Ribuan Warga Australia Melamar Jadi Tukang Cuci Piring Akibat COVID-19

Cari kerja di Australia sepertinya makin susah di tengah pandemi COVID-19.

diperbarui 28 Sep 2020, 21:03 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2020, 20:55 WIB
Cuci Piring
Ilustrasi Foto Cucian Piring (iStockphoto)

Canberra - Ekonomi Australia ikut melambat akibat pandemi COVID-19. Negara ini diketahui menerapkan protokol ketat untuk meredam pandemi sehingga berdampak ke dunia bisnis. Para pekerja pun ikut kesulitan mencari kerja. 

Pekerjaan seperti cuci piring hingga mengangkat barang sampai diserbu ribuan pelamar kerja.

Dilaporkan ABC Australia, Senin (28/9/2020), pengalaman tersebut dirasakan oleh pemudia 21 tahun bernama Aidan Draper. Ia mulai kehabisan uang tabungannya namun tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan uang dari Pemerintah Australia di tengah pandemi COVID-19.

Pekan lalu ia melamar pekerjaan sebagai pencuci piring lewat sebuah situs pencari kerja.

Dari email notifikasi yang ia dapatkan setelah mengajukan lamaran kerja itu, Aidan diberitahu jika ada 6.190 orang lainnya yang melamar posisi tersebut.

Ia juga pernah melamar pekerjaan lainnya dengan banyaknya peminat, seperti yang tercantum dari email yang ia dapatkan:

- Pekerjaan menyusun dan memilah barang-barang di pabrik kosmetik: 695 pelamar

- Pekerjaan bersih-bersih atau 'cleaners': 894 pelamar

- Pekerjaan di kantor pos: 1.320 pelamar

- Mengangkat barang di perusahaan percetakan: 4.085 pelamar

- Pekerjaan menyusun dan memilah di pabrik peralatan berat: 1.479 pelamar

"Karena saya sudah melamar banyak pekerjaan dan sering ditolak, saya hanya bisa tertawa melihat banyaknya yang melamar pekerjaan cuci piring," kata pemuda Australia itu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lapangan Pekerjaan yang Tersedia di Australia

FOTO: Begini Suasana Kota Sydney saat Dihujani Kembang Api
Kembang api menghiasi langit di sepanjang Sungai Yarra pada malam Tahun Baru di Melbourne. (01/1/2018). Langit di kota Sydney juga dihujani sekitar 13 ribu kembang api jenis shell dan 30 ribu kembang api jenis komet. (AFP Photo / Mal Fairclough)

Dari data pengangguran Biro Statistik Australia (ABS) menunjukkan tingkat pengangguran di bulan Agustus sebenarnya sudah turun menjadi 6,8 persen dari 7,5 persen sebelumnya. Tapi tentu saja angka ini masih cukup tinggi.

Mulai hari Senin 28 September, warga di Australia yang berhak mendapatkan tunjangan uang dari pemerintah setidaknya harus mencari delapan pekerjaan per bulan agar tetap bisa mendapat bantuan tersebut.

Pakar ekonomi dan tenaga kerja dari Grattan Institute di Melbourne, Matt Cowgill, mengatakan pengangguran di Australia masih akan tinggi hingga beberapa tahun ke depan.

"Secara umum kita belum melihat puncak dari tingkat pengangguran, jadi kondisinya akan memburuk," ujarnya.

Sejumlah pakar ekonomi juga memperkirakan puncak pengangguran di Australia akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, jika tidak ada lagi wabah baru COVID-19 dan jika perekonomian bisa pulih di tahun 2021. 

Sementara itu di beberapa kawasan pedalaman dan pedesaan Australia, mengisi lowongan pekerjaan selalu menjadi masalah, terlepas sebelum atau saat pandemi COVID-19.

"Ini selalu menjadi masalah di luar kota-kota besar … (untuk) mendatangkan orang bekerja di bidang yang sebenarnya cukup bagus," ujar Dr Kim Houghton, Kepala Ekonom dari Regional Australia Institute (RAI).

