Liputan6.com, Manila - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap pada 11 Maret 2025 berdasarkan surat perintah penangkapan dari International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perang melawan narkoba.
Penangkapan Rodrigo Duterte oleh ICC kembali menyoroti sejumlah pernyataan kontroversial Duterte selama kampanye antinarkobanya yang telah menewaskan sekitar 6.000 orang. Pernyataan-pernyataan tersebut dinilai membenarkan pembunuhan di luar hukum dan memicu kecaman internasional.
Advertisement
Baca Juga
Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa ribuan pembunuhan lainnya yang sebagian besar dilakukan terhadap orang miskin masih belum dapat dijelaskan, dengan jaksa ICC memperkirakan jumlah korban tewas mencapai 12.000-30.000.
Advertisement
Amnesty International, Human Rights Watch, dan Uni Eropa semuanya mengkritik pemimpin kontroversial tersebut atas pernyataan bombastis yang ia buat yang tampaknya mendukung pembunuhan tersebut.
Berikut ini adalah pernyataan Rodrigo Duterte tentang tindakan keras terkait kematian dan perang narkoba pada masanya menjabat sebagai presiden Filipina, mengutip dari Malay Mail, Rabu (2/3/2025):
1. Perintah Pembunuhan
"Ketika saya menjadi presiden, saya akan memerintahkan polisi dan militer untuk menemukan orang-orang ini dan membunuh mereka."
Sebagai calon presiden sebelumnya, Duterte mengatakan pada tanggal 16 Maret 2016 bahwa ia akan memberantas narkoba di Filipina dengan membunuh banyak pengedar sehingga akan menyebabkan ledakan bagi bisnis pemakaman.
2. Keadilan yang Keras
“Jika Anda tahu ada pecandu, silakan bunuh mereka sendiri karena meminta orang tua mereka melakukannya akan terlalu menyakitkan.”
Beberapa jam setelah dilantik sebagai presiden, Duterte pergi ke daerah kumuh Manila dan mendesak penduduk untuk membunuh tetangga yang kecanduan narkoba pada tanggal 30 Juni 2016.
Kasus ini bukan hanya tentang angka kematian yang tinggi, melainkan juga mengenai retorika kekerasan yang digunakan Duterte. Ia kerap mengeluarkan pernyataan yang dianggap sebagai pembenaran atas pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini memicu kekhawatiran atas impunitas dan melemahnya supremasi hukum di Filipina.
Sikap Duterte yang menarik Filipina dari perjanjian pembentukan ICC pada tahun 2019 juga semakin memperkuat kontroversi ini, menunjukkan upaya untuk menghindari akuntabilitas internasional.
Meskipun Duterte selalu membantah bertanggung jawab atas kematian yang melanggar hukum, menyatakan bahwa pembunuhan hanya terjadi dalam situasi membela diri, bukti yang dikumpulkan ICC menunjukkan sebaliknya. Penangkapannya menjadi bukti kuat adanya dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan selama masa kepemimpinannya.
Mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang ditangkap kemarin berdasarkan surat perintah Pengadilan Kriminal Internasional atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan selama "perang melawan narkoba", pernah berkata bahwa ia akan dengan senang hati membunuh tiga juta pecandu.
Meskipun Duterte bersikeras bahwa ia tidak bertanggung jawab atas kematian yang melanggar hukum, polisi memperkirakan telah menewaskan 6.000 orang dalam kampanye antinarkobanya.
Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa ribuan pembunuhan lainnya yang sebagian besar dilakukan terhadap orang miskin masih belum dapat dijelaskan, dengan jaksa ICC memperkirakan jumlah korban tewas mencapai 12.000-30.000.
3. Tidak ada Pengurangan Sanksi
“Kampanye tembak-menembak ini akan terus berlanjut sampai hari terakhir masa jabatan saya. Saya tidak peduli dengan hak asasi manusia, percayalah.”
Duterte yang tidak menyesal bersumpah tidak akan mengurangi sanksi meski jumlah korban tewas dari perang narkoba yang dilakukannya mendekati 1.000 pada tanggal 6 Agustus 2016.
“Saya akan dengan senang hati membantai mereka.”
Duterte memperkirakan pada tanggal 30 September 2016 bahwa ada tiga juta pecandu narkoba di Filipina, dan menambahkan bahwa ia ingin mereka semua mati. Setahun kemudian, ia mengatakan angkanya telah meningkat menjadi empat juta meskipun ia telah menindak tegas.
4. Memimpin dengan Memberi Contoh?
“Saya dulu melakukannya (membunuh) secara pribadi hanya untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa jika saya bisa melakukannya, Anda juga bisa."
Pada 12 Desember 2016, Duterte membanggakan bahwa ia telah membunuh beberapa tersangka ketika ia menjadi wali kota kota Davao.
"Jika Anda melakukan korupsi, siapa pun Anda, saya akan menerbangkan Anda dengan helikopter ke Manila dan akan mengusir Anda. Saya telah melakukannya sebelumnya, mengapa saya tidak melakukannya lagi?"
Duterte kala itu sempat menyinggung kejahatan masa lalu ketika menjelaskan kepada para penyintas topan bagaimana ia akan mengambil tindakan drastis terhadap narkoba dan korupsi pada 27 Desember 2016.
5. Maaf? Tidak Menyesal
“Anda ingin menakut-nakuti saya dengan mengancam akan memenjarakan saya? Pengadilan Kriminal Internasional? Omong kosong.”
Pada 28 November 2016, Duterte marah besar atas peringatan keras jaksa ICC Fatou Bensouda bahwa siapa pun yang memicu “kekerasan massal” di Filipina “berpotensi dituntut” di pengadilan dunia.
"Saya tidak peduli dengan penuntutan di ICC. Silakan saja. Akan menjadi suatu kehormatan bagi saya untuk masuk penjara demi negara saya. Akan menjadi kehormatan tersendiri bagi saya, bahkan jika mereka tidak menjadikan saya pahlawan, untuk mati demi negara saya."
Duterte kembali mengabaikan potensi penuntutan pada 20 September 2017.
Advertisement
