Pertama dalam Sejarah, Rapat Majelis PBB Akan Dilakukan Secara Virtual

Bulan lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tidak mungkin para pemimpin dunia dapat bertemu pada bulan September sesuai rencana, karena krisis kesehatan global.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 11 Jun 2020, 17:24 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2020, 05:21 WIB
Sidang darurat Majelis Umum PBB di New York (21/12/2017).
Sidang darurat Majelis Umum PBB di New York (21/12/2017). (AP Photo/Mark Lennihan)

Liputan6.com, New York - Rapat Majelis atau Sidang Umum PBB tahun ini akan diadakan secara virtual untuk pertama kalinya dalam sejarah karena pandemi Virus Corona COVID-19.

Dikutip dari laman Arab News, Kamis (11/6/2020) pertemuan itu masih dijadwalkan pada tanggal 22-29 September.

"Saya menduga bahwa pembatasan perjalanan internasional dan pertemuan besar secara langsung sebagai akibat dari pandemi Corona COVID-19. Mungkin rencana ini masih akan berlaku hingga September 2020," ujar Tijjani Muhammad-Bande, Presiden Majelis Umum PBB yang berasal dari Nigeria.

"Negara-negara anggota harus mengirim pidato yang akan embargo hingga 15 menit oleh presiden mereka, perdana menteri," tambahnya.

Dan seorang diplomat dari setiap misi dapat menghadiri sesi rapat langsung di mana pidato akan disiarkan atau dibacakan dari podium aula pertemuan PBB.

Bulan lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tidak mungkin para pemimpin dunia dapat bertemu pada bulan September sesuai rencana, karena krisis kesehatan global.

Majelis Umum adalah pertemuan diplomatik terbesar di dunia dan melibatkan ratusan acara sampingan dan pertemuan bilateral atau multilateral para pemimpin dunia.

Itu tidak pernah dibatalkan sejak PBB didirikan pada tahun 1945.Tetapi telah ditunda dua kali: pada tahun 2001 karena serangan 11 September di Amerika Serikat, dan pada tahun 1964 karena krisis keuangan.

Simak video pilihan berikut:

Ancaman Corona COVID-19

Teddy Tjahjono, Persib Bandung
Direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), Teddy Tjahjono. (Bola.com/Erwin Snaz)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan negara-negara dunia untuk berhati-hati tentang pencabutan status penyebaran Virus Corona baru yang terburu-buru dan menyuarakan tanda bahaya yang mulai terjadi di Afrika.

Dikutip dari laman Channel News Asia, PBB melihat adanya pelonggaran dan menyatakan bahwa pencabutan status berbahaya Corona COVID-19 secara dini sangat berbahaya.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, telah terjadi transmisi pernyebaran Virus Corona di 16 negara Afrika.

Yaman melaporkan kasus pertama Virus Corona baru Jumat kemarin. Kelompok-kelompok pun bantuan bersiap untuk menghadapi wabah di negara tersebut, di mana perang telah menghancurkan sistem kesehatan dan menyebarkan kelaparan dan penyebaran penyakit.

Tedros mengatakan dia sangat prihatin dengan banyaknya infeksi yang dilaporkan di kalangan petugas kesehatan.

"Di beberapa negara melaporkan hingga 10 persen pekerja kesehatan terinfeksi, ini adalah tren yang mengkhawatirkan," katanya.

pekerja kesehatan terinfeksi, ini adalah tren yang mengkhawatirkan," katanya.

Satuan dari PBB akan mengoordinasikan dan meningkatkan pengadaan dan distribusi alat pelindung, diagnostik laboratorium, dan oksigen ke negara-negara yang paling membutuhkan.

"Setiap bulan kita perlu mengirimkan setidaknya 100 juta masker dan sarung tangan medis, hingga 25 juta respirator N-95, pakaian dan pelindung wajah, hingga 2,5 juta tes diagnostik dan sejumlah besar konsentrator oksigen hingga peralatan lain untuk perawatan klinis," kata Tedros.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya