Menyingkap Misteri Gumpalan Awan Gelap di Luar Angkasa

Wilayah ini disebut sebagai area gumpalan awan gelap, karena tidak setitik cahaya bintang pun ditemui di area sunyi senyap tersebut.

oleh Jeko I. R. diperbarui 20 Feb 2019, 06:30 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2019, 06:30 WIB
Nebula
Nebula 'Hand of God' yang ditangkap NuSTAR milik NASA (Sumber: Space.com)

Liputan6.com, Jakarta - Luasnya antariksa tak akan indah tanpa sinar jutaan bintang yang menghampar jutaan mil jauhnya.

Tahukah kamu bahwa terdapat satu wilayah yang justru tidak dihuni oleh kumpulan bintang bercahaya?

Tim peneliti yang juga merupakan astronom dari European Southern Observatory (ESO), menemukan sebuah area di sudut antariksa bernama 'Nebula Coalsack' yang tidak dihiasi bintang sama sekali.

Mereka menyebut wilayah ini sebagai area gumpalan awan gelap, karena tidak setitik cahaya bintang pun ditemui di area sunyi senyap tersebut.

Mengutip informasi laman Space, Rabu (20/2/2019), tim astronom ESO menemukan Nebula Coalsack dengan bantuan teleskop Wide Field Imager di La Silla, Chilie.

Diungkap, lokasi Nebula Coalsack berada di konstelasi Crux, yakni berada di jarak sekitar 600 tahun cahaya dari Bumi.

ESO melaporkan, Nebula Coalsack justru menyembunyikan cahaya bintang yang berada di belakang dengan gumpalan awan gelap tersebut.

Nebula Coalsack (Doc: Space)

Dari gambar yang diperlihatkan ESO, Nebula Coalsack memiliki bentuk kumpulan debu dan gas antariksa dengan warna hitam pekat.

Debu tersebut menyerap dan memecah cahaya bintang. Hal tersebut menjadikan area Coalsack menjadi begitu gelap.

"Coalsack melawan datangnya cahaya bintang. Karena itu, nebula ini mudah ditemui oleh orang-orang di belahan Bumi bagian selatan," tulis ESO di dalam pernyataan resminya.

Sebagai informasi, Nebula Coalsack pertama kali diamati oleh seorang astronom asal Spanyol, Vicente Yáñez pada 1499.

Nebula ini juga disebut sebagai 'Black Magellanic Cloud' yang menjadi paling gelap dibandingkan dengan cahaya terang dari dua satelit galaksi Bimasakti, Magellanic Cloud.

Namun, nebula ini hanya menjadi sebuah gumpalan awan gelap yang tidak termasuk ke dalam galaksi.

 

Mengintip Cantiknya Penampakan Nebula di Luar Angkasa

Mengintip Cantiknya Penampakan Nebula di Luar Angkasa
Peneliti The European Space Agency (ESA) melihat adanya penampakan Nebula pada lapisan terluar jajaran bintang Abell 78 di luar angkasa

Kabar terbaru dunia luar angkasa kembali beredar dari sekelompok ilmuwan astronom yang sedang meneliti siklus hidup bintang di tata surya.

Terungkap, setelah miliaran tahun lamanya, sebagian besar kumpulan bintang luar angkasa dengan massa yang sama dengan Matahari memiliki 'nyawa', dan nantinya akan mati dengan sendirinya.

Para ilmuwan tersebut menjelaskan, fenomena kematian bintang ini disebut sebagai Planetary Nebula atau sering disebut sebagai penampakan Nebula.

Berdasarkan informasi yang dilansir laman Gizmodo, tim peneliti European Space Agency (ESA) melihat adanya penampakan Nebula pada lapisan terluar jajaran bintang Abell 78 di luar angkasa. 

Namun, mereka mengungkap bahwa meskipun penampakan Nebula tersebut muncul, bintang tersebut akan memiliki kesempatan untuk hidup lagi.

Penampakan Nebula tersebut ditangkap lewat sinar X-Ray yang dipancarkan dari gas di Planetary Nebula.

Para ilmuwan menggunakan observatorium luar angkasa XMM-Newton milik ESA dengan melakukan kombinasi data lewat pengamatan optik untuk menghasilkan gambar Planetary Nebula.

Interaksi dengan Unsur Gas dan Debu

Nebula
Penampakan Planetary Nebula (foto: ESA.int)

Secara ilmiah, Planetary Nebula merupakan kumpulan awan dari material yang dihempaskan objek bintang ketika mati.

Awan tersebut akan melakukan proses interaksi dengan unsur gas dan debu, sehingga menciptakan padanan warna yang cantik.

"Pembakaran nuklir hidrogen dan helium terpatok pada inti dari objek bintang yang akan mati, hal itu akan membuat objek bintang dapat hancur karena bobot materi yang dibawa. Lapisan bintang akan menjadi lebih padat, reaksi helium akan muncul dan meledak," tulis tim peneliti.

Di dalam awan Nebula, terdapat aktivitas nuklir baru yang memicu munculnya aktivitas lainnya, seperti adanya angin yang berhembus lebih banyak sehingga dapat membawa lebih banyak material.

Interaksi ini dapat membentuk struktur awan yang kompleks.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya