Liputan6.com, Islamabad - Pemerintah Pakistan memerintahkan sejumlah langkah konservasi energi, termasuk menutup semua mal dan pasar pada pukul 20.30 waktu setempat. Kebijakan ini diterapkan di tengah krisis ekonomi yang melanda negara tersebut.
Menurut Menteri Pertahanan Khawaja Asif, langkah-langkah penghematan yang telah disetujui kabinet itu, dapat menyelamatkan keuangan negara sekitar 62 miliar rupee Pakistan atau sekitar Rp4,3 triliun. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (4/3/2023).
Baca Juga
Pakistan saat ini masih menantikan suntikan dana dari Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar US$1,1 miliar. Cadangan devisa negara itu dilaporkan hampir tidak dapat menutupi impor sebulan, yang sebagian besar digunakan untuk pembelian energi.
Advertisement
Lebih lanjut, Asif menuturkan bahwa sejumlah langkah tambahan akan segera berlaku, termasuk menutup restoran dan aula pernikahan pada pukul 22.00. Meski sejumlah perwakilan pasar telah meminta kelonggaran waktu, namun pemerintah menilai penutupan lebih awal diperlukan.
Mengurangi Konsumsi Listrik
Selain mal dan pasar, Asif mengungkapkan bawah Perdana Menteri Shehbaz Sharif juga telah memerintahkan seluruh kementerian untuk mengurangi konsumsi listrik hingga 30%. Rencana penghematan energi juga mencakup larangan produksi bola lampu yang tidak efisien mulai Februari dan kipas angin mulai Juli.
Puncak penggunaan listrik pada musim panas di Pakistan adalah 29.000 megawatt (MW) dibandingkan dengan 12.000 MW di musim dingin, terutama karena penggunaan kipas angin di cuaca yang lebih panas.
"Setengah dari lampu jalan di seluruh negeri juga akan tetap dimatikan," ungkap Asif.
Sebagian besar listrik Pakistan diproduksi menggunakan bahan bakar fosil impor, termasuk gas alam cair, yang harganya meroket dalam beberapa bulan terakhir.
Pemerintah telah mencoba menstabilkan ekonomi dengan menahan impor dan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade. Mata uang yang terdepresiasi dengan cepat telah membuat impor lebih mahal sementara harga konsumen naik 25% tahun ke tahun pada paruh pertama tahun fiskal.
Pakistan saat ini tengah memulihkan diri dari dampak bencana banjir tahun lalu, yang menenggelamkan lebih dari sepertiga wilayah negara itu dan menyebabkan kehancuran yang meluas serta kerugian finansial yang besar.
Menurut Indeks Risiko Iklim Global yang disusun oleh LSM lingkungan Germanwatch, Pakistan adalah negara kedelapan yang paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Banjir, kekeringan, dan topan dalam beberapa tahun terakhir yang melanda Pakistan tidak hanya mematikan dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal, namun juga menghancurkan mata pencaharian dan merusak infrastruktur.
Advertisement
Indonesia Kirim Bantuan untuk Korban Banjir Pakistan
Pemerintah Indonesia ikut bergabung dengan masyarakat internasional lainnya dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban banjir di Pakistan tahun lalu.
Bantuan kemanusiaan Indonesia dalam bentuk paket obat-obatan, tenda, pakaian, selimut, kantong tidur, kelambu, dan generator diterbangkan dengan dua pesawat khusus yang dilepas langsung oleh Presiden Joko Widodo. Selain itu, Presiden Jokowi juga menjanjikan bantuan dana hibah sebesar US$1 juta dan pengiriman tim medis.
Adapun tim bantuan kemanusiaan yang diberangkatkan ke Pakistan dengan dua pesawat Garuda dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendi.
Total bantuan hibah non-tunai dari Indonesia untuk Pakistan adalah senilai US$1,2 juta dengan berat tonase sekitar 90 ton.
1.600 Orang Tewas dan 650.000 Ibu Hamil Terdampak
Sekitar 33 juta orang terdampak banjir Pakistan, termasuk 650.000 ibu hamil. Adapun korban tewas mencapai lebih dari 1.600 orang.
Kerusakan akibat banjir ditaksir mencapai USD30 miliar, di mana dua juta rumah, 23.900 sekolah, 1.460 fasilitas kesehatan, dan jalan sepanjang 13.000 km terdampak. Lebih dari dua juta hektare lahan pertanian juga ikut tersapu.
Advertisement