Liputan6.com, Jakarta - China tengah menghadapi lonjakan kasus infeksi Human Metapneumovirus (HMPV), sebuah virus yang dikenal memicu gejala seperti flu berat dan infeksi saluran pernapasan serius. Penyakit ini terutama rentan menyerang kelompok anak-anak dan lansia, sehingga menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Namun, beberapa pihak mulai mengaitkan wabah ini dengan COVID-19. Apakah HMPV benar-benar setara dengan virus SARS-CoV-2 penyebab pandemi global tersebut?
Advertisement
Baca Juga
Menurut Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menyamakan HMPV dengan COVID-19 adalah kesalahan yang mendasar.
Advertisement
"Banyak pembicaraan yang mencoba 'mensejajarkan' infeksi HMPV ini dengan COVID-19. Ini tentu pernyataan yang tidak betul, setidaknya karena tiga hal," katanya kepada Health Liputan6.com melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Pertama, HMPV bukanlah virus baru. Virus ini telah diidentifikasi sejak lama dan pertama kali dilaporkan dalam jurnal ilmiah di Belanda pada Juni 2001. Artikel berjudul 'A newly discovered human pneumovirus isolated from young children with respiratory tract disease' menjadi bukti awal keberadaan virus ini.
Bahkan, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa HMPV telah bersirkulasi selama puluhan tahun sebelum akhirnya ditemukan secara resmi.
Sebaliknya, COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, virus korona baru yang muncul pertama kali di Wuhan, China, pada akhir 2019. "HMPV ini bukan varian baru seperti COVID-19. Jadi, ini adalah dua hal yang berbeda," ujar Prof. Tjandra.
Apa Saja Gejala Metapneumovirus pada Manusia?
Kedua, gejala HMPV kerap disalahartikan sebagai tanda yang mirip dengan COVID-19. Virus ini menyebabkan gejala seperti batuk, demam, nyeri dada, dan kesulitan bernapas. Dalam kasus yang parah, pasien bahkan harus dirawat di rumah sakit.
Namun, Prof. Tjandra menekankan bahwa pola gejala ini sebenarnya umum pada berbagai infeksi saluran pernapasan. "Perlu diketahui bahwa semua infeksi paru dan saluran napas memang gejalanya seperti itu," ujar mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara tersebut.
Ketiga, lonjakan kasus HMPV di China tidak seharusnya langsung dikaitkan dengan COVID-19. Menurut Prof. Tjandra, kenaikan jumlah kasus infeksi saluran pernapasan memang lazim terjadi di negara-negara dengan empat musim, khususnya saat musim dingin.
"Jadi, tidak tepatlah kalau kita terlalu cepat mengkorelasikan kenaikan kasus HMPV ini dengan COVID-19, walaupun tentu kita perlu tetap waspada," ujarnya.
Perbedaan mendasar antara HMPV dan COVID-19 tidak hanya terletak pada sejarah virus, tapi juga pada dampaknya secara global.
SARS-CoV-2 memicu pandemi yang mengubah kehidupan manusia di seluruh dunia, sementara HMPV, meski berbahaya, tidak menimbulkan dampak yang sama secara epidemiologis.
Sebagai catatan, HMPV telah terdeteksi di berbagai negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang, dan China sejak pertama kali ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini telah lama ada dan bukan fenomena baru.
Advertisement
Apa HMPV Berpotensi Jadi Pandemi?
Merebaknya HMPV di China membawa kekhawatiran akan munculnya pandemi. Padahal, dalam keterangan lain, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa HMPV memiliki potensi yang amat kecil untuk menjadi pandemi.
“HMPV itu jauh atau sangat kurang memiliki potensi pandemi, karena HMPV ini penyebarannya lebih lambat dan tingkat keparahan penyakit juga ringan umumnya,” kata Dicky lewat pesan suara yang diterima Health Liputan6.com, dikutip Sabtu (4/1/2025).
Meski begitu, potensi penyebaran HMPV ke Indonesia masih tetap ada. Hal ini dapat terjadi terutama lewat para pelancong internasional atau pelaku perjalanan khususnya dari Asia Timur.
“Namun, dengan penguatan perbatasan tentu risiko besar bisa diminimalkan. Saya menganjurkan orang-orang Indonesia untuk terbiasa melakukan vaksinasi influenza, vaksinasi flu itu sangat efektif, dua tahun sekali harus di-update,” saran Dicky.
Bagi pemerintah, pakar global health security ini menganjurkan agar meningkatkan sistem surveilans untuk deteksi penyakit menular.
“Terutama di pintu masuk negara, pelabuhan, pemantauan atau laporan kasus secara real time untuk lihat trennya, biosurveilans di semua unit pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Kemudian pastikan fasilitas layanan kesehatan mampu menangani lonjakan kasus penyakit pernapasan apalagi sekarang sedang musim hujan,” papar Dicky.
Kemenkes Pastikan HMPV Belum Ada di Indonesia
Dalam keterangan lain, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengimbau masyarakat untuk tidak panik tetapi tetap waspada dan menjaga kesehatan guna mencegah risiko penularan HMPV.
Juru Bicara Kemenkes RI, drg. Widyawati, MKM, menjelaskan bahwa langkah-langkah preventif seperti menjaga pola hidup sehat, mencuci tangan secara teratur, dan menggunakan masker di tempat umum dapat membantu mengurangi risiko tertular penyakit menular.
“Saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia. Meski begitu, kami mengimbau agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini penting untuk memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penularan berbagai virus yang berpotensi mengancam kesehatan,” jelas Widyawati mengutip laman resmi Kemenkes, Sabtu (4/1/2025).
Advertisement