HEADLINE: Mundur-Maju PM Malaysia Mahathir Mohamad, Manuver Politik Semata?

Mengejutkan. Tanpa diduga, Mahathir Mohamad mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Malaysia.

oleh Benedikta Miranti T.VTommy K. Rony diperbarui 29 Feb 2020, 00:02 WIB
Diterbitkan 29 Feb 2020, 00:02 WIB
Mahathir Mohamad Mundur sebagai PM Malaysia
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (kanan) duduk di sebelah ikon reformasi Malaysia Anwar Ibrahim saat rapat umum di Port Dickson, Malaysia, 8 Oktober 2018. Wakil PM Datuk Seri Dr Wan Azizah Wan Ismail dikabarkan akan jadi PM Malaysia menggantikan Mahathir Mohamad. (AP Photo/Vincent Thian)

Liputan6.com, Jakarta - Mengejutkan. Tanpa diduga, Mahathir Mohamad mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Senin 24 Februari. Politik di negeri jiran seketika gaduh.

Surat pengunduran diri Mahathir langsung diterima Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong XVI Al-Sultan Abdullah Al-Mustafa Billah Shah. Raja kemudian menunjuk kembali Mahathir sebagai Perdana Menteri sementara hingga terbentuknya pemerintahan baru.

Kegaduhan politik muncul terkait siapa PM Malaysia pengganti Mahathir. Beberapa partai politik telah berjanji mendukung Anwar Ibrahim untuk jadi PM Malaysia menggantikan Mahathir sesuai kesepakatan dalam koalisi Pakatan Harapan (PH). Yang lainnya mengklaim mereka memiliki modal untuk membentuk pemerintahan baru tanpa Anwar Ibrahim.

Usai pertemuan lebih lanjut dengan Raja, Mahathir Mohamad mengatakan, parlemen akan mengadakan pemungutan suara yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memilih PM pada Senin 2 Maret. Pengumuman itu sontak membuat marah koalisi tiga partai yang dipimpin Anwar Ibrahim.

Mereka berpendapat, Mahathir tidak pantas mendahului keputusan Raja dan bahwa pemungutan suara di parlemen akan menantang kekuasaan Raja.

Di bawah sistem politik Malaysia, raja biasanya akan menentukan partai atau koalisi mana yang mendapat mayoritas dukungan setelah perwakilan dari masing-masing. Partai atau koalisi yang menang kemudian akan memilih perdana menteri.

Pemungutan suara itu menandai perubahan sistem dengan memungkinkan semua anggota parlemen untuk memilih seorang pemimpin di seluruh garis partai. Pemungutan suara seperti itu akan sejalan dengan proposal Mahathir Mohamad untuk memimpin pemerintah persatuan yang akan menarik menteri dari partai mana pun yang dia suka.

Namun, pada Kamis 27 Februari, Mahathir mengatakan pemilihan parlemen diperlukan karena Raja telah melaporkan tidak ada partai yang memiliki mayoritas. Raja telah mengambil langkah pertemuan yang tidak biasa dengan semua 222 anggota parlemen, bukan hanya para pemimpin, untuk mengukur dukungan.

Jika tidak ada kandidat yang menerima dukungan mayoritas pada pemungutan suara pada Senin 2 Maret, maka menurut Mahathir akan ada pemilihan cepat. 

Pengamat politik pun berusaha melihat apa yang sebenarnya terjadi di balik kerumitan politik negeri jiran dan hubungan Mahathir-Anwar.

Peneliti LIPI Alfitra Salam skeptis terhadap relasi Mahathir dan Anwar Ibrahim. Transisi kekuasaan antara Mahathir dan Anwar Ibrahim pun kini tampak meragukan, apalagi konstelasi politik telah berubah.

"Sejak awal hubungan Mahathir dan Anwar sangat misterius, terutama hubungan sejak Anwar bebas dari tahanan. Pada waktu itu banyak yang tidak yakin hubungan Anwar dan Mahathir akan kekal," ujar Alfitra kepada Liputan6.com, Jumat (28/2/2020).

Infografis Manuver Mahathir Mohamad. (Liputan6.com/Trieyasni)

Di level partai, Aflitra berpandangan hubungan PKR dan Bersatu sudah parah. Pakatan Harapan juga bukan lagi mayoritas di parlemen. Proses mengangkat Anwar Ibrahim menjadi PM pun semakin sulit.

"Kalau masih bersatu dulu, masih dalam Pakatan Harapan, cukup menunjuk Anwar sebagai penggantinya, dan jika dijalankan waktu bersatu cukup mulus dan kemudian menghadap Yang di-Pertuan Agong untuk restu. Sekarang peta politik sudah berubah," ujar Alfitra.

