Liputan6.com, Jakarta - Enam tahun setelah Fidel Castro memimpin Revolusi Kuba, ia membebaskan rakyatnya yang ingin meninggalkan negeri. Kejadian tersebut terjadi pada 28 September 1965.
Pasukan Kuba tidak lagi menghalangi warga sipil untuk pergi dari pulau. Hal tersebut menyebabkan gelombang migrasi besar, membawa ratusan ribu imigran Kuba ke Florida, AS.
Kemiskinan dan represi politik telah mewarnai revolusi Castro. Bahkan banyak hal yang tetap sama di bawah rezim baru, seperti disebut history.com.
Advertisement
Ketika Castro menjadi semakin vokal tentang kepercayaannya pada sosialisme dan penentangan terhadap imperialisme Amerika, Castro menghadapi perbedaan pendapat dari lawan-lawan politik di negaranya dan permusuhan dari pendirian politik Amerika.
Castro menolak untuk mengizinkan orang Kuba pergi ke Amerika. Meskipun, sejumlah pembangkang dan pendukung rezim Batista yang digulingkan berhasil melarikan diri.
Gelombang Migrasi Besar
Akibatnya, tidak sedikit dari embargo Amerika pada semua perdagangan dengan Kuba. Dengan protes anti-pemerintah lebih lanjut dan kemiskinan yang meluas, Castro percaya masyarakatnya dekat dengan titik puncaknya.
Akhirnya, Fidel Castro mengumumkan pada 28 September 1965 bahwa mereka yang ingin pergi dari negara Kuba bebas untuk melakukannya.
Tak lama, beberapa ribu pengungsi naik kapal di pelabuhan Camiorca. Mengakibatkan antrean yang membludak serta membanjiri Penjaga Pantai AS dan otoritas imigrasi dengan para pengungsi.
Kelanjutan dari penyeberangan berbahaya para pengungsi tidak menjadi perhatian kedua pihak, baik AS dan Kuba. Akhirnya, kedua pihak secara mengejutkan melakukan negosiasi kooperatif, dan menghasilkan program pengangkutan udara dengan nama 'Freedom Flights'.
Kejadian pelarian pengungsi dari Kuba turut mengubah demografi Miami. Selama periode tersebut lingkungan Little Havana di kota Miami menjadi daerah kantong permanen bagi budaya Kuba. Berdasarkan sensus 2010, 34,4 persen penduduk Miami berasal dari Kuba.
Penulis: Hugo Dimas
Advertisement