Liputan6.com, Jakarta Pemimpin World Trade Organization (WTO) Ngozi Okonko-Iweala meminta agar negara-negara kaya segera menyumbangkan vaksin COVID-19. Pernyataan itu muncul setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berkata akan memberikan vaksin surplus.
Akan tetapi, vaksin surplus itu dalam konteks vaksin yang diproduksi di masa yang akan datang, bukan yang surplus saat ini. Pemimpin WTO meminta agar tidak menunda-nunda.
Advertisement
Baca Juga
"Saya tidak berpikir kita harus menunggu untuk mendapat surplus saat orang lain sudah diberikan," ujar Okonko-Iweala seperti dilaporkan BBC, Sabtu (20/2/2021).
"Saya berpikir donasi-donasinya harusnya diberikan sekarang, lanjutnya.
Pemimpin WTO berasalan memberikan vaksin COVID-19 itu menguntungkan negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Pasalnya berdasarkan study dari International Chamber of Commerce (ICC) dunia bakal kehilangan 9 triliun dolar GDP pada pertengahan 2021 bila negara-negara kaya telah memvaksin seluruh populasinya, tetapi negara-negara miskin belum melakukannya.
"Setengah dari harga itu akan diemban negara-negara kaya," ujarnya. "Jadi kita harus paham bahwa ini untuk kepentingan negara-negara kaya dan miskin untuk memiliki akses setara untuk vaksin."
Ia pun menyebut negara kaya dan miskin akan sama-sama kalah jika tak ada akses vaksin COVID-19 yang setara.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Donasi Surplus Vaksin COVID-19
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mendukung gagasan berbagi vaksin COVID-19 yang surplus ke negara-negara berkembang. Vaksin akan diberikan melalui fasilitas COVAX.
Surplus tersebut bukan dari vaksin yang existing, melainkan yang akan diproduksi ke depannya. Hal tersebut bakal menguntungkan Indonesia yang juga menjadi penerima vaksin dari COVAX.
"Indonesia adalah salah satu dari 92 negara yang dapat menerima vaksin melalui COVAX, maka kemungkinan besar bisa menjadi salah satu negara yang mendapat untung dari pemberian ini," ujar Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jones, dalam keterangan resmi, Jumat (19/2).
Pemerintah Inggris berharap sudah dapat menghitung jumlah vaksin surplus pada akhir tahun ini. PM Johnson meminta agar produksi vaksin dipersingkat dari 300 hari menjadi 100 hari.
Target 100 hari bukan sekadar janji, melainkan saran dari Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI). Tokoh-tokoh dari sektor industri dan kesehatan juga menyarankan G7 untuk mempercepat produksi vaksin dan obat-obatan di pandemi COVID-19.
Advertisement
Kebijakan Prancis
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, meminta jatah 5 persen vaksin COVID-19 agar diberikan ke negara-negara berkembang. Ia menilai kegagalan berbagi vaksin secara merata bisa memperparah situasi pandemi.
Gagasan itu diberikan Presiden Macron sebelum pertemuan virtual G7. Mengalokasikan 5 persen vaksin dianggap lebih cepat.
"Kita tak langsung membahas miliaran dosis atau miliran euro ... Ini tentang secara cepat mengalokasikan 4-5 persen dosis vaksin yang kita miliki," ujar Presiden Macron kepada Financial Times, dikutip BBC, Jumat (19/2).
Macron menjelaskan, alokasi persenan tersebut tidak akan berdampak pada kampanye vaksinasi di negaranya, namun ia meminta tiap negara kompak menyediakan alokasi.
Presiden Macron berkata Kanselir Jerman Angela Merkel setuju pada program bagi-bagi vaksin COVID-19.
"Tiap negara harus menyiapkan sebagian kecil dosis yang dimiliki agar dapat mentransfer puluhan juta, tetapi secara cepat, sehingga orang-orang di lapangan bisa melihat hasilnya," kata Macron.
Infografis COVID-19:
Advertisement