Dengan menggunakan data dari Pemerintah Australia, RAI melacak lowongan pekerjaan yang diunggah lewat internet.

RAI menemukan ada lebih dari 45.000 lowongan kerja di kawasan pedalaman pada Agustus lalu.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan 14 persen lowongan pekerjaan dari bulan sebelumnya.

Bahkan di beberapa daerah pedalaman sebenarnya ada lebih banyak lowongan kerja dibandingkan sebelum perlambatan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

"Daerah-daerah ini pada umumnya adalah kawasan yang cukup kuat dengan sektor pertambangan dan pertaniannya," ujar Dr Houghton.

Cari Kerja Jauh dari Kota Besar

Suasana Melbourne Saat Pembatasan Tahap 4 Kasus Covid-19
Situasi sebuah jalan saat penerapan jam malam di Melbourne, Australia (3/8/2020). Sementara ibu kotanya, Melbourne memasuki pembatasan Tahap 4 dengan aturan yang lebih ketat sebagai upaya untuk membatasi pergerakan masyarakat dan penyebaran COVID-19. (Xinhua/Bai Xue)

Ricky Banks, adalah warga Australia yang lahir dan dibesarkan di kota Canberra. 

Baginya pindah ke kawasan pedesaan menimbulkan pergolakan dalam dirinya

Tetapi ketika bisnisnya di Queanbeyan, dekat Canberra runtuh, tukang listrik berusia 32 tahun ini mengatakan ia tidak punya pilihan.

"Saya memutuskan untuk meneruskan kehidupan saya dan pergi ke pedesaan dengan mencoba menggunakan keterampilan yang saya miliki," ujarnya.

Dua minggu lalu dia pindah ke Wellington, sekitar 50 km dari Dubbo, New South Walles, untuk bekerja di pembangkit tenaga surya yang sekarang sedang dibangun.

Ia bekerja 76 jam seminggu, setidaknya selama 4 bulan ke depan.

"Ya, jam kerjanya memang panjang. Tetapi apakah Anda hanya ingin duduk di rumah dalam keadaan depresi dan sengsara? Atau ingin mencari uang dengan keluar dari rumah?” ujarnya.Baginya, bagian tersulit adalah meninggalkan putrinya yang berusia enam tahun, yang masih tinggal di Canberra bersama mantan pasangan Ricky.

Peluang di Daerah Pedalaman

Melbourne Laporkan 19 Kematian Akibat Covid-19
Suami istri beristirahat dari berolahraga dengan pemandangan cakrawala Melbourne (11/8/2020). Negara bagian Victoria melaporkan 19 kematian akibat virus corona pada 11 Agustus, menjadikannya hari yang sama mematikan bagi pandemi di negara itu meskipun jumlah kasus baru turun. (AFP/William West)

Profesor Paula Brough, pakar psikologi dari Griffith University, mengatakan kebanyakan orang percaya jika kota-kota besar "lebih menawarkan banyak peluang pekerjaan".

"Segala sesuatu mulai dari pertemanan, akses ke olahraga dan budaya, hingga pendidikan, ikut menentukan keputusan apakah seseorang mau pindah atau tidak," kata Profesor Brough.

"Saya rasa orang-orang terbiasa memiliki begitu banyak pilihan di sekitar mereka, begitu banyak kesibukan, sehingga bisa menjadi pergolakan yang cukup mengkhawatirkan untuk tiba-tiba mengubah seluruh gaya hidupnya di pedalaman."

Sejumlah pertani di Australia sebelumnya sudah mengajak warga Australia untuk mau bekerja di perkebunan.

Salah satu alasannya karena tidak ada cukup banyak pekerja untuk memetik dan mengemas buah, sehingga dikhawatirkan jika tahun depan buah-buahan akan membusuk.

Di West, seorang petani dari pertanian Bells Creek di New South Wales, mengatakan jika tenaga kerja pertanian masih kurang maka ia terpaksa harus mengurangi 30 persen penanaman tahun depan.

"Jika [pengurangan itu terjadi secara umum pada berbagai komoditas, maka harga akan naik dan itu akan berdampak signfikan pada dompet orang," kata Di West.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya