HRW: China Lakukan Pemulangan Paksa terhadap Lebih dari 500 Warga Korea Utara

Kekhawatiran mengenai pemulangan paksa telah meningkat sejak pemerintah Korea Utara mengumumkan pembukaan kembali perbatasannya pada Agustus 2023, yang ditutup pada awal pandemi COVID-19.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Okt 2023, 19:10 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2023, 19:10 WIB
Ilustrasi Korea Utara (AFP)
Ilustrasi Korea Utara (AFP)

Liputan6.com, Beijing - Laporan kelompok pembela hak asasi manusia (HAM) Human Rights Watch (HRW) pada Kamis (12/10/2023) menyebutkan bahwa China baru-baru ini memulangkan secara paksa lebih dari 500 orang yang melarikan diri dari Korea Utara.

Para pengungsi yang dipulangkan tersebut, yang kebanyakan perempuan, disebut HRW punya risiko besar untuk ditahan di kamp kerja paksa dan menghadapi penyiksaan, kekerasan seksual, penghilangan paksa, hingga eksekusi.

Stephen Kim, seorang misionaris bawah tanah dari Korea Selatan yang memiliki kontak luas di Korea Utara dan China menurut HRW menuturkan bahwa pada Senin 9 Oktober malam, pemerintah China mengangkut warga Korea Utara dengan konvoi kendaraan melewati lima penyeberangan perbatasan yang berbeda. Dia menambahkan bahwa sejumlah tahanan berhasil meminta penjaga China menelepon anggota keluarga mereka di Korea Selatan untuk mengabarkan kondisi mereka. Demikian seperti dikutip dari situs web resmi HRW, Jumat (13/10).

Kekhawatiran mengenai pemulangan paksa telah meningkat sejak pemerintah Korea Utara mengumumkan pembukaan kembali perbatasannya pada Agustus 2023, yang ditutup pada awal pandemi COVID-19. Korea Utara telah meningkatkan keamanan perbatasan dalam beberapa tahun terakhir, dengan pagar baru dan pos penjagaan serta penegakan hukum yang ketat yang melarang keluarnya orang tanpa izin.

Korea Utara menganggap kepergian tanpa izin merupakan kejahatan pengkhianatan terhadap bangsa yang dapat dihukum mati atau ditahan di kamp kerja paksa yang kejam.

"Menghadapi ancaman tersebut, setiap orang Korea Utara yang meninggalkan atau tinggal di luar negaranya tanpa izin harus dianggap sebagai 'refugee sur place' (pengungsi di tempat): seseorang yang menjadi pengungsi setelah meninggalkan negaranya tanpa memperhatikan perlakuan atau alasan meninggalkan negaranya," sebut HRW.

 

China Penandatangan Konvensi Pengungsi dan Konvensi Menentang Penyiksaan

Xi Jinping dan Kim Jong-un
Presiden China Xi Jinping dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berjalan sambil berbincang di pantai Dalian, Selasa (8/5). kunjungan kedua Kim ke China terjadi sebelum pertemuannya dengan Donald Trump. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

HRW secara terpisah mengonfirmasi bahwa pihak berwenang China memulangkan secara paksa 80 warga Korea Utara pada 29 Agustus dan 40 lainnya pada 18 September tahun 2023, dan hampir 50 warga Korea Utara pada Juli 2021. Dalam surat tertanggal 21 September kepada pemimpin China Xi Jinping, HRW bergabung dengan banyak kelompok lain yang menyerukan China untuk menunda pemulangan paksa.

Pemerintah China, ungkap HRW, secara rutin mencap warga/pembelot Korea Utara yang tidak memiliki dokumen sebagai "migran ekonomi" dan tidak mengizinkan mereka mencari suaka atau permukiman kembali, namun mendeportasi mereka ke Korea Utara berdasarkan protokol perbatasan bilateral tahun 1986.

Namun, China adalah salah satu pihak dalam Konvensi Pengungsi dan Konvensi Menentang Penyiksaan PBB, yang melarang pemulangan paksa siapapun yang benar-benar berisiko mengalami penganiayaan atau penyiksaan. Komisi Penyelidikan HAM PBB di Korea telah memperingatkan pemerintah China pada tahun 2013 bahwa pejabat yang terlibat dalam repatriasi paksa berisiko menghadapi tanggung jawab pidana karena bersekongkol dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.

HRW mengajak negara-negara lain untuk mengecam pemulangan paksa warga Korea Utara baru-baru ini dari China dan menyerukan diakhirinya tindakan serupa di masa depan.

"Pemerintah China harus memberi otoritas PBB akses terhadap tahanan Korea Utara dan memberikan status pengungsi kepada warga Korea Utara atau memberikan mereka perjalanan yang aman ke Korea Selatan atau negara lain," imbuh HRW.

Tanggapan Korea Selatan

Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP
Bendera Korea Utara dan Korea Selatan berkibar berdampingan - AFP

Korea Selatan pada Jumat merespons laporan HRW. Namun, mereka tidak mengonfirmasi jumlah pasti warga Korea Utara yang dipulangkan paksa.

"Posisi pemerintah adalah bahwa dalam keadaan apapun warga Korea Utara yang tinggal di luar negeri tidak boleh dipulangkan secara paksa di luar keinginan mereka. Pemulangan paksa yang bertentangan dengan keinginan seseorang merupakan pelanggaran terhadap norma non-refoulement internasional," kata juru bicara Kementerian Unifikasi Korea Selatan Koo Byoung Sam, seperti dikutip dari BBC.

Non-refoulement berarti pengungsi dan pencari suaka tidak boleh dipaksa kembali ke negara di mana mereka dapat menghadapi penganiayaan.

Menurut Koo Byoung Sam, Korea Selatan telah memprotes China dan menegaskan kembali posisinya. Dia menolak memberikan rincian lebih lanjut.

China Tidak Kenal Istilah Pembelot Korea Utara

Bendera Korea Utara (AFP)
Bendera Korea Utara (AFP)

Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Korea Utara Elizabeth Salmon memperkirakan sekitar 2.000 warga Korea Utara ditahan di China karena melintasi perbatasan tanpa izin.

Ketika ditanya tentang laporan repatriasi tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengatakan pada Kamis bahwa tidak ada yang disebut 'pembelot Korea Utara' di China.

Kemudian pada Jumat, Wang Wenbin, seperti dilansir Reuters menegaskan, "China akan terus menangani masalah ini dengan tepat sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan serta hukum domestik dan internasional."

 

Infografis Nuklir Korut
Ambisi Korea Utara Punya Senjata Nuklir
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya