna merah anggur bikinan Prancis tersebut diperkirakan ada di sana sejak pukul 07.30 hingga 08.15, Selasa 9 Mei 1978.
Sekretaris Center for American Studies, yang letaknya di seberang jalan, sempat melihat mobil itu saat tiba di tempat kerjanya. Namun, ia tak menaruh curiga.
Advertisement
Baca Juga
Sesaat setelah pukul 13.00, polisi akhirnya tiba di Via Caetani, di mana mobil itu berada.
Aparat bergegas datang setelah mendapatkan informasi mengagetkan, dari hasil penyadapan telepon anonim ke salah satu sekretaris mantan Perdana Menteri Italia, Aldo Moro.
"Di Via Caetani, ada mobil merah berisi jasad Moro," kata sosok misterius itu, seperti dikutip dari The New York Times, Rabu (8/5/2019).
Satuan polisi elite Italia, Carabinieri segera memblokade jalan tersebut. Kendaraan patroli Alfa Romeo yang berwarna biru dan putih diparkir melintang. Desas-desus menyebar, bisa jadi mobil tersebut jebakan belaka.
Maka, ahli bahan peledak dari pasukan pemadam kebakaran Roma dikerahkan. Dengan ekstra hati-hati, mereka melepas bagian kap mobil, memotong kabel, lalu membuka bagasi di bagian belakang.
Di kompartemen bagasi yang sempit itu, jasad mantan Aldo Moro ditemukan terkulai, masih mengenakan pakaian yang ia kenakan saat diculik 55 hari sebelumnya: jas biru tua, mantel tebal, kemeja bergaris dan dasi gelap.
Wajahnya ditutupi selimut. Di sebelah tubuhnya ada tas plastik berisi arloji, pisau cukur, dan barang-barang pribadi lainnya. Italia pun geger.
Menurut perkiraan awal pihak polisi, Moro tewas sehari sebelumnya. Setidaknya ada 10 lubang peluru ditemukan di dadanya.
Lipatan di bawah celananya penuh pasir, seakan-akan ia sebelumnya berjalan di pantai atau diseret melintasi tanah yang kasar, tak lama sebelum kematiannya.
Korban diperkirakan tewas sebelum ditempatkan di dalam mobil. Sumber kepolisian Italia menyebut, tak ada bekas tembakan di mantelnya. Jasadnya berbaring dalam genangan darahnya sendiri.
Jasad Moro kemudian diperciki dengan air suci sebelum dipindahkan ke dalam ambulans.
Kabar temuan jenazah PM Aldo Moro kemudian menyebar dengan cepat. Awalnya dari mulut ke mulut, sebelum akhirnya muncul dalam siaran berita radio lokal sekitar pukul 13.30.
Surat kabar Vita Sera yang terbit sore itu bahkan mengumumkan kematian Moro, lewat koran-korban yang dijajakan di jalanan kota Roma, ketika jasad korban dipindahkan dari mobil.
Bendera setengah tiang kemudian dikibarkan di gedung-gedung pemerintahan dan kantor pusat partai-partai politik. Gereja-gereja menggelar ibadah. Serikat buruh menyerukan pemogokan di hari berikutnya -- sebagai simbol duka untuk kematian PM Moro sekaligus mengutuk para teroris yang menghabisi nyawanya secara sadis.
Demonstran berkumpul di depan kantor pusat Christian Democratic, partai yang menaungi Moro, meneriakkan kemarahan.
Diculik Brigade Merah Komunis
Aldo Moro dinyatakan hilang pada 16 Maret 1978. Kala itu, sekitar pukul 09.00. empat mobil Fiat yang dikendarai anggota Brigade Merah (Red Brigade) mencegat kendaraan Fiat 130 biru yang ditumpangi sang perdana menteri di Via Fani.
Brigade Merah atau Brigate Rosse dalam Bahasa Italia adalah kelompok berhaluan Marxis-Leninis yang didirikan pada tahun 1980-an oleh para demonstran mahasiswa. Tujuannya untuk melawan para kapitalis dan memisahkan Italia dari NATO, dengan kekuatan bersenjata.
Demi merusak stabiltas Italia, kelompok itu bertanggung jawab atas banyak kejahatan dan teror, yang melibatkan sabotase, perampokan bank, penculikan, juga pembunuhan.
Saat penculikan Moro terjadi, dua anggota Carabinieri dan tiga personel polisi yang mengawalnya ditembak hingga tewas.
Moro, yang dua kali menjabat sebagai perdana menteri dibelenggu dan dimasukkan paksa ke bagian belakang salah satu mobil. Insiden penculikan itu hanya berlangsung kurang dari tiga menit.
Penculikan tersebut memicu geger di Italia. Apalagi, Aldo Moro digadang-gadang bakal jadi presiden negara itu. Perburuan besar-besaran dilakukan, oleh polisi hingga tentara.
Sebagian ruas jalan di Roma ditutup. Razia dari rumah ke rumah dilakukan, sejumlah terduga teroris ditahan.
Di sisi lain, Brigade Merah mengumbar ancaman selama beberapa pekan setelahnya. Mereka menyebut, pada 15 April 1978, Moro divonis mati dalam 'pengadilan rakyat' yang lokasinya dirahasiakan.
Pada 24 April, Brigade Merah menawarkan pertukaran. Moro akan dibiarkan hidup asalkan pemerintah membebaskan 13 tahanan, termasuk enam anggota Brigade Merah, yang kala itu meringkuk dalam penjara.
Saat pemerintah menolak mentah-mentah, mereka kembali mengancam. Kali itu lebih keras. Selama 'drama' yang berlangsung selama 54 hari, Brigade Merah di atas angin.
Meski polisi dan tentara menyisir seluruh negeri, mereka tak menemukan keberadaan 'penjara rakyat' di mana Moro disandera.
Hingga akhirnya, jasad politikus terkemuka itu ditinggalkan, di dalam mobil, 330 yard atau 274 meter dari kantor pusat Christian Democratic Party, dan sekitar 200 yard atau 182 meter dari markas Partai Komunis.
Christian Democratic dan Partai Komunis kala itu berkoalisi, menciptakan semacam kemapanan dalam politik, yang ingin dihancurkan Brigade Merah -- yang menganggap diri mereka 'komunis sejati'.
Advertisement
Surat Berisi Wasiat
Saat disandera, Aldo Moro sempat menulis surat untuk keluarganya. "Aku menciummu untuk yang terakhir kalinya," kata mantan perdana menteri Italia itu kepada istrinya.
Kala itu Brigade Merah mengatakan, mereka akan melanjutkan eksekusi mati terhadap dirinya.
"Norina terkasih, mereka mengatakan akan membunuhku sebentar lagi," tambah dia, seperti dikabarkan koran Il Tempo, seperti dikutip dari The Guardian.
Ia juga menyinggung penolakan pemerintah untuk bernegosiasi, untuk menyelamatkan hidupnya. "Pemerintah bisa melakukan sesuatu jika mau," kata dia. "Darahku akan tertumpah."
Surat tersebut diambil oleh putri Moro, Anna, usai ia mendapatkan panggilan telepon misterius. Setelahnya, istri dan keempat anak politikus tersebut berkumpul di rumah keluarga di Roma, menanti dan berdoa.
Selain untuk keluarganya, Moro menulis surat untuk PM Italia saat itu, Giulio Andreotti dan Paus Paulis VI.
Menanggapi temuan jasad Aldo Moro, sekretaris jenderal Christian Democratic Party, Benigno Zaccagnini mengatakan, kematian Moro adalah kehilangan bagi partainya, juga bagi demokrasi di Italia.
Zaccagnini adalah kawan karib Moro. Namun, saat mantan PM itu disandera, ia menolak untuk bernegosiasi dengan para teroris. Alasannya, "negosiasi dengan Brigade Merah akan merusak otoritas pemerintah dan bahkan mungkin akan memicu kehancuran bagi republik.
Dan kala jenazah Aldo Moro dikeluarkan dari mobil, istri dan anak-anaknya menyampaikan salah satu isi wasiat korban ke publik: para petinggi Christian Democratic Party tak boleh hadir di pemakamannya.