Reaksi PBB hingga Negara Barat atas Kudeta Militer di Myanmar

Penangkapan para tokoh politik di Myanmar membuat PBB hingga sejumlah negara Barat ikut bereaksi.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 01 Feb 2021, 10:35 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2021, 10:30 WIB
Deretan Pemimpin Dunia Hadiri Penobatan Kaisar Naruhito
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi (tengah) tiba untuk menghadiri upacara penobatan Kaisar Naruhito di Istana Kekaisaran, Tokyo, Jepang, Selasa (22/10/2019). Kaisar Jepang Naruhito akan menjalani rangkaian ritual penobatan resmi kekaisaran hari ini. (AP Photo/Koji Sasahara, Pool)

Liputan6.com, Yangon - Kudeta militer yang diduga tengah terjadi di Myanmar saat ini membuat sejumlah negara barat hingga PBB ikut bereaksi. 

Usai menerima laporan atas terjadinya penangkapan Aung San Suu Kyi, Presiden Wyn Myint hingga tokoh politik lain, Amerika Serikat telah mendesak militer Myanmar untuk membebaskan para pejabat yang ditahannya. 

"Amerika Serikat menentang setiap upaya untuk mengubah hasil pemilu baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar, dan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dalam sebuah pernyataan. Demikian seperti mengutip Channel News Asia, Senin (1/2/2021). 

Selain itu, Australia juga telah menggemakan pernyataan tersebut, dengan Menteri Luar Negeri Marisa Payne menyerukan kepada militer untuk "menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan orang lain yang telah ditahan secara tidak sah."

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Tanggapan PBB

Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara di hadapan DK PBB (AP)
Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara di hadapan DK PBB (AP)

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres telah mengatakan pada Jumat (29/1) bahwa dia mengikuti dengan “keprihatinan besar” atas perkembangan yang terjadi di Myanmar, di mana ancaman militer dan kudeta telah membayangi rencana pembukaan parlemen.

Meningkatnya ketegangan antara pemerintah sipil dan militer yang kuat telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kudeta setelah pemilihan umum yang menurut militer curang.

Militer mengatakan pihaknya berencana untuk “mengambil tindakan” jika keluhannya tentang pemilihan tidak ditangani dan seorang juru bicara minggu ini menolak untuk mengesampingkan kemungkinan perebutan kekuasaan.

Dalam sebuah pernyataan, Guterres meminta “semua aktor untuk berhenti dari segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi dan menghormati hasil pemilihan umum 8 November.”

“Semua sengketa pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ditetapkan,” tambahnya.

Dalam pernyataan terpisah, negara-negara Barat mengatakan mereka menantikan “pertemuan damai” parlemen pada hari Senin, di mana penangkapan justru terjadi. 

“Kami mendesak militer, dan semua partai lain di negara itu untuk mematuhi norma-norma demokrasi, dan kami menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar,” kata pernyataan yang ditandatangani oleh Kedutaan Besar Australia, Inggris, Kanada, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, antara lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya