Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masuk kategori merah di peta global akibat persentase positif COVID-19 yang tinggi. Selain itu, tes COVID-19 di Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara lain dengan populasi besar.Â
Bila dibandingkan dengan negara-negara dengan populasi di atas 100 juta di dunia, tes COVID-19 per 1.000 orang di Indonesia termasuk sedikit. Indonesia masih kalah dari Amerika Serikat, Rusia, India, Pakistan, dan Brasil.Â
Advertisement
Baca Juga
Jika turut membadingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura, peringkat tes COVID-19 Indonesia lebih turun lagi. Â
Berikut grafiknya dari Our World in Data, Selasa (28/9/2020):Â
Terlihat, tes harian di Indonesia masih lebih tinggi dari Bangladesh dan Meksiko. Namun, ada masalah lain, yakni tingkat positif COVID-19 di Indonesia yang masih tinggi.Â
Masih berdasarkan Our World in Data, Indonesia berada di kategori merah karena persentase positif COVID-19 yang tinggi, yakni 13,4 persen.
Persentase itu lebih tinggi ketimbang negara besar lain seperti Amerika Serikat (5,5 persen), India (8,4 persen), Pakistan (1,8 persen), Rusia (1,9 persen), dan Nigeria (5 persen).Â
Di antara negara-negara besar ASEAN, negeri jiran Malaysia, Thailand, dan Filipina terpantau bukan kategori merah sebab tingkat positif COVID-19 mereka di bawah 10 persen.Â
Indonesia juga masuk kategori merah di peta jumlah tes per kasus positif. Peta itu menunjukan perlu berapa kali tes agar suatu negara bisa menemukan kasus COVID-19. Dalam hal ini, Indonesia hanya butuh sekitar 7 tes.
Itu lebih parah ketimbang Australia (1.353,5 tes), Malaysia (142,7 tes), Korea Selatan (118,7 tes), Amerika Serikat (18,3 tes), hingga Filipina (10 tes). Negara lain yang masuk kategori merah adalah Meksiko, Argentina, Iran, Irak, dan Spanyol.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, per Senin sore ini ada 33 juta kasus COVID-19 di seluruh dunia.Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tidak Ada Sejengkal Tanah di Wilayah yang Berstatus Pandemi COVID-19 Aman
Setiap wilayah yang telah memiliki penderita atau pasien COVID-19 menjadi wilayah yang tidak lagi aman. Perlu kesadaran masyarakat terhadap bahaya COVID-19 dan pemahaman bahwa penyakit yang menyerang sistem pernapasan ini benar-benar nyata, bukan rekayasa.
“Dalam masa pandemi ini, tidak ada senjengkal tanah pun di wilayah yang telah menjadi status pandemi COVID-19 menjadi aman. Tidak ada," terang Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo dalam Rapat Koordininasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Sumatera Utara di Medan, Sumatera Utara, ditulis Senin 28 September 2020.
“Oleh karena itu, kita harus selalu waspada, tidak boleh lengah. COVID-19 ini nyata. Dan COVID-19 ini bukan rekayasa juga bukan konspirasi."Â
Berdasarkan hasil beberapa survei, salah satunya dari Badan Litbang Kementerian Kesehatan pada Juli 2020, banyak sekali masyarakat yang menganggap mereka tidak akan terkena COVID-19 dan COVID-19 itu tidak ada.
"Padahal secara global, korban meninggal COVID-19 telah mencapai satu juta jiwa. Hampir setara dengan korban Perang Dunia I," lanjut Doni.
Â
Advertisement