Liputan6.com, Islamabad - Komunitas internasional menyoroti situasi yang semakin memprihatinkan di Balochistan, Pakistan. Rentetan kekerasan terhadap aktivis di wilayah tersebut mengingatkan dunia pada penindasan yang dialami oleh rakyat Bangladesh di masa lalu.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 21 Maret 2025 mengungkap tindakan represif polisi Pakistan di Quetta terhadap aksi damai yang digelar Baloch Unity Committee (BYC) di depan Universitas Balochistan, dikutip dari eurasiareview, Selasa (8/4/2025).
Advertisement
Baca Juga
Mereka menuntut pembebasan aktivis yang ditahan secara sewenang-wenang. Aksi tersebut berakhir tragis—tiga orang tewas tertembak, sejumlah lainnya luka-luka, dan puluhan ditangkap.
Advertisement
Para pakar menyatakan kekhawatiran atas meningkatnya penindasan terhadap BYC, yang kian memburuk setelah serangan kelompok separatis Baloch terhadap kereta penumpang pada 11 Maret 2025. Serangan ini dijadikan dalih untuk menangkapi sejumlah pembela HAM dan aktivis BYC tanpa proses hukum yang layak.
Untuk memahami akar persoalan di Balochistan—dan sebelumnya di Bangladesh—perlu ada keberanian untuk melihat realitas sejarah dan kompleksitas budaya, politik, serta agama di kawasan tersebut. Sayangnya, banyak pihak, khususnya di Barat, sering gagal melihat perbedaan penting dalam dinamika keagamaan di Asia.
Agama kerap dijadikan alat kekuasaan untuk menekan suara-suara berbeda, termasuk melalui kekerasan berbasis gender dan represi politik.
Meski secara geografis dan budaya sangat berbeda, Balochistan dan Bangladesh memiliki sejarah kelam yang serupa: penindasan sistematis oleh negara Pakistan, penggunaan kekuatan militer, eksploitasi ekonomi, dan penghilangan paksa terhadap masyarakatnya.
Â
Operasi Searchlight
Bangladesh, yang dahulu dikenal sebagai Pakistan Timur, mengalami genosida pada tahun 1971 lewat Operasi Searchlight. Saat itu, militer Pakistan menyerang habis-habisan gerakan nasionalisme Bengali. Intelektual dibunuh, perempuan diperkosa, dan desa-desa dibakar. Perjuangan berdarah ini akhirnya membuahkan kemerdekaan Bangladesh, dengan dukungan militer dari India. Sekitar 3 juta jiwa melayang dan jutaan lainnya menjadi pengungsi.
Namun, sejak pertengahan 2024, Bangladesh kembali dilanda gejolak akibat protes mahasiswa yang menuntut keadilan dan melawan korupsi. Lebih dari 800 orang dilaporkan tewas, dan Perdana Menteri Sheikh Hasina akhirnya mundur dari jabatannya. Wartawan juga turut menjadi korban, baik secara fisik maupun hukum.
Sementara itu, Balochistan belum pernah merasakan kemerdekaan. Provinsi ini dianeksasi Pakistan pada tahun 1948, meski ditolak oleh masyarakat lokal. Sejak itu, Balochistan dilanda pemberontakan yang selalu ditekan dengan kekerasan militer. Ribuan orang hilang secara misterius, tanpa kejelasan nasib. Meskipun kaya akan emas, gas, dan mineral, rakyat Baloch tetap miskin dan terpinggirkan.
Jika Bangladesh dahulu dijarah lewat hasil bumi seperti jute dan teh, maka Balochistan dijarah lewat tambang-tambangnya. Bedanya, Bangladesh kini tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru, terutama di sektor industri tekstil, sedangkan Balochistan masih terperangkap dalam kemiskinan dan ketakutan.
Â
Advertisement