Alfitra berkata Anwar masih punya kesempatan berkuasa, salah satunya lewat pemilu. Sementara, ia tidak yakin Mahathir akan menepati janji memberi kekuasaan ke Anwar Ibrahim.

Pandangan berbeda disampaikan oleh Dr. Sudarnoto Abdul Hakim dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pertama, ia menyebut Mahathir mundur bukan demi mencegah Anwar berkuasa, melainkan karena mendeteksi skenario kudeta politik di tubuh Pakatan Harapan.

Penulis skenario itu adalah Muhyiddin Yassin (Presiden Bersatu) dan Azmin Ali (politikus PKR) yang keduanya sudah hengkang dari Pakatan Harapan. Muhyiddin keluar bersama partainya, sementara Azmin membawa beberapa kolega partainya untuk keluar dari PKR.

"Yang terjadi adalah Mahathir memang benar-benar ingin meletakan jabatan sesuai jadwal (usai sidang APEC)," ujar Noto kepada Liputan6.com.  "Akan tetapi, yang terjadi pendukung Mahathir dari partainya sendiri Muhyiddin Yassin itu tidak sabar. Sama juga dengan orangnya Anwar Ibrahim juga tidak bersabar. Tuntutannya supaya Mahathir segera turunkan jabatan," lanjut Noto.

Mahathir disebut tidak setuju dengan rencana Muhyiddin dan Azmin yang ingin membangun koalisi baru. Hal itu dianggap sebagai "politik pintu belakang."

Selain itu langkah Muhyiddin dan Azmin membangun koalisi baru justru bagaikan angin segar bagi partai oposisi UMNO (Organisasi Nasional Melayu Bersatu).

"Sesungguhnya yang terjadi Azmin dan Muhyiddin bergabung dengan UMNO dan PAS (Partai Islam Se-Malaysia) untuk membuat koalisi baru menggantikan Pakatan Harapan. Ini semacam kudeta sebetulnya," tegas Noto.

Ketika muncul kabar UMNO dan PAS mendukung Muhyiddin menjadi PM, Noto berkata memang itulah agenda Muhyiddin keluar dari Pakatan Harapan, yakni membelot dari Mahathir. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

4 Skenario Pemilihan PM Baru Malaysia

Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohamad sebelum berseteru
Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohamad sebelum berseteru (Frontline)

Noto memberikan empat skenario masa depan politik Malaysia. Pada skenario-skenario ini, ada kemungkinan Mahathir tetap berkuasa, atau Anwar Ibrahim akan berkuasa, juga ada kemungkinan Raja Malaysia akan turun tangan. 

"Skenario pertama, Mahathir sendiri yang membentuk pemerintahan sementara itu dengan mengajak orang-orang yang profesional," ujar Noto. 

Mahathir sebelumnya mengaku ingin mengesampingkan politik di pemerintahan. Itu pula yang mendorongnya keluar dari partai, yakni karena ada kisruh.  

Dalam skenario kedua, ada peluang bagi Anwar Ibrahim menjadi perdana menteri. Itu dilakukan jika Mahathir menunjuk Anwar, namun Noto memberi catatan bahwa bisa saja ada tokoh selain Anwar yang ditunjuk. 

"Itu tergantung tek-tok politiknya," jelas Noto. 

Skenario ketiga adalah Raja Malaysia menunjuk perdana menteri setelah berbicara dengan para anggota parlemen. Awal pekan ini, Raja Malaysia telah mengundang semua anggota parlemen untuk bicara empat mata. 

Jika Raja Malaysia menunjuk PM baru, ada beberapa nama yang kemungkinan terpilih seperti Mahathir, Anwar, Wan Azizah Wan Ismail (istri Anwar), hingga Muhyiddin. Noto menjelaskan Raja Malaysia memang punya kekuasaan seperti itu.  

"Malaysia itu kan menganut monarki konstisional. Monarki itu berarti kepala negara Raja Yang di-Pertuan Agung. sementara pemerintah itu eksekutif, apalagi parlemen, bukan penguasa," kata Noto. "Jadi raja itu ada di atas undang-undang," ucapnya.

Dan terakhir, skenarionya adalah terjadinya pemilu darurat untuk mendapatkan PM baru.

Gaduh Politik Negeri Jiran

Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim saat masih menjabat sebagai PM Malaysia dan Deputi PM pada 1997.
Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim saat masih menjabat sebagai PM Malaysia dan Deputi PM pada 1997 (AFP)

Masalah peralihan kekuasaan di Malaysia telah berulang kali bermunculan sejak Pakatan Harapan yang dipimpin Mahathir membentuk pemerintahan baru usai mengalahkan Barisan Nasional pada pemilihan umum Mei 2018.

PH telah mencapai konsensus bagi Mahathir untuk melayani sebagai perdana menteri setelah kemenangan yang mengejutkan dan kemungkinan pengambilan alih di kemudian hari oleh Anwar Ibrahim dari Partai Keadilan Rakyat (PKR).

Anwar Ibrahim adalah salah satu Wakil Perdana Menteri Malaysia saat Mahathir menjabat PM pada 1981 sampai 2003. Anwar dipecat pada 1998 dan kemudian dipenjara karena dituduh atas kasus korupsi dan sodomi. Dia dijebloskan ke penjara lagi karena hukuman sodomi kedua pada 2015 dan diberikan grasi kerajaan setelah PH memenangkan pemilihan pada 2018.

Sementara Mahathir telah menegaskan akan menepati janjinya untuk menyerahkan tongkat estafet kepada Anwar. Namun, serah terima tersebut akhirnya menjadi masalah pertikaian berbagai kelompok di dalam PH yang memiliki perbedaan pendapat mengenai waktu peralihan kekuasaan tersebut. 

Ketika peringatan dua tahun PH di kekuasaan federal semakin dekat, politikus PKR yang selaras dengan Anwar menjadi lebih vokal dalam meminta koalisi untuk menetapkan tanggal transisi. Sementara itu, politikus PKR di kubu Azmin Ali secara terbuka mendukung Mahathir untuk menjalani masa tugas penuhnya hingga 2023.

Topik tersebut adalah agenda utama pertemuan dewan presiden PH Jumat lalu, yang berakhir dengan Mahathir mengatakan bahwa ia harus memutuskan kapan ia akan turun dan Anwar memberinya dukungan penuh untuk melaksanakan tugasnya.

Pergantian mengejutkan terjadi pada hari Minggu ketika faksi Azmin di PKR dan Bersatu mengadakan audiensi dengan raja Malaysia bersama dengan empat partai politik lainnya yang tidak ada dalam koalisi PH.

Ini mengintensifkan spekulasi bahwa Bersatu, serta pendukung Azmin, meninggalkan PH dan memulai rencana untuk membentuk koalisi penguasa baru.

Menanggapi hal itu, Anwar dan Partai Tindakan Demokratik (DAP) mengatakan Mahathir tidak berperan dalam upaya untuk menciptakan koalisi baru.

Anwar berkata, "Saya pikir ini bukan dia (Mahathir) karena namanya telah digunakan (dalam arti lain Mahathir telah menjabat). Mereka yang ada di dalam partai saya dan di luar menggunakan namanya. Dia mengulangi apa yang dia katakan kepada saya sebelumnya - dia tidak memainkan peran di dalamnya."

Sekretaris Jenderal DAP Lim Guan Eng mengatakan Mahathir memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai keberatan terhadap "upaya jahat untuk menumbangkan dan merusak mandat rakyat yang diberikan kepada PH".

Sementara itu, hampir semua partai politik besar telah menyatakan dukungan mereka untuk Mahathir Mohamad kembali jadi PM. Partai Tindakan Demokratik (DAP), yang memiliki 42 kursi di parlemen, mengatakan pihaknya bermaksud untuk mengusulkan kepada Mahathir untuk terus menjabat sebagai perdana menteri.

Anwar dari PKR, sekarang dengan 39 kursi di parlemen, mengatakan dia telah mengajukan banding ke Mahathir agar tidak mundur.

Bersatu telah menolak pengunduran diri Mahathir sebagai ketua partai dan mengatakan akan mendukungnya sebagai perdana menteri. Partai tersebut memiliki 26 kursi di DPR.

Amanah, dengan 11 kursi, dan blok Azmin, juga mengatakan bahwa mereka berada di pihak Mahathir.

Sementara itu, Partai Warisan Sabah dan Gabungan Parti Sarawak (GPS) yang berbasis di Kalimantan, yang memiliki lebih dari 25 kursi parlemen jika dikombinasikan, mengatakan bahwa mereka mendukung Mahathir. Namun, GPS tidak ingin bekerja dengan DAP.

UMNO dan PAS, yang memimpin lebih dari 55 kursi di parlemen bersama, sebelumnya telah menyatakan dukungan luas untuk kepemimpinan Mahathir. Namun, kedua belah pihak menentang DAP.

Sementara itu, Anwar dan Lim mencatat pada hari Senin bahwa Mahathir tidak ingin bekerja dengan UMNO.

Panas Dingin Hubungan Mahathir dan Anwar

Mahathir Mohamad Mundur sebagai PM Malaysia
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (kanan) berjabat tangan dengan Anwar Ibrahim di Putrajaya, Malaysia, Sabtu (22/2/2020). Sebelumnya, Mahathir telah berjanji akan menyerahkan jabatannya kepada Anwar Ibrahim. (AP Photo/Vincent Thian)

Mahathir Mohamad mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Malaysia. Sedianya, posisi PM Malaysia akan dijabat Anwar Ibrahim sesuai dengan kesepakatan koalisi Pakatan Harapan.

Namun, kesepakatan itu terancam batal. Anwar Ibrahim belum tentu menduduki kursi PM Malaysia.

Jauh sebelum kisruh politik terkait suksesi PM Malaysia, hubungan Mahathir dan Anwar mengalami panas dingin. Tak ada lawan atau kawan abadi dalam politik, ungkapan itu menggambarkan hubungan Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim.

Saat Mahathir menjabat PM Malaysia pada 1981 sampai 2003, Anwar Ibrahim merupakan salah satu wakilnya. 

Mereka berdua sempat terlibat dalam perseteruan politik. Pertikaian itu berujung lengsernya Anwar Ibrahim dari jabatan Wakil PM Malaysia.

Selama beberapa tahun perseteruan dua orang tokoh politik terus berlangsung. Namun, mereka mulai menunjukkan keharmonisan usai sepakat untuk menentang PM Najib Razak.

Setelah 18 tahun tak pernah bertatap muka, keduanya bertemu kembali pada 2016 di Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur. Kala itu, Anwar Ibramin menghadiri sidang permohonan untuk revisi UU baru tentang Dewan Keamanan Nasional Malaysia (NSC).

Di tempat itu, Mahathir terlihat berjabat tangan dengan Anwar. Kejadian "bersejarah" itu diabadikan oleh istri Anwar, Wan Azizah Ismail, dan diunggah ke media sosial miliknya.

Di dalamnya ia menulis, "Pertemuan pertama selepas 18 tahun dua hari ... sejak 3 September 1998."

Hubungan kedua tokoh negeri jiran itu, membaik jelang pemilu Malaysia pada 2018. Kala itu, Mahathir bahkan meminta agar Anwar Ibrahim --yang dipenjara selama lima tahun atas dakwaan sodomi-- segera dibebaskan.

Mahathir bahkan tak hanya meminta Anwar dibebaskan. Ia mengaku tidak keberatan memberikan dukungan jika eks wakilnya itu mau maju dalam pemilihan Perdana Menteri Malaysia.

"Kasus yang menimpa Anwar, ia telah diperlakukan tidak adil. Keputusan pengadilan sepenuhnya dipengaruhi pemerintah. Saya pikir, pemerintah harusnya mendorong agar Raja memberikan pengampunan penuh pada Anwar," ucap Mahathir seperti dikutip dari The Star, 7 Juli 2017.

"Ia pun seharusnya bisa berpartisipasi lagi dalam politik dan menjadi perdana menteri. Saya tidak keberatan dengan itu," sambung dia.

Pada Juni 2017, Mahathir Mohamad disebut-sebut akan memimpin koalisi oposisi Pakatan Harapan.

Sejumlah media di melaporkan, salah satu anggota koalisi Pakatan Harapan, Partai Pribumi Bersatu Malaysia, telah menjalin kesepakatan dengan Mahathir.

Lebih lanjut lagi, sejumlah artikel bahkan menyebut, Mahathir diberikan jabatan sebagai pimpinan tertinggi koalisi. Sementara, Presiden PKR kala itu, Wan Azizah Wan Ismail, yang juga istri Anwar Ibrahim, diangkat jadi presiden koalisi.

Pakatan Harapan merupakan koalisi yang terdiri empat partai, yaitu, PKR, Partai Pribumi, DAP, dan Partai Amanah. Sementara itu, PKR diketahui merupakan partai yang dibentuk Anwar Ibrahim.

Ada spekulasi bahwa keputusan Mahathir Mohamad mundur hanya sekadar manuver politik untuk mengkhianati Anwar Ibrahim. Pasalnya, Mahathir pernah berjanji untuk menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Anwar sebelum 2023.

Di lain pihak, Anwar Ibrahim sudah merasa dikhianati oleh koalisi Pakatan Harapan. Ia sudah menduga bahwa Pakatan Harapan akan bubar untuk membentuk koalisi baru.

PKR yang dipimpin Anwar Ibrahim diduga ikut dalam manuver politik ini. Itulah mengapa Anwar merasa dikhianati.

"Hal ini melibatkan mantan teman-teman kita dari Bersatu (partai Mahathir Mohamad) dan sekelompok kecil dari PKR yang telah mengkhianati kami," ujar Anwar seperti dikutip Channel News Asia.

Pakatan Harapan terdiri atas Partai Pribumi Bersatu Malaysia, Partai Islam se-Malaysia, Partai Aksi Demokratis, serta Partai Amanah Nasional.

Pihak PKR sendiri sudah menantikan agar sosok pengkhianat di partai itu segera terkuak. Sementara, Mahathir Mohamad masih bungkam terkait keputusannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya