Sistem Pendidikan RI Berubah Signifikan, Ketidaksetaraan Siswa Masih Jadi Masalah Utama

Ketidaksetaraan di antara siswa masih menjadi masalah utama dalam sistem pendidikan di Indonesia.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 19 Nov 2020, 13:37 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2020, 13:37 WIB
FOTO: Penerapan Pembelajaran Tatap Muka Sekolah di Bandung
Siswa SD memkai pelindung wajah saat pembelajaran tatap muka di Sekolah Islam Ibnu Aqil Ibnu Sina, Soreang, Bandung, Jawa Barat, Rabu (5/8/2020). Indonesia akan mengizinkan sekolah di zona hijau COVID-19 melakukan pembelajaran tatap muka di bawah protokol kesehatan yang ketat. (Xinhua/Septianjar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia telah menunjukkan kemajuan besar dalam kesetaraan gender dalam pendidikan. Pada tahun 1975, 65 persen siswa adalah laki-laki, sementara sekarang proporsi laki-laki dan perempuan kurang lebih sama, meskipun terdapat variasi penting di tingkat subnasional.

Indonesia telah membuat kemajuan signifikan dalam pendidikan, termasuk peningkatan besar dalam partisipasi dan kesetaraan gender.

Desentralisasi diiringi dengan peningkatan belanja pendidikan sekitar 200 persen secara riil sejak 2002.

Partisipasi siswa telah meningkat selama periode waktu yang sama lebih dari 10 juta (31 persen) di tingkat pendidikan dasar dan menengah. 

Menurut laporan dari Bank Dunia yang didanai oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Liputan6.com kutip Kamis (19/11/2020), terlepas dari peningkatan penting ini, tingkat pembelajaran siswa dan ketidaksetaraan belajar merupakan tantangan utama.

Menurut laporan yang sama, sebagian besar siswa tidak memenuhi target pembelajaran nasional yang ditetapkan Indonesia sendiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Saran Sistem Pendidikan di Indonesia

UNBK SMK 2019
Sejumlah siswa kelas XII mengerjakan soal Bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMKN 50 Jakarta, Senin (25/3). Kemendikbud mengatur UNBK tingkat SMK dilaksanakan serentak dalam empat hari mulai 25 sampai 28 Maret 2019. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Untuk melanjutkan reformasi pendidikan dan mencapai hasil yang lebih baik sejalan dengan visi Presiden Jokowi, Indonesia dapat mempertimbangkan beberapa pilihan sesuai dengan laporan Bank Dunia.

Indonesia dapat mewajibkan pendidikan anak usia dini yang berkualitas selama dua tahun dan dapat diakses oleh semua sehingga anak-anak yang datang ke sekolah siap untuk belajar. Hal ini dapat memperkuat cakupan dan kualitas pendidikan anak usia dini dengan mengalokasikan dana yang cukup baik di tingkat pusat maupun kabupaten, dan mengembangkan peta jalan untuk mencapai dua tahun pendaftaran anak usia dini universal pada tahun 2030.

Selain itu, fokus pada pembelajaran dibutuhkan di seluruh sistem pendidikan. Untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal, terutama mereka yang miskin, tinggal di daerah terpencil, atau penyandang disabilitas.

Indonesia dapat menggunakan penilaian siswa untuk menginformasikan guru dan direktur sekolah tentang apa yang tidak diketahui siswa, dan menghubungkannya dengan dukungan yang ditargetkan untuk siswa yang membutuhkan bantuan lebih lanjut. Ini sangat penting sebagai bagian dari pemulihan dan peningkatan COVID-19.

Guru yang terlatih dan termotivasi adalah unsur paling mendasar untuk pembelajaran setelah siswa itu sendiri. Untuk meningkatkan pembelajaran siswa, Indonesia perlu memilih calon guru terbaik dan mendukung mereka secara lebih efektif, baik sebelum mereka masuk kelas maupun sepanjang karir mereka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya