Liputan6.com, Gaza - Eksodus warga Palestina semakin cepat pada hari Minggu (12/5/2024), ketika pasukan Israel masuk lebih jauh ke Kota Rafah. Israel dilaporkan juga menggempur wilayah Gaza Utara yang telah luluh lantak, di mana kelompok Hamas disebut kembali membangun kekuatan.
Beberapa bulan lalu, Israel mengklaim telah "membersihkan" wilayah Gaza Utara. Adapun Rafah, yang berada di ujung selatan Gaza mereka sebut sebagai benteng terakhir Hamas.
Baca Juga
Sekitar 300.000 1,3 juta warga sipil yang berlindung di Rafah - sebagian besar dari mereka melarikan diri dari pertempuran di tempat lain - telah meninggalkan kota tersebut menyusul perintah evakuasi dari Israel, yang menyatakan mereka harus melakukan invasi untuk membubarkan Hamas dan mengembalikan sisa sandera yang diculik dalam serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Serangan itulah yang memicu perang terbaru di Jalur Gaza hingga hari ini.
Advertisement
Kebanyakan disebut menuju ke Kota Khan Younis tepatnya Muwasi yang rusak parah, di mana tenda-tenda pengungsian berdiri di tepi pantai dan dihuni sekitar 450.000 orang hidup yang dalam kondisi kumuh. Demikian seperti dilansir kantor berita AP, Senin (13/5/2024).
PBB telah memperingatkan bahwa rencana invasi besar-besaran akan semakin melumpuhkan operasi kemanusiaan dan menyebabkan peningkatan kematian warga sipil. Titik masuk bantuan utama di dekat Rafah sudah terdampak. Pasukan Israel telah merebut penyeberangan Rafah di sisi Jalur Gaza dan menutupnya.
Seorang pejabat senior Mesir mengatakan kepada kantor berita AP bahwa Kairo telah mengajukan protes kepada Israel, Amerika Serikat (AS) dan pemerintah Eropa, dengan menekankan bahwa serangan terhadap Rafah telah menempatkan perjanjian perdamaian yang telah berumur puluhan tahun dengan Israel – yang merupakan landasan stabilitas regional – dalam risiko tinggi. Pejabat itu berbicara tanpa menyebut nama karena tidak berwenang memberi pengarahan kepada media.
Mesir, yang berbatasan langsung dengan Jalur Gaza, dikabarkan bermaksud secara resmi mendukung Afrika Selatan yang mengajukan tuduhan genosida oleh Israel di Mahkamah Internasional. Kementerian Luar Negeri Mesir merujuk pada memburuknya tingkat keparahan dan cakupan serangan Israel terhadap warga sipil Palestina.
Di AS, Presiden Joe Biden mengaku pihaknya tidak akan memberikan senjata ofensif kepada Israel untuk menyerang Rafah. Pemerintahan Biden mengatakan ada bukti yang "masuk akal" bahwa Israel telah melanggar hukum internasional yang melindungi warga sipil.
Israel menolak tuduhan tersebut, dengan mengaku pihaknya berusaha menghindari kerugian terhadap warga sipil. Mereka menyalahkan Hamas atas tingginya jumlah korban jiwa karena kelompok bertempur dari daerah permukiman padat.
Keras Kepala Netanyahu Vs Tuntutan Rakyat
Ketua hak asasi manusia (HAM) PBB Volker Turk mengatakan dia tidak bisa memahami bagaimana invasi besar-besaran Israel ke Rafah dapat diselaraskan dengan hukum kemanusiaan internasional.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan kembali penolakannya terhadap serangan militer besar-besaran di Rafah dan mengatakan kepada CBS News bahwa Israel akan dibiarkan menanggung pemberontakan yang berkepanjangan tanpa adanya jalan keluar dari Jalur Gaza dan rencana pascaperang.
Jalur Gaza tidak mempunyai pemerintahan yang berfungsi, sehingga menyebabkan terganggunya ketertiban umum. Pada hari Minggu, Hamas menyebut pihaknya melancarkan serangan terhadap tentara Israel di Rafah dan dekat Kota Gaza.
Israel belum memberikan rencana rinci mengenai pemerintahan pascaperang di Jalur Gaza, hanya mengatakan mereka akan mempertahankan kontrol keamanan terbuka atas wilayah kantong yang berpenduduk sekitar 2,3 juta warga Palestina itu.
Pembicaraan yang dimediasi secara internasional mengenai gencatan senjata dan pembebasan sandera telah terhenti tanpa hal positif untuk dilanjutkan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam pidatonya pada Hari Peringatan atau Yom Hazikaron bersumpah untuk terus bertempur hingga menang demi mengenang mereka yang tewas dalam perang tersebut. Namun di Tel Aviv, ratusan pengunjuk rasa berdiri di luar markas militer dan menyalakan lilin sambil membunyikan sirene sepanjang satu menit yang menandai dimulainya hari itu, menuntut kesepakatan gencatan senjata segera untuk memulangkan para sandera.
Netanyahu menolak rencana pascaperang yang diusulkan AS agar Otoritas Palestina, yang mengelola sebagian Tepi Barat yang diduduki Israel, memerintah Jalur Gaza dengan dukungan negara-negara Arab dan muslim. Di lain sisi, rencana tersebut bergantung pada kemajuan menuju pembentukan Negara Palestina, yang ditentang oleh pemerintah Israel.
Serangan pada 7 Oktober diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 orang lainnya. Militan di Jalur Gaza disebut masih menahan sekitar 100 tawanan dan lebih dari 30 jasad sandera yang tewas.
Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, serangan Israel pada hari yang sama ke wilayah kantong itu telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina, di mana sebagian besar perempuan dan anak-anak. Israel mengklaim mereka telah membunuh lebih dari 13.000 militan, tanpa memberikan bukti.
Advertisement
Kebrutalan Israel Berlanjut
Warga Palestina melaporkan pengeboman besar-besaran Israel di kamp pengungsi perkotaan Jabaliya dan daerah lain di Gaza Utara, yang sebagian besar telah diisolasi oleh pasukan Israel selama berbulan-bulan. Para pejabat PBB mengatakan terjadi kelaparan besar-besaran di sana.
Saksi mata mengatakan pesawat-pesawat tempur dan artileri Israel juga menyerang daerah Zeitoun di sebelah timur Kota Gaza, tempat pasukan Israel memerangi militan selama lebih dari seminggu. Mereka telah meminta puluhan ribu orang untuk pindah ke daerah terdekat.
"Itu adalah malam yang sangat sulit," kata Abdel-Kareem Radwan (48) dari Jabaliya.
Dia mengatakan mereka bisa mendengar pengeboman yang intens dan terus-menerus sejak tengah hari pada hari Sabtu.
"Ini gila," ujarnya.
Petugas pertolongan pertama di Pertahanan Sipil Palestina mengatakan mereka tidak dapat menanggapi berbagai permintaan bantuan dari kedua wilayah tersebut, serta dari Rafah.
Di Gaza tengah, staf di Rumah Sakit Al Aqsa di Deir al-Balah menuturkan serangan Israel menewaskan empat orang.
Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengungkