Ritual Seppuku: PM Jepang Fumio Kishida Diminta Bunuh Diri oleh Rusia

Dukungan Jepang terhadap Ukraina membuat panas Rusia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Jan 2023, 10:28 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2023, 10:00 WIB
Fumio Kishida
Mantan Menteri Luar Negeri Fumio Kishida saat konferensi pers di markas besar Partai Demokrat Liberal setelah terpilih sebagai perdana menteri Jepang yang baru di Tokyo, Rabu (29/9/2021). Kishida menggantikan pemimpin partai dari PM Yoshihide Suga yang mengundurkan diri. (Du Xiaoyi/Pool Photo via AP

Liputan6.com, Moskow - Retorika keras terhadap Jepang dilontarkan oleh seorang pejabat tinggi di pemerintahan Rusia. Mantan presiden dan perdana menteri Rusia, Dmitry Medvedev, meminta agar Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida melakukan seppuku. 

Seppuku adalah ritual bunuh diri di Jepang untuk laki-laki dengan cara menusuk perut dan mengeluarkan isinya, kemudian dilakukan pemenggalan. 

Dilaporkan Mainichi, Senin (16/1/2023), Medvedev mengeluarkan pernyataan itu setelah PM Fumio Kishida dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden kompak memperingatkan Rusia agar tidak menggunakan senjata nuklir.

Medvedev membalas bahwa hanya Amerika Serikat yang pernah memakai senjata nuklir di Hiroshima dan Nagasaki ketika berperang melawan Jepang. Ia lantas menyerang Kishida dan memintanya untuk seppuku.

"Kishida hanyalah staf pelayanan bagi orang Amerika. Dan pelayan tidak punya keberanian. Orang Jepang hanya dapat dikasihani," tulis Medvedev dalam pesan Telegramnya. 

Ia pun menyebut PM Kishida agar membersihkan rasa malunya dengan melakukan seppuku di depan para anggota kabinet. Namun, Medvedev berkata orang Jepang zaman sekarang tidak punya kehormatan.

Saat ini, Medvedev menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia.

Media pemerintah Rusia, TASS, juga menulis laporan tersebut, tetapi mereka tidak menulis bagian menyuruh bunuh diri.

Sebelumnya, Presiden Biden dan PM Kishida mengeluarkan pernyataan bersama untuk memperkuat aliansi di Indo-Pasifik dan di dunia.

"Kami akan terus menerapkan sanksi-sanksi kepada Rusia, dan menyediakan dukungan tanpa goyah kepada Ukraina. Kami menyatakan bahwa penggunaan senjata nuklir oleh Rusia di Ukraina akan menjadi tindakan permusuhan kepada umat manusia dan tidak bisa dijustifikasi dalam cara apapun," tulis pernyataan di situs Gedung Putih.

Isu-isu lain yang disentuh dalam pernyataan itu adalah denuklirisasi Korea Utara, stabilitas di Selat Taiwan, hingga kerja sama ekonomi dengan Jepang.

Ritual Seppuku

Sekigahara Kassen Byōbu. Ilustrasi Perang Sekigahara di 1600.
Sekigahara Kassen Byōbu. Ilustrasi Perang Sekigahara di 1600. Dok: Wikicommons

Ritual seppuku lebih dikenal dengan nama harakiri di Indonesia. Seppuku dilakukan para samurai untuk kehormatan mereka, misalnya ketika kalah dalam perang. 

Menurut situs From Japan, ritual ini dilakukan sebagai cara tanggung jawab bagi samurai dan militer Jepang ketika gagal dalam misi mereka. Ritual ini bisa dilakukan sendiri atau atas perintah. Meski seppuku adalah ritual zaman dulu, dampak seppuku ini pun masih "berlanjut" secara negatif terhadap tindakan bunuh diri di era kontemporer Jepang saat ini. 

Salah satu pemimpin yang pernah melakukan seppuku adalah Nobunaga Oda yang merupakan salah satu pemersatu Jepang di era Sengoku. Ia melakukan seppuku di Kuil Honnoji saat dikhianati oleh jenderal kepercayaannya, Mitsuhide Akechi. 

Sejumlah tokoh di era Sengoku yang juga melakukan seppuku adalah Nagamasa Azai (ipar Nobunaga, suami Oichi), Katsuie Shibata (ipar Nobunaga, suami kedua Oichi), Ujmasa Hojo, dan Katsuyori Takeda.

Ada pula seppuku dari ronin (samurai tanpa tuan) pada tahun 1703. Sebanyak 46 dari 47 ronin itu melakukan seppuku usai membunuh Yoshinaka Kira, seorang pejabat penting pemerintahan.

Kira memerintahkan seorang daimyo (bangsawan) Naganori Asano untuk melakukan bunuh diri. Akibatnya, para samurai pengikut Asano menjadi ronin. 

Sastrawan Jepang, Yukio Mishima, juga melakukan seppuku pada tahun 1970 ketika masih berusia 45 tahun.

NATO Desak Barat Kirim Lebih Banyak Senjata Berat ke Ukraina

Serangan Rudal Rusia Hantam Gedung Apartemen di Dnipro, 12 Orang Tewas
Petugas darurat membersihkan puing-puing setelah rudal Rusia menghantam apartemen di Kota Dnipro, Ukraina, 14 Januari 2023. Rusia meluncurkan gelombang serangan besar untuk memukul infrastruktur energi di Ukraina termasuk sebuah gedung apartemen sembilan lantai di Kota Dnipro yang menyebabkan 12 orang tewas. (AP Photo/Evgeniy Maloletka)

Kembali ke perang Rusia-Ukraina, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memuji komitmen sejumlah negara terkait pengiriman senjata berat ke Ukraina. Pernyataan Stoltenberg muncul pada Minggu (15/1/2023), sehari setelah gelombang serangan Rusia menargetkan infrastruktur penting Ukraina dan menewaskan sedikitnya 30 orang.

"Janji mengirimkan peralatan berat perang itu penting dan saya berharap ada lebih banyak dalam waktu dekat," kata Stoltenberg seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (16/1).

Pada Jumat mendatang, Stoltenberg dikabarkan akan menggelar pertemuan dengan para pejabat pertahanan anggota NATO untuk mengoordinasikan pengiriman senjata ke Ukraina.

Ketika ditanya apakah Jerman juga seharusnya ikut menyediakan senjata berat bagi Ukraina, Stoltenberg menjawab, "Kita berada dalam perang yang menentukan. Kita mengalami pertempuran sengit. Untuk itu, penting bagi kita untuk menyediakan Ukraina persenjataan yang dibutuhkan agar memenangkan peperangan dan melanjutkan hidup sebagai negara yang merdeka."

Ukraina Butuh Senjata

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. (Foto: Dok. Instagram terverifikasi @zelenskiy_official)
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. (Foto: Dok. Instagram terverifikasi @zelenskiy_official)

Pada Sabtu (14/1), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyerukan agar sekutu Barat mengirimkan lebih banyak persenjataan berat. Dia menegaskan bahwa teror Rusia hanya bisa dihentikan di medan perang.

"Lantas apa yang dibutuhkan? Senjata-senjata yang ada di gudang sekutu kami," kata Zelensky.

Zelensky menyampaikan hal tersebut tidak lama setelah Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak berjanji akan mengirimkannya tank Challenger 2.

Polandia dan Finlandia juga telah mengisyaratkan kesediaan mereka untuk membantu Ukraina dengan mengirimkan tank Leopard 2 pabrikan Jerman. Di lain sisi, komitmen negara-negara tersebut meningkatkan tekanan pada Kanselir Jerman Olaf Scholz dan pemerintahan koalisinya.

Fenomena di atas disebut menunjukkan perubahan sikap Barat, yang menolak memasok senjata berat ke Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari 2022.

Desakan pengiriman senjata berat ini terjadi di tengah klaim Rusia berhasil merebut Kota Soledar di Donetsk timur. Namun, Ukraina membantah pengakuan Moskow dan mengatakan pertempuran sengit terus berlanjut di kota itu.

Institute for the Study of War yang berpusat di Amerika Serikat mengatakan bahwa pasukan Ukraina sangat tidak mungkin mempertahankan Soledar seorang diri.

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya