Aktivis Malaysia: ASEAN Harus Atasi Bersama Persoalan Kabut Asap Lintas Batas

Seorang aktivis di Malaysia mengatakan bahwa pekerjaan untuk mengatasi persoalan kabut asap lintas batas di Asia Tenggara bukan hanya urusan satu negara saja.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 12 Agu 2019, 17:42 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2019, 17:42 WIB
Jarak Pandang di Pelalawan Hanya 800 Meter Karena Asap
Makin memburuk, jarak pandang di Pelalawan karena kabut asap hanya 800 meter. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Kuching - Seorang aktivis sosial di Malaysia, Datuk Seri Ang Lai Soon mengatakan bahwa pekerjaan untuk mengatasi persoalan kabut asap lintas batas di Asia Tenggara, bukan hanya urusan satu negara saja, melainkan tugas bagi para anggota ASEAN.

Hal itu disampaikannya ketika persoalan kabut asap dari wilayah Indonesia kembali menjadi momok bagi negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

"Negara-negara ASEAN harus bertemu untuk menyelesaikan kabut lintas batas dan polusi asap yang menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan dan kesejahteraan orang-orang di kawasan ini," kata Soon dalam sebuah pernyataan tertulis di Kuching, seperti dikutip dari Malay Mail, Senin (12/8/2019).

Soon menambahkan bahwa negara-negara ASEAN perlu menangani masalah berulang lebih serius kali ini karena mereka telah bertemu beberapa kali selama bertahun-tahun, meskipun tampaknya tindakan yang diambil tidak efektif.

"Kami tentu ingin negara-negara ASEAN terlibat untuk bertemu dan berbicara, tetapi sikap tegas harus diambil. Masalah polusi yang berulang ini harus diselesaikan sekali dan untuk semua."

"Tindakan definitif ... tindakan yang akan menghasilkan hasil yang memuaskan dan efektif adalah semua yang diminta warga negara yang terkena dampak ini. Tidak lebih dan tidak kurang," lanjutnya.

Sementara itu, seperti dilaporkan The Strait Times pada 6 Agustus 2019, Malaysia dikabarkan akan meminta negara-negara anggota ASEAN untuk mengambil langkah-langkah proaktif untuk menghindari kabut asap lintas batas selama pertemuan dua hari di Brunei mulai Selasa 6 Agustus.

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Energi, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Lingkungan, dan Perubahan Iklim Malaysia mengatakan, Negeri Jiran ingin upaya bersama dilakukan sesuai dengan Perjanjian ASEAN tentang kabut asap lintas-batas yang diratifikasi oleh negara-negara anggota.

Wakil Menteri Isnaraissah Munirah Majilis, yang akan memimpin delegasi Malaysia ke Kelompok Kerja Teknis ke-21, dan pertemuan Komite Pengarah Sub-Regional Antar-Menteri untuk Polusi Kabut Asap di Brunei, akan menyerahkan laporan tentang langkah-langkah yang diambil untuk menghindari pembakaran dan kabut asap.

"Malaysia juga akan mengaktifkan Rencana Aksi Nasional baru untuk Pembakaran Terbuka dan menyempurnakan Rencana Aksi Nasional untuk Kabut Asap yang telah ada," kata kementerian itu pada hari Senin pekan lalu.

Pertemuan tahunan yang melibatkan Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura dan Thailand akan membahas langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah polusi lintas batas.

Simak video pilihan berikut:

Malaysia dan Singapura Sudah Bersiap Sejak Awal Agustus 2019

Pekanbaru Berselimut Asap
Umat muslim melaksanakan salat Idul Adha di halaman Masjid Raya Annur dengan kondisi kabut asap karhutla yang menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (11/8/2019). Terlihat warga mengenakan masker untuk mengantisipasi dampak buruk kabut asap imbas kebakaran hutan dan lahan (karhutla). (Wahyudi/AFP)

Otoritas di Malaysia dan Singapura telah mengeluarkan imbauan mengenai datangnya kabut asap dari Indonesia sejak awal Agustus 2019. Pihak berwenang juga menyarankan agar warga di Negeri Jiran dan Negeri Singa membatasi diri untuk beraktivitas di luar ruang, serta selalu siap sedia masker penutup hidung dan mulut jika keluar rumah.

Direktur Jenderal Departemen Meteorologi Malaysia, Jailan Simon mengatakan, kabut asap juga akan berdampak pada cuaca di Penang, Selangor, Kuala Lumpur, Negeri Sembilan dan Putrajaya di semenanjung, serta Kuching, Serian, dan Samarahan di Sarawak.

"Sejauh ini, 30 hingga 40 titik api telah terdeteksi di Sumatera dan kabut asap berada pada tingkat sedang, tetapi kami sedang memantau untuk melihat apakah titik api akan meningkat menjadi 100," kata Jailan seperti dikutip dari Channel News Asia, Sabtu 3 Agustus 2019.

"Bulan ini, kami memperkirakan cuaca kering dan kabut akan berlangsung selama lima hari. Kami menyarankan orang-orang untuk mengurangi kegiatan di luar ruangan dan menghindari pembakaran terbuka," katanya kepada kantor berita Bernama.

Jailan mengatakan bahwa departemennya kini bekerja sama dengan pemerintah Indonesia melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk mendapatkan informasi terbaru tentang kebakaran hutan dan berharap mereka dapat dikendalikan dengan cepat.

Pemerintah Indonesia dilaporkan telah mengerahkan ribuan personel militer dan polisi untuk memadamkan kebakaran hutan di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Data yang dikeluarkan oleh Departemen Lingkungan Hidup Malaysia menunjukkan bahwa Indeks Pencemar Udara (API) berada pada tingkat yang tidak sehat di dua area pada pukul 12 siang pada hari Kamis 1 Agustus - Rompin di negara bagian Pahang (104) dan Johan Setia di Klang, Selangor (107).

Singapura Juga Demikian

Sementara itu, dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis 1 Agustus 2019, Layanan Meteorologi Singapura (MSS) mengatakan bahwa dalam beberapa hari terakhir, titik api dengan gumpalan asap telah diamati di Sumatra dan Kalimantan selatan.

Tergantung pada arah angin yang berlaku dan lokasi kebakaran, Singapura kemungkinan akan mengalami kabut asap sesekali selama dua minggu pertama Agustus, kata MSS.

Implikasi Kesehatan

Pekanbaru Berselimut Asap
Umat muslim mengenakan masker saat mendengarkan ceramah usai melaksanakan salat Idul Adha di halaman Masjid Raya Annur, Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (11/8/2019). Kabut asap imbas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyelimuti pelaksanaan salat Idul Adha 2019 di Pekanbaru. (Wahyudi/AFP)

Kementerian Kesehatan Malaysia telah memperingatkan anggota masyarakat untuk mengurangi kegiatan fisik di luar ruangan.

Direktur jenderal kesehatan, Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan kegiatan seperti itu akan meningkatkan tingkat pernapasan dan metabolisme yang akan menyebabkan penyakit terkait kabut asap dan cuaca panas.

Dia juga mendesak anggota masyarakat untuk memakai masker wajah dan menggunakan payung serta memakai topi saat berada di luar ruangan.

"Tutup semua jendela rumah dan jaga kebersihan rumah serta kurangi polusi udara dalam ruangan dengan tidak merokok," katanya.

Dr Noor Hisham juga menyarankan orang untuk minum banyak air dan untuk mencari perawatan segera jika mereka merasa tidak sehat.

Bayang-Bayang Dampak Kesehatan seperti Kejadian 2015

Ketika wabah kebakaran hutan lainnya di Indonesia mengirimkan asap berbahaya yang melayang ke seluruh Asia Tenggara, para peneliti dan aktivis lingkungan mendesak Jakarta untuk meningkatkan upaya untuk mencegah terulangnya krisis kabut asap besar terakhir pada 2015.

Dengan kekeringan yang memengaruhi banyak daerah di Indonesia karena pola cuaca El Nino yang mengganggu curah hujan, kekhawatiran di bagian-bagian yang rentan di Asia Tenggara adalah kabut asap tahun ini akan melebihi kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hebat pada tahun 2015.

Antara Juni dan Oktober 2015, sekitar 2,6 juta hektar lahan terbakar di Indonesia, terutama di pulau Sumatra dan Kalimantan, kata laporan Bank Dunia 2016.

Sebuah studi Universitas Harvard mengaitkan kabut asap tahun 2015 dengan lebih dari 100.000 kematian dini di Indonesia, Malaysia dan Singapura, demikian seperti dikutip dari media Malaysia, Free Malaysia Today.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya