Liputan6.com, Teheran - Militer Amerika Serikat pada Senin 5 September 2022 mengatakan mereka menerbangkan sepasang bomber jarak jauh, B-52 berkemampuan nuklir di atas Timur Tengah. Hal itu dilakukan untuk unjuk kekuatan, misi terbaru di kawasan itu saat ketegangan antara Washington dan Teheran masih tinggi.
Dikutip dari laman abcnews, Selasa (6/9/2022), pesawat jenis bomber itu lepas landas dari pangkalan Royal Air Force di Fairford, Inggris, dan terbang di atas Mediterania timur, Semenanjung Arab dan Laut Merah pada hari Minggu dalam misi pelatihan bersama dengan pesawat tempur Kuwait dan Saudi, sebelum meninggalkan wilayah tersebut.
Baca Juga
"Ancaman terhadap AS dan mitra kami tidak akan terjawab," Letnan Jenderal Alexus Grynkewich, perwira tinggi Angkatan Udara AS di Timur Tengah mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Advertisement
"Misi seperti ini bertujuan untuk menunjukkan kemampuan kita menggabungkan kekuatan untuk menghalangi, dan jika perlu, mengalahkan musuh kita."
Meskipun Komando Pusat militer AS tidak menyebutkan Iran, Washington sering mengirim pesawat bomber B-52 ke wilayah tersebut ketika permusuhan membara antara AS dan Iran. Langkah tersebut sebelumnya terjadi pada bulan Juni.
Musuh regional Iran yaitu israel Israel, juga bergabung dalam misi multinasional tersebut.
Meskipun tidak diakui oleh AS, tiga jet tempur F-16 Israel menemani kegiatan pengeboman Amerika “melalui langit Israel dalam perjalanan mereka ke Teluk (Persia),” kata militer Israel, menggambarkan kerja sama negara itu dengan militer AS sebagai kunci untuk "mempertahankan keamanan udara di Israel dan Timur Tengah."
Komando Pusat diperluas tahun lalu untuk memasukkan Israel, sebuah langkah yang terlihat untuk mendorong kerja sama regional melawan Iran di bawah mantan Presiden Donald Trump.
Adanya Kesepakatan Nuklir
Keputusan Trump empat tahun lalu untuk menarik AS dari kesepakatan nuklir penting Teheran dengan kekuatan dunia memicu serangkaian insiden yang meningkat di kawasan itu.
Bahkan ketika para diplomat sekarang memperdebatkan kemungkinan kebangkitan kembali perjanjian nuklir, angkatan laut Iran menyita dua drone laut Amerika di Laut Merah pekan lalu.
Penangkapan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Garda Revolusi paramiliter negara itu menarik drone laut lain sebelum melepaskannya saat kapal perang Amerika membuntutinya.
Angkatan Laut AS telah mengerahkan drone pengintai udara ultra-daya tahan untuk memantau ancaman di perairan penting, yang telah menyaksikan serangan maritim berulang.
Advertisement
Ketegangan yang Terus Berlanjut
Ketegangan juga tetap tinggi setelah konfrontasi baru-baru ini antara pasukan AS dan milisi yang didukung Iran di wilayah tersebut.
Washington bulan lalu melakukan serangan udara di Suriah timur yang menargetkan daerah-daerah yang digunakan oleh milisi yang didukung oleh Pengawal Revolusi Iran, yang memicu tanggapan dari para pejuang yang didukung Iran.
Negosiator AS dan Iran di Wina telah berusaha untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, yang memberlakukan batasan tajam pada program atom Iran dengan imbalan keringanan sanksi internasional.
Pekan lalu, Departemen Luar Negeri menggambarkan posisi negosiasi terbaru Iran sebagai "tidak konstruktif."
Sementara itu, Iran sekarang memperkaya uranium hingga kemurnian 60% dimana ini merupakan tingkat yang belum pernah dicapai sebelumnya yang merupakan langkah teknis singkat dari 90%.
Sementara Iran telah lama mempertahankan programnya damai, para ahli nonprofilisasi memperingatkan Teheran memiliki cukup uranium yang diperkaya 60% untuk diproses ulang menjadi bahan bakar untuk setidaknya satu bom nuklir.
Amerika Serikat Pelajari Proposal Pakta Nuklir Terbaru Iran
Amerika Serikat mengatakan Selasa (16/8) bahwa pihaknya sedang mengkaji tanggapan Iran terhadap proposal final yang ditengahi Uni Eropa tentang menghidupkan kembali perjanjian internasional 2015. Perjanjian itu dimaksudkan untuk membatasi program pengembangan nuklir Teheran.
Departemen Luar Negeri mengatakan telah menerima dokumen Iran dari Uni Eropa dan akan berbagi tanggapan AS dengan sekutu-sekutunya dari Eropa.
Kantor berita resmi IRNA di Teheran melaporkan Selasa bahwa negosiator Iran telah mengirimkan jawaban kepada Uni Eropa dan mengindikasikan mereka tetap tidak akan menerima proposal UE tersebut, meskipun ada peringatan bahwa jika Iran bersikap demikian maka tidak akan ada lagi negosiasi.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian sebelumnya dikutip oleh IRNA telah mengatakan bahwa “pihak Amerika telah secara lisan menerima dua tuntutan” yang dibuat oleh Teheran.
Seorang juru bicara diplomat tertinggi Uni Eropa, Josep Borrell, membenarkan bahwa Teheran telah menyampaikan tanggapannya dan mengatakan tanggapan itu sedang dipelajari.
Negara-negara utama yang berunding dengan Iran telah menunggu tanggapan Teheran terhadap draf akhir yang diajukan Borrell pekan lalu.
IRNA, dengan mengutip seorang diplomat Iran yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa “proposal Uni Eropa dapat diterima asalkan mereka memberikan jaminan kepada Iran pada berbagai poin yang berkaitan dengan sanksi dan perlindungan” serta masalah yang dikembangkan dengan Badan Energi Atom Internasional.
Inggris, China, Jerman, dan Rusia melanjutkan pembicaraan dengan Iran mengenai kesepakatan itu pada awal Agustus setelah jeda selama berbulan-bulan. Amerika Serikat telah berpartisipasi secara tidak langsung.
Advertisement