Liputan6.com, Stockholm - Sembilan kekuatan nuklir dunia terus memodernisasi persenjataan mereka dan sejumlah negara menggunakan sistem senjata nuklir atau berkemampuan nuklir baru pada tahun 2022. Hal tersebut diungkapkan Direktur Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Dan Smith.
"Kita sedang hanyut ke dalam salah satu periode paling berbahaya dalam sejarah manusia," ujar Smith seperti dilansir AP, Selasa (13/6/2023).
Baca Juga
"Sangat penting agar pemerintah dunia menemukan cara untuk bekerja sama dalam meredakan ketegangan geopolitik, memperlambat perlombaan senjata, dan menangani konsekuensi yang memburuk dari kerusakan lingkungan serta meningkatnya kelaparan."
Advertisement
SIPRI memperkirakan bahwa dari total invetaris global 12.512 hulu ledak pada Januari 2023, sektar 9.576 berada dalam stok militer untuk penggunaan potensial. Jumlah itu lebih banyak 86 unit dibanding Januari 2022.
Adapun sembilan negara yang dimaksud SIPRI adalah Amerika Serikat (AS), Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel.
Dalam laporan tahunannya, SIPRI menulis bahwa AS dan Rusia masing-masing memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak yang sebelumnya pensiun dari dinas militer, yang mereka bongkar secara bertahap. Sementara itu, ukuran persenjataan China telah meningkat dari 350 hulu ledak pada Januari 2022 menjadi 410 pada Januari 2023 dan diperkirakan akan terus bertambah.
"Bergantung pada bagaimana China memutuskan menyusun pasukannya, China berpotensi memiliki setidaknya rudal balistik antarbenua sebanyak AS atau Rusia pada pergantian dekade ini," ungkap SIPRI.
Kontrol Senjata Nuklir Dunia Mundur
SIPRI lebih lanjut menyebutkan bahwa kontrol senjata nuklir dan diplomasi perlucutan senjata telah mengalami kemunduran besar setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. AS menangguhkan dialog stabilitas strategis bilateral dengan Rusia dan Moskow pada Februari 2023 mengumumkan bahwa pihaknya menangguhkan partisipasi dalam perjanjian nuklir New START.
Mengizinkan inspeksi situs senjata dan memberikan informasi tentang penempatan rudal balistik antarbenua dan berbasis kapal selam serta peluncuran uji coba mereka adalah komponen penting dari New START, yang ditandatangani oleh Barack Obama dan Dmitry Medvedev pada tahun 2010.
Meski demikian, menurut penilaian SIPRI, kekuatan nuklir strategis yang dikerahkan kedua negara tetap berada dalam batas perjanjian New START per Januari 2023.
Advertisement