Liputan6.com, Beograd - Puluhan ribu orang menggelar protes menentang kekerasan senjata api di Beograd dan kota lain di Serbia pasca dua penembakan massal selama dua hari berturut-turut Rabu (3/5/2023) dan Kamis (4/5/). Tujuh belas orang tewas dalam dua tragedi terpisah tersebut, termasuk delapan anak sekolah dasar.
Para pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri pejabat tinggi pemerintah dan menginginkan surat kabar serta stasiun televisi yang mempromosikan kekerasan ditutup.
Baca Juga
Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengutuk aksi protes. Dia menuduh oposisi memanfaatkan tragedi nasional demi kepentingan mereka.
Advertisement
Vucic bahkan mengatakan dia siap menguji popularitas partainya dengan pemilu yang dipercepat.
"Saya akan terus bekerja dan saya tidak akan pernah mundur... Apakah itu perombakan pemerintahan atau pemilu, kita lihat saja," ungkap Vucic seperti dikutip dari BBC, Selasa (9/5/2023).
Pemilu Serbia berikutnya dijadwalkan berlangsung pada 2026.
Sejumlah petugas polisi ditempatkan di dekat semua sekolah di Beograd saat mereka memulai kembali kelas pada Senin (8/5). Pemerintah berencana merekrut lebih banyak petugas untuk ditempatkan di sekolah-sekolah menyusul penembakan massal di sekolah dasar pada 3 Mei.
Amnesti Senjata Api Ilegal
Demonstran yang turun ke jalan-jalan membawa spanduk bertuliskan "Serbia melawan kekerasan".
"Kami di sini karena tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kita sudah menunggu terlalu lama, kita terlalu lama diam, kita terlalu lama memalingkan kepala," ujar seorang guru sekolah Marina Vidojevic yang ikut demonstrasi.
"Kami ingin sekolah, jalan, desa, dan kota yang aman bagi seluruh anak."
Ribuan orang juga turun ke Kota Novi Sad, di mana demonstran ikut melemparkan bunga ke Sungai Danube.
Para pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri menteri dalam negeri dan kepala badan intelijen Serbia. Menteri Pendidikan Serbia Branko Ruzic sendiri sudah mengundurkan diri pada Minggu.
Serbia memiliki tingkat kepemilikan senjata tertinggi di Eropa. Menurut survei tahun 2018, sekitar 39 dari 100 orang memiliki senjata.
Presiden Vucic telah memulai amnesti selama satu bulan untuk menyerahkan senjata ilegal, di mana orang-orang dapat menyerahkan senjata mereka ke polisi tanpa pertanyaan. Menurut polisi Serbia, pada hari pertama amnesti terdapat sekitar 1.500 senjata diserahkan.
Advertisement