BSSN Luncurkan Indonesia Women in Cybersecurity di Hari Kartini 2021

BSSN akan luncurkan Indonesia Women in Cybersecurity (IWCS) agar peran wanita Indonesia di internet semakin kuat.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Apr 2021, 17:53 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2021, 17:53 WIB
Program BSSN: Indonesia Woman Cybersecurity.
Program BSSN: Indonesia Woman Cybersecurity. Dok: British Embassy Jakarta

Liputan6.com, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) akan menyambut Hari Kartini 2021 dengan meluncurkan inisiatif baru bernama  Indonesia Women in Cybersecurity (IWCS). Program ini bertujuan melakukan empowering pada wanita di internet

Peluncuran ini seiring dengna meningkatnya kekerasan gender berbasis online (KGBO) di tengah pandemi COVID-19. Hal itu juga dipengaruhi dengan naiknya kegiatan virtual selama pandemi COVID-19.

"IWCS terdiri atas para perempuan yang berbagi pengetahuan, kemampuan, pengalaman, motivasi, dan inspirasi ke satu sama lain untuk memperkuat keamanan siber di Indonesia," ujar Direktur Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional, Intan Rahayu, di acara Kedutaan Besar Inggris, Selasa (20/4/2021).

Ada empat program IWCS, yakni untuk meningkatkan kesadaran (awareness), menyediakan edukasi, lalu mentorship bagi wanita yang ingin berkarier di bidang keamanan siber, dan apprenticeship di tempat kerja.

Sebelumnya, BSSN sudah memiliki program seperti Cyber Security Literacy Campaign (KLIKS BSSN) dan cyber contact center. Program IWCS ini diharapkan bisa meningkatkan peran wanita di sektor keamanan digital.

"IWCS bertujuan untuk mendorong wanita dan anak-anak perempuan untuk berperan dalam membangun keamanan siber di Indonesia melalui pilar kesadaran, pendidikan, dan empowerment," ujar Intan.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Kekerasan Online Terhadap Wanita Meningkat

Ilustrasi aplikasi smartphone
Ilustrasi aplikasi smartphone. Kredit: William Hook via Unsplash

Komnas Perempuan melaporkan bahwa kekerasan terhadap perempuan di internet meningkat hingga 350 persen selama 2020. 

"Pada 2019 kami mencatat 407 kasus, kemudian 2020 ada 1.452 kasus kekerasan berbasis gender siber," jelas aktivis Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang. 

Veryanto berkata ada berbagai masalah dalam kekerasan siber, mulai dari terbatasnya lembaga rujukan, keterbatasan sistem hukum dalam merespon kekerasan gender berbasis siber, serta masalah jejak digital pada korban. 

Jejak digital ini terutama menyulitkan karena sulit dihilangkan, sehingga bisa meninggalkan trauma.

Komnas Perempuan pun merekomendasikan kepada Kementerian Informasi dan Telematika dan Bareskrim agar adanya aturan komprehensif untuk melawan kekerasan seksual. Selain itu, Komnas Perempuan juga terus memperjuangkan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang masih tak kunjung beres. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya