He For She, Kampanye UN Women Bersama Uni Eropa Lawan Kekerasan pada Perempuan

UN women bersama dengan Uni Eropa menyerukan dan mendorong kemajuan dalam mengakhiri kekerasan terhadap wanita serta anak perempuan.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 25 Nov 2019, 14:56 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2019, 14:56 WIB
Uni Eropa bersama UN Women menggelar diskusi publik dalam melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
Uni Eropa bersama UN Women menggelar diskusi publik dalam melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan. (Source: Liputan6.com/ Benedikta Miranti T.V)

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya kasus kekerasan terhadap wanita serta anak perempuan seakan-akan menjadikan hal ini sebagai hal yang wajar bahkan sudah terlanjur menjadi budi daya. Berangkat dari keprihatinan tersebut, UN Women bersama dengan Uni Eropa menggelar diskusi publik sambil menyerukan urgensi untuk menghentikan kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan.

Acara tersebut yang digelar di Jakarta, 25 November 2019 sekaligus menjadi awalan kampanye 16 hari bertajuk He For She yang memang rutin dilaksanakan setiap tanggal 25 November hingga 10 Desember nanti. 

Acara dengan judul "Bersama Kita Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Perempuan" ini turut dihadiri oleh Vincent Piket selaku Duta Besar Uni Eropa unruk Indonesia serta Jamshed Kazi selaku Representatif dari UN Women untuk ASEAN.

Adapun beberapa pembicara yang turut mengisi diskusi publik ini adalah Budi Wahyuni selaku perwakilan dari Komnas Perempuan, Lily Puspasari dari UN Women, Bagia Saputra, perwakilan dari Aliansi Laki-Laki Baru serta Velove Vexia yang merupakan seorang aktris ternama Tanah Air. 

Jamshed Kazi mengatakan bahwa apa yang terjadi selama ini, dimana wanita serta anak perempuan terus mengalami kekerasan dimana pun mereka berada, baik itu di rumah, jalanan, sekolah atau bahkan tempat kerja. Ia juga menjelaskan bahwa kekerasan yang terjadi tidak memandang tingkat pendidikan, status sosial atau pun usia mereka. 

"Kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah. Oleh karena itu, setiap orang memiliki peran dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan," ujar Kazi. 

Kampanye PBB ini juga berfokus untuk menekankan partisipasi semua orang, baik itu perempuan, anak perempuan, laki-laki atau anak laki-laki untuk bersuara dan menghentikan normalisasi kekerasan terhadap perempuan. 

Simak Video Pilihan Berikut:

Kampanye #HeForShe

[Bintang] Kekerasan Seksual
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. | via: requisitoire-magazine.com

Kampanye He For She merupakan gerakan solidaritas untuk memperjuangkan kesetaraan gender yang menggunakan pendekatan sistematis.

Gerakan tersebut menggunakan platform dimana laki-laki dan anak laki-laki dapat terlibat sebagai agen perubahan dalam pencapaian misi tersebut. Gerakan ini menilai bahwa dalam menangani kasus kekerasan wanita, tak hanya wanita melulu yang harus berjuang, tapi juga laki-laki yang bisa ikut terlibat.

Sejak diluncurkan, kampanye He For She telah menggandeng ratusan ribu laki-laki di seluruh dunia termasuk Presiden Joko Widodo sebagai HeForShe Champion, para CEO serta advokat global dari semua lapisan masyarakat untuk memajukan kesetaraan gender. 

Menjadi Masalah Bagi Seluruh Dunia

Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa Untuk Indonesia.
Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa Untuk Indonesia. (Source: Liputan6.com/ Benedikta Miranti T.V)

Acara ini menjadi salah satu langkah nyata kerja sama antara Indonesia bersama dengan Uni Eropa dalam menindak dan menanggapi kekerasan yang terjadi pada wanita serta anak perempuan. 

Vincent Piket menilai bahwa aksi kekerasan terhadap perempuan merupakan hal yang harus dihentikan sekarang juga. Ia mengatakan bahwa 1 dari 3 wanita di dunia mengalami kekerasan, maka dari itu masalah ini menjadi salah satu problema besar bagi seluruh dunia dan harus segera ditangani.

"Kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling luas, persisten dan menghancurkan di dunia kita saat ini," ujar Piket. 

Menurutnya, apa yang terjadi saat ini adalah banyak orang yang sering kali tidak berani melaporkan aksi kekerasan wanita lantaran stigma dan rasa malu yang menahannya untuk melapor. Hal itu akhirnya membuat impunitas dinikmati oleh banyak pelakunya. 

"Cara lain yang bisa menjadi solusi atas masalah ini adalah kerangka hukum yang kuat. Penting bagi pemerintah dan juga hukum untuk menyadari terkait masalah ini," tambahnya. 

Ia terus menekankan bahwa sebenarnya masalah ini tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga seluruh dunia termasuk negaranya sendiri, negara-negara di Uni Eropa. Para korban kekerasan ini pun juga datang dari berbagai lingkungan serta berbagai kelas sosial. 

 

 

Wanita dan Terorisme, Apa Hubungannya?

Dr. Dra. Budi Wahyuni MM. MA, Wakil Ketua KOMNAS Perempuan
Dr. Dra. Budi Wahyuni MM. MA, Wakil Ketua KOMNAS Perempuan (Source: Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)

Budi Wahyuni, selaku Wakil Ketua KOMNAS Perempuan mengatakan bahwa kondisinya saat ini adalah dimana kekerasan terhadap perempuan semakin beragam bentuknya dan juga semakin mengarah pada bertumbuhnya angka kematian. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan dan perlu dikritisi segera. 

Ia juga menggarisbawahi bahwa banyak kasus dimana para korban kekerasan maupun bullying kemudian berkembang menjadi pelaku. 

"Di budaya yang patrarki ini, sangat diperlukan adanya edukasi kepada masyarakat sehingga mereka bisa berubah sikap dan perilaku ke arah yang sehat dan tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun," ujar Budi Wahyuni. 

Ketika ditanyai mengenai kerangka hukum yang sebelumnya menjadi salah satu poin penting bagi Vincent Piket, Dubes Uni Eropa bagi Indonesia, Budi Wahyuni merespons bahwa ia setuju akan hal tersebut. 

"Tiga area yang tidak bisa dipisahkan adalah kultur, substansi perundang-undangan serta secara struktur. Kasus pelecehan seksual seperti yang dialami oleh Baiq Nuril, dimana kekerasan tanpa kontak fisik tidak dapat dibuktikan, maka apa yang sedang kita perjuangkan saat ini yaitu RUU PKS menjadi suatu hal besar," tambahnya. 

Ia menambahkan bahwa undang-undang yang sudah ada selama ini yaitu tentang KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) ataupun UU perlindungan anak nyatanya masih belum bisa melindungi semua kasus yang terjadi. 

Budi Wahyuni turut mengomentari tentang fenomena dimana wanita juga akhir-akhir ini terlibat dalam aksi terorisme. Ia mengatakan bahwa para perempuan tersebut dibujuk-bujuk serta diiming-imingi oleh hal-hal yang menyenangkan bagi mereka. Janji-janji seperti jihad dan semacamnya menjadi penyebab dimana wanita jatuh dalam lubang tersebut. 

"Saya meyakini bahwa mereka awalnya adalah korban namun kemudian menjadi pelaku. Karena jika harus memilih, saya yakin mereka tidak akan mau melakukan hal tersebut, apalagi kalau sampai harus mati bersama anak-anak mereka," tutupnya. 

Kompetisi Gambar:

Amy Rahmadhita, pemenang kompetisi gambar "Think Equal, Think Girls"
Amy Rahmadhita, pemenang kompetisi gambar "Think Equal, Think Girls"

Dalam acara yang sama, Uni Eropa juga menampilkan karya dari 12 finalis kompetisi gambar komik dan kartun dengan tema "Think Equal, Think Girls." 

Kompetisi nasional yang diadakan pada awal November ini bertujuan mendorong kaum muda untuk mempromosikan hak-hak anak perempuan. 

Amy Rahmadhita, seorang mahasiswi dari Institut Teknologi Bandung menjadi juara pertama dalam kompetisi ini atas karyanya yang bertajuk "Girls, You Are Everywhere".

"Yang ingin saya angkat dalam karya saya adalah saat ini, perempuan sudah memiliki banyak kesempatan dalam berkarya dan bekerja. Dan saya harap para perempuan bisa berperan aktif dan juga memanfaatkan kesempatan tersebut," ujar Amy. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya