Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kelompok masyarakat sipil menghimbau Australia agar menghentikan tuntutannya terhadap seorang laki-laki yang membocorkan dokumen rahasia. Dokumen tersebut merinci sejumlah tuduhan bahwa pasukan khusus Australia telah melakukan kejahatan perang di Afghanistan.
Seruan tersebut disampaikan hanya beberapa jam sebelum persidangan yang menyeret David McBride, seorang mantan pengacara militer, yang akan dimulai di Mahkamah Agung di Canberra pada hari Senin (13/11). Persidangan itu diperkirakan akan berlangsung selama tiga minggu.
Baca Juga
McBride menghadapi sejumlah tuduhan, seperti mencuri properti pemerintah, melanggar hukum pertahanan, dan mengungkap informasi rahasia, dengan potensi hukuman seumur hidup jika ia terbukti bersalah, dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (14/11/2023).
Advertisement
McBride mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan tersebut.
Human Rights Law Centre atau HRLC, sebuah aliansi kelompok masyarakat sipil dan serikat pekerja Australia dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa penuntutan terhadap pelapor kejahatan perang akan membuat para pelapor kejahatan perang jera.
“Tidak ada kepentingan publik untuk menuntut pelapor. Hari ini adalah hari yang kelam bagi demokrasi Australia. Kebenaran sedang diadili,” kata Kieran Pender, pengacara senior HRLC, dalam pernyataannya.
McBride dikerahkan ke Afghanistan pada tahun 2011 hingga 2013 sebagai pengacara Departemen Pertahanan. Menurut lembaga penyiaran nasional ABC, ia mulai membocorkan dokumen rahasia ke Australian Broadcasting Corporation antara tahun 2014 dan 2016 tentang dugaan kejahatan perang yang dilakukan pasukan khusus Australia.
Penyelidikan independen berikutnya terhadap pengungkapan tersebut menuduh pasukan khusus Australia telah membunuh secara tidak sah setidaknya 39 warga sipil Afghanistan.
Pemerintah punya Kekuatan
Pernyataan HRLC tersebut mengutip mantan senator Australia dan pendiri organisasi Whistleblower Justice Fund, Rex Patrick, yang mengatakan bahwa pemerintah memiliki kekuatan untuk menghentikan persidangan tersebut.
“Sekarang kita mungkin melihat satu pelapor yang berani berada di balik jeruji besi dan ribuan calon pelapor hilang dari masyarakat,” kata Patrick. “Tidak ada kepentingan publik dalam penuntutan ini dan hal-hal yang terjadi merupakan sebuah kemunduran terhadap komitmen pemerintah sebelum pemilu untuk membina dan melindungi pelapor,” tambahnya.
Surat kabar Canberra Times, pada Minggu (12/11), mengutip juru bicara Jaksa Agung yang mengatakan bahwa kewenangan untuk menghentikan proses hukum “diperuntukkan bagi keadaan yang sangat tidak biasa dan luar biasa.”
Juru bicara tersebut menekankan bahwa “proses persidangan masih berlangsung, tidak pantas untuk berkomentar lebih lanjut mengenai hal-hal khusus mengenai masalah tersebut.”
Kobra Moradi, seorang analis hukum di Organisasi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Afghanistan, mengatakan “pelaporan pelanggaran yang dilakukan McBride membantu menyoroti perilaku tercela” pasukan Australia di Afghanistan.
“Ia harus dipuji karena mengungkap kejahatan perang – bukan diadili karena melakukan hal tersebut,” kata Moradi, menurut pernyataan HRLC.
Advertisement
Diadili Atas Kejahatan Perang
Koalisi tersebut dalam penjelasan yang diterbitkan di situs webnya mengatakan bahwa McBride “akan menjadi orang pertama yang diadili sehubungan dengan kejahatan perang Australia di Afghanistan – yang menjadi pelapor, bukan tersangka penjahat perang.”
Berbicara pada rapat umum yang diadakan untuknya di taman Canberra pada hari Minggu, McBride mengatakan “pemerintahnya lebih peduli pada kerahasiaan daripada kejahatan.” Ia mengunggah video pidatonya di mana ia menjelaskan tentang dokumen yang diungkapkannya bahwa “ini bukan tentang informasi rahasia, ini tentang kejahatan.”
Australia menarik semua pasukannya dari Afghanistan dua bulan sebelum Amerika Serikat dan sekutu NATO, secara militer mundur pada Agustus 2021, yang mengakhiri hampir 20 tahun keterlibatan Barat dalam perang Afghanistan. Data resmi menunjukkan sedikitnya 41 tentara Australia tewas, dan banyak lainnya menderita luka-luka dalam konflik tersebut.