Liputan6.com, Edinburgh - Menteri Pertama Skotlandia Humza Yousaf mengatakan bahwa Israel bertindak terlalu jauh di Gaza. Dia membagikan video mertuanya, Elizabeth El-Nakla, yang saat ini terjebak di Gaza dan mengisahkan tentang kondisi di sana.
Yousaf mengaku sangat sulit menonton video yang dikirimkan mertuanya, namun pada saat bersamaan dia menekankan bahwa penting untuk membagikan video tersebut sehingga orang-orang dapat melihat bahwa mertuanya, seperti halnya warga Gaza pada umumnya, tidak ada hubungannya dengan Hamas.
Menyerukan masyarakat internasional untuk meningkatkan tindakan, Yousaf menggarisbawahi diperlukannya gencatan senjata dan koridor kemanusiaan untuk mengizinkan bantuan masuk dan orang-orang keluar.
Advertisement
"Ada bencana kemanusiaan yang sedang terjadi dan hukuman kolektif terhadap 2,2 juta warga Gaza tidak bisa dibenarkan," ungkap orang kulit berwarna dan muslim pertama yang memimpin Skotlandia itu, seperti dilansir BBC, Sabtu (14/10/2023).
Pada saat bersamaan, Yousaf menegaskan bahwa dia juga bersimpati penuh dan mutlak terhadap korban di sisi Israel.
Sedikitnya 1.300 orang tewas di Israel akibat serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober, termasuk di antaranya Bernard Cowan, yang besar di kawasan Glasgow sebelum akhirnya pindah ke Israel. Pada Kamis (12/10), Yousaf menghibur keluarga Cowan saat kebaktian di Sinagoge Giffnock Newton Mearns di East Renfrewshire.
Di Mana Rasa Kemanusiaan?
Awal pekan ini istri Yousaf, Nadia El-Nakla, mengatakan kepada BBC bahwa keluarganya ketakutan dan beberapa rumah kerabatnya di Gaza hancur.
Elizabeth dan suaminya, Maged, melakukan perjalanan ke Gaza pekan lalu untuk menjenguk kerabatnya yang sakit.
Dan Yousaf membagikan video mengharukan berdurasi 40 detik dari ibu mertuanya di platform X alias Twitter pada Jumat (13/10).
"Ini adalah Elizabeth El-Nakla. Dia adalah ibu mertua saya. Seorang pensiunan perawat dari Dundee, Skotlandia. Dia, seperti halnya mayoritas warga Gaza lainnya, tidak terlibat dengan Hamas. Dia telah diminta untuk meninggalkan Gaza, namun seperti orang-orang lainnya, dia terjebak dan tidak tahu harus ke mana," tulis Yousaf.
This is Elizabeth El-Nakla. She is my mother-in-law. A retired nurse from Dundee, Scotland. She, like the vast majority of people in Gaza, has nothing to do with Hamas. She has been told to leave Gaza but, like the rest of the population, is trapped with nowhere to go. pic.twitter.com/D3ZUtnEmyO
— Humza Yousaf (@HumzaYousaf) October 13, 2023
Sambil menatap langsung ke kamera, Elizabeth mengatakan, "Ini akan menjadi video terakhir saya.
"Semua orang dari Gaza bergerak menuju tempat kami berada. Satu juta orang. Tidak ada makanan, tidak ada air. Dan mereka tetap saja melakukan pengeboman ketika mereka (warga sipil) pergi. Di mana kami akan menempatkan mereka?"
Sambil menangis Elizabeth melanjutkan, "Namun, yang menganggu pikiran saya adalah seluruh orang di rumah sakit tidak dapat dievakuasi. Di mana rasa kemanusiaan? Di mana hati orang-orang di dunia yang membiarkan hal ini terjadi di zaman sekarang ini?
"Semoga Tuhan menolong kita. Sampai jumpa."
Israel pada Jumat telah meminta warga sipil di utara Gaza mengungsi ke selatan, sebuah permintaan yang diduga menandai akan dimulainya invasi darat atau serangan yang lebih masif.
Advertisement
Bencana Kemanusiaan
Ketika ditanya bagaimana keluarganya menghadapi situasi ini, Yousaf menuturkan, "Ada rasa tidak berdaya dan kesusahan dan setiap hari ada ketakutan."
"Saya baru saja mendapat pesan dari ibu mertua saya, 15 menit yang lalu, yang mengatakan bahwa sekarang ada pengeboman di lingkungan mereka."
Yousaf menambahkan bahwa dari hari ke hari persediaan keluarganya sedikit demi sedikit semakin berkurang dan mereka akan semakin tertekan ketika kerabat yang meninggalkan Gaza utara bergabung dengan mereka.
"Rumah yang dihuni 10 orang itu berpotensi menampung 40 orang ... hanya dengan beberapa botol plastik berisi air minum bersih dan penjatahan persediaan," ujarnya.
"Ini adalah bencana kemanusiaan dan komunitas internasional perlu mengambil tindakan."
Semua pergerakan masuk dan keluar Gaza dikendalikan oleh otoritas Israel, kecuali penyeberangan Rafah, yang terletak antara Gaza dan Semenanjung Sinai, yang dikendalikan oleh otoritas Mesir. Namun, Israel dilaporkan menargetkannya beberapa hari terakhir dan Mesir khawatir terseret konflik.