Liputan6.com, Quito - Ibu kota Ekuador, Quito, diguncang serangan granat dan dua bom mobil semalaman, beberapa jam kemudian disusul oleh aksi narapidana di enam penjara menyandera 57 penjaga penjara atau sipir dan polisi pada Kamis 31 Agustus 2023 waktu setempat. Demikian kata para pejabat seperti dikutip dari AFP, Jumat (1/9/2023).
Gelombang serangan di Ekuador ini jelas merupakan unjuk kekuatan yang dilakukan oleh geng kejahatan terorganisir yang tidak memakan korban jiwa, sementara pemberontakan di penjara diyakini sebagai balasan terhadap penyisiran polisi di penjara untuk menyita senjata sehari sebelumnya.
Baca Juga
Bom mobil tersebut disebutmenargetkan otoritas penjara SNAI di negara yang dilanda kekerasan tersebut – satu bom meledak di luar kantor pusatnya dan satu lagi di gedung yang dulunya merupakan kantor SNAI.
Advertisement
Beberapa jam kemudian, kata SNAI, narapidana di enam lembaga pemasyarakatan di seluruh negeri berhasil menangkap 50 penjaga penjara dan tujuh polisi kemudian disandera.
“Kami mengkhawatirkan keselamatan para petugas kami,” kata Menteri Dalam Negeri Juan Zapata pada konferensi pers di ibu kota Quito.
Negara ini, yang hingga beberapa tahun lalu merupakan surga damai antara produsen kokain terbesar di dunia – Kolombia dan Peru – baru-baru ini mengalami kekerasan karena negara tersebut menjadi pusat perdagangan narkoba.
Penjara di Ekuador telah menjadi lokasi pembantaian oleh geng-geng saingan yang memiliki hubungan dengan kartel Kolombia dan Meksiko yang telah menyebabkan kematian lebih dari 430 narapidana sejak tahun 2021, sering kali meninggalkan jejak tubuh yang terbakar dan terpotong-potong.
Kepala investigasi anti-narkoba polisi, Jenderal Pablo Ramirez, mengatakan kepada wartawan bahwa salah satu mobil yang dijadikan peledak adalah sebuah sedan, berisi "dua tabung gas berisi bahan bakar, sekring lambat dan tampaknya dinamit."
Petugas pemadam kebakaran mengatakan tidak ada korban luka.
Ledakan Granat, 6 Orang Ditangkap
Wali Kota Quito Pabel Munoz mengatakan pada Kamis malam itu juga terjadi tiga ledakan granat di kota tersebut.
Enam orang, termasuk seorang warga negara Kolombia, ditangkap di dekat lokasi salah satu ledakan tersebut, menurut .
Semuanya memiliki riwayat kriminal pemerasan, perampokan dan pembunuhan, kata Ramirez.
"Tiga dari mereka ditangkap 15 hari yang lalu karena pencurian truk dan penculikan yang bersifat pemerasan... dan dibebaskan dengan syarat," kata Ramirez.
Advertisement
Mengintimidasi Negara
Serangan semacam ini jarang terjadi di Quito, namun mengingatkan kita pada teror yang dilancarkan di Kolombia oleh gembong narkoba Pablo Escobar pada tahun 1980an, ketika ia menyatakan perang terhadap negara tersebut untuk mencegah ekstradisinya ke Amerika Serikat.
Ramirez mengatakan pemindahan narapidana pada Rabu pagi, yang bertujuan mencegah bentrokan geng, mungkin menjadi pemicunya.
Selain itu, ratusan polisi dan tentara pada hari Rabu menggerebek sebuah penjara di Kota Latacunga di selatan, mencari senjata, amunisi dan bahan peledak.
Sebagai bentuk protes, para narapidana di Cuenca – ratusan kilometer jauhnya – dan penjara di lima lokasi lain yang tidak disebutkan namanya menyandera puluhan penjaga penjara.
"Mereka ingin mengintimidasi negara untuk mencegah kami terus menjalankan peran angkatan bersenjata dan polisi dalam mengendalikan pusat-pusat penjara ini,” kata Menteri Keamanan Wagner Bravo kepada radio FM Mundo.
Presiden Guillermo Lasso pada bulan Juli menetapkan keadaan darurat selama 60 hari untuk penjara-penjara di negara tersebut, sehingga memungkinkan pengerahan tentara untuk mengendalikan sistem penjara.
Teror Geng Narkoba hingga Mutilasi Jasad
Geng narkoba, yang menggunakan penjara sebagai pusat operasi, juga berhadapan di jalan-jalan Ekuador, di mana angka pembunuhan meningkat hingga mencapai rekor 26 per 100.000 penduduk pada tahun 2022. Jumlah ini hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dan lebih tinggi dibandingkan angka di Kolombia, Meksiko, atau Brasil.
Kekerasan meluas ke ranah politik awal bulan ini, dengan pembunuhan calon presiden anti-korupsi Fernando Villavicencio di Quito.
Kota di Ekuador yang paling terkena dampak kekerasan hingga saat ini adalah Guayaquil di barat daya, yang pelabuhannya merupakan kunci bagi perdagangan narkoba yang berkembang pesat ke Eropa dan Amerika Serikat.
Selain bentrokan penjara yang mengerikan, Guayaquil juga dilanda bom mobil, jasad mutilasi yang digantung di jembatan, penculikan dan pemerasan.
Advertisement