Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mendesak warganya untuk bersiap menghadapi krisis "sulit", menyusul peringatan kelompok hak asasi manusia bahwa negara itu menghadapi kekurangan pangan yang parah dan ketidakstabilan ekonomi.
Baca Juga
Advertisement
Berbicara di sebuah konferensi, Kim Jong-un tampaknya membandingkan situasinya dengan kelaparan mematikan yang terkenal di tahun 1990-an.
Korea Utara telah menutup perbatasannya karena pandemi virus Corona COVID-19, demikian dikutip dari laman BBC, Jumat (9/4/2021).
Ini telah membuat perdagangan dengan China, jalur kehidupan ekonominya, terhenti.
Korea Utara pun turut tertekan atas sanksi ekonomi internasional yang ada atas program nuklir Pyongyang.
Awal pekan ini, Kim Jong-un telah memperingatkan bahwa negaranya menghadapi "situasi terburuk yang pernah ada" dan "banyak tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya".
Â
Saksikan Video Berikut Ini:
Seberapa buruk situasinya?
Telah ada peringatan selama berbulan-bulan bahwa rakyat Korea Utara sedang berjuang.
Laporan kesulitan tampaknya datang terutama dari kota-kota dekat perbatasan China, di mana penyelundupan akan menjadi sumber pendapatan besar bagi banyak orang di Korut.
Harga jagung, makanan pokok bagi sebagian besar pedesaan Korea Utara, dilaporkan sangat berfluktuasi dan kadang-kadang satu kilogram jagung menghabiskan lebih dari gaji sebulan.
Lina Yoon, seorang peneliti dari Human Rights Watch, mengatakan dalam sebuah laporan baru-baru ini mengutip kontak yang tidak disebutkan namanya di negara itu bahwa "hampir tidak ada makanan yang masuk ke Korea Utara dari China selama hampir dua bulan".
"Ada lebih banyak lagi pengemis, beberapa orang meninggal karena kelaparan di daerah perbatasan, dan tidak ada sabun, pasta gigi, atau baterai."
Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia Korea Utara, Tomás Ojea Quintana, memperingatkan bulan lalu dalam sebuah laporan tentang "krisis pangan yang serius" yang telah menyebabkan kekurangan gizi dan kelaparan.
"Kematian karena kelaparan telah dilaporkan, begitu juga dengan peningkatan jumlah anak-anak dan orang tua yang terpaksa mengemis karena keluarga tidak mampu mendukung mereka."
Advertisement