Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ilmuwan baru saja menganalisis cahaya menakjubkan di langit Tibet, bagian selatan China. Sinar itu berjenis gamma dengan energi melebihi 100 triliun elektron, satu foton (partikel subatomik) bahkan memiliki kekuatan hampir 500 triliun elektron.
Para ilmuwan menemukan foton-foton itu berasal dari Nebula Kepiting atau supernova yang berjarak 6.523 tahun cahaya, seperti dikutip dari laman Live Science pada Jumat (28/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Berikut adalah penampakan dari Nebula Kepiting dengan energi luar biasa tersebut:
Nebula berenergi luar biasa itu diketahui dengan menggunakan Tibet Air Shower Array, sebuah piranti yang menggunakan detektor seluas 39.600 meter persegi yang digunakan untuk mencari partikel berenergi tinggi. Partikel yang dimaksud misalnya sinar kosmik dan sinar gamma.
Ketika partikel seperti itu menghantam atmosfer bagian atas, maka akan tercipta hujan partikel yang dideteksi oleh array.
Dengan mempelajari hujan partikel sekunder yang disebut muon, para ilmuwan dapat mengetahui energi dan asal-usul sinar gamma yang menyebabkan hujan.
Dalam sebuah makalah baru dalam Physical Review Letters, para astronom yang mempelajari Nebula Kepiting ini melaporkan 24 peristiwa yang disebabkan oleh foton dengan energi lebih dari 100 triliun elektronvolt.
"Ini adalah hasil yang sangat, sangat penting," kata Felix Aharonian, profesor di Dublin Institute for Advanced Studies, yang tidak terlibat penelitian kepada Live Science.
Hasil khusus membantu para ilmuwan untuk memahami bagaimana foton berenergi tinggi tersebut dibuat, dan jika ada batasan berapa banyak energi yang dapat mereka miliki.
"Kami tahu bahwa Nebula Kepiting adalah sumber unik di alam semesta," kata Aharonian kepada Live Science. "Sekarang kita melihat bahwa ya, elektron di Nebula Kepiting hingga 1.000 triliun elektron."
Juga Ada Nebula Gelap
Tim peneliti yang juga merupakan astronom dari European Southern Observatory (ESO), menemukan sebuah area di sudut antariksa bernama 'Nebula Coalsack' yang tidak dihiasi bintang sama sekali.
Mereka menyebut wilayah ini sebagai area gumpalan awan gelap, karena tidak setitik cahaya bintang pun ditemui di area sunyi senyap tersebut.
Mengutip informasi laman Space, tim astronom ESO menemukan Nebula Coalsack dengan bantuan teleskop Wide Field Imager di La Silla, Chilie.
Diungkap, lokasi Nebula Coalsack berada di konstelasi Crux, yakni berada di jarak sekitar 600 tahun cahaya dari Bumi.
Advertisement
Cahaya Coalsack Disembunyikan
ESO melaporkan, Nebula Coalsack justru menyembunyikan cahaya bintang yang berada di belakang dengan gumpalan awan gelap tersebut.
Dari gambar yang diperlihatkan ESO, Nebula Coalsack memiliki bentuk kumpulan debu dan gas antariksa dengan warna hitam pekat.
Debu tersebut menyerap dan memecah cahaya bintang. Hal tersebut menjadikan area Coalsack menjadi begitu gelap.
"Coalsack melawan datangnya cahaya bintang. Karena itu, nebula ini mudah ditemui oleh orang-orang di belahan Bumi bagian selatan," tulis ESO di dalam pernyataan resminya.
Sebagai informasi, Nebula Coalsack pertama kali diamati oleh seorang astronom asal Spanyol, Vicente Yáñez pada 1499.
Nebula ini juga disebut sebagai 'Black Magellanic Cloud' yang menjadi paling gelap dibandingkan dengan cahaya terang dari dua satelit galaksi Bimasakti, Magellanic Cloud.
Namun, nebula ini hanya menjadi sebuah gumpalan awan gelap yang tidak termasuk ke dalam galaksi.