Liputan6.com, Washington, D.C - Sebuah paket surat berisi racun risin yang dialamatkan kepada Presiden AS Donald Trump berhasil dicegat sebelum mencapai Gedung Putih, kata para pejabat kepada media AS.
Dikutip dari laman BBC, Senin (21/9/2020) surat itu ditemukan di fasilitas penyaringan Gedung Putih awal pekan ini, kata para pejabat.
Mereka mengatakan zat yang ditemukan di dalam amplop diidentifikasi sebagai risin, racun yang ditemukan secara alami di biji jarak.
Advertisement
Baca Juga
Administrasi Donald Trump belum mengomentari laporan tersebut.
Biro Investigasi Federal (FBI) dan Dinas Rahasia sedang menyelidiki dari mana paket itu berasal dan apakah yang lain telah dikirim melalui sistem pos AS.
"Saat ini, tidak ada ancaman yang diketahui terhadap keselamatan publik," kata FBI kepada CNN dalam sebuah pernyataan, Sabtu.
Seorang pejabat mengatakan kepada New York Times bahwa penyelidik yakin paket itu dikirim dari Kanada. Laporan mengatakan keberadaan racun risin dikonfirmasi setelah tes oleh FBI.
Royal Canadian Mounted Police (RCMP) mengatakan pada hari Sabtu bahwa pihaknya bekerja dengan FBI untuk menyelidiki "surat mencurigakan yang dikirim ke Gedung Putih".
Risin diproduksi dengan mengolah biji jarak. Ini adalah zat mematikan yang jika tertelan, dihirup atau disuntikkan, dapat menyebabkan mual, muntah, pendarahan internal dan akhirnya kegagalan organ.
Tidak ada penawar yang diketahui untuk risin. Jika seseorang terpapar risin, kematian dapat terjadi dalam 36 hingga 72 jam, tergantung pada dosis yang diterima, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS.
Simak video pilihan berikut:
Penggunaan Risin di Masa Lalu
CDC mengatakan racun -- yang telah digunakan dalam plot teror -- dapat dibuat menjadi senjata dalam bentuk bubuk, kabut, atau pelet.
Gedung Putih dan gedung federal lainnya telah menjadi sasaran paket risin di masa lalu.
Pada 2014, seorang pria Mississippi dijatuhi hukuman 25 tahun penjara karena mengirim surat yang ditaburi ricin kepada mantan Presiden Barack Obama dan pejabat lainnya.
Empat tahun kemudian, pada tahun 2018, seorang mantan veteran Angkatan Laut didakwa mengirim surat beracun ke Pentagon dan Gedung Putih.
Advertisement