China Kembali Buka Akses Pendakian Gunung Everest Jalur Tibet

Banyak pendaki Gunung Everest lebih memilih untuk menempuh rute via Tibet, dibandingkan via Nepal.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 05 Apr 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2024, 07:00 WIB
Antrean di Puncak Everest
Puncak Everest dipenuhi pendaki, diambil pada 22 Mei 2019 dan dirilis oleh ekspedisi Project Possible Purja. (AFP)

Liputan6.com, Beijing - Untuk pertama kalinya sejak pandemi COVID-19, China akhirnya kembali mengizinkan pendaki asing untuk mengakses Gunung Everest melalui Tibet.

Adrian Ballinger, yang telah mencapai puncak Everest delapan kali, adalah salah satu pemandu Barat yang lebih memilih rute Tibet, dibandingkan rute Nepal yang lebih terkenal (dari selatan). Tahun ini, ia akan memimpin rombongan pendaki melalui perusahaannya, Alpenglow Expeditions.

Dikutip CNN, Kamis (4/4/2024), semua tiket untuk menggunakan rute via Tibet, yang dikenal di China sebagai Qomolangma, didistribusikan oleh Asosiasi Pendaki Gunung Tibet Tiongkok (CTMA).

Sementara itu, tidak ada pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang memberi tahu masyarakat bahwa tiket masuk akan diberlakukan. 

Akibatnya, kata Ballinger, cara terbaik bagi pendaki dari luar negeri untuk mengetahui bahwa sisi Tibet dari Everest akan dibuka adalah ketika CTMA mengirimkan daftar harga untuk musim tersebut. Daftar ini mencakup biaya yak (yang membawa perlengkapan naik dan turun gunung), pemandu lokal, penerjemah, dan transportasi dari ibu kota Tibet, Lhasa, ke Base Camp Everest.

Orang asing yang memperoleh visa turis ke China harus mendapatkan visa tambahan terpisah untuk Tibet, yang merupakan wilayah semi-otonom. CTMA membantu dalam hal ini untuk pendaki.

Ada maksimal 300 izin yang tersedia setiap tahunnya untuk pendaki asing dari luar negeri. Kesempatan untuk mendaki Everest kecil – biasanya antara akhir April dan pertengahan Mei. 

Pendaki Gunung Everest Sekarang Wajib Bawa Pulang Kotoran Manusia

Gunung Everest
Gunung Everest (sumber: unsplash)

Sementara itu, aturan baru yang ditetapkan bagi pendaki Gunung Everest adalah mereka sekarang harus membersihkan kotoran mereka sendiri dan membawanya kembali ke base camp untuk dibuang.

"Pegunungan kami mulai berbau busuk," ujar pemimpin Pasang Lhamu Mingma Sherpa kepada BBC.

Pemerintah kota, yang mencakup sebagian besar wilayah Everest, telah memperkenalkan aturan baru ini sebagai bagian dari penerapan kebijakan yang lebih luas. Suhu ekstrem membuat kotoran yang tertinggal di Everest tidak sepenuhnya terurai.

"Kami mendapat keluhan bahwa kotoran manusia terlihat di bebatuan dan beberapa pendaki jatuh sakit. Ini tidak dapat diterima dan mengikis citra kami," tegas Mingma.

Pendaki yang mencoba mendaki Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, dan Gunung Lhotse di dekatnya akan diperintahkan untuk membeli kantong kotoran di base camp, yang akan diperiksa saat mereka kembali.

Sampah Masih Jadi Isu Besar

Gunung Himalaya
Para pendaki berjalan di sepanjang jalan di Syangboche di wilayah Everest, sekitar 140km timur laut Kathmandu (16/4). (AFP Photo/Prakash Mathema)

Sementara itu, sampah masih menjadi masalah besar di Everest dan pegunungan lain di wilayah tersebut, meskipun terdapat peningkatan jumlah kampanye pembersihan, termasuk kampanye tahunan yang dipimpin oleh Tentara Nepal.

"Sampah masih menjadi masalah besar, terutama di kamp-kamp yang lebih tinggi, di mana Anda tidak dapat menjangkaunya," kata Chief Executive Officer dari organisasi non-pemerintah Sagarmatha Pollution Control Committee (SPCC) Chhiring Sherpa.

Meskipun tidak ada angka resmi, organisasinya memperkirakan ada sekitar tiga ton kotoran manusia antara kamp satu di dasar Everest dan kamp empat, menuju puncak.

Infografis 7 Tips Naik Gunung Minim Sampah
Infografis 7 Tips Naik Gunung Minim Sampah. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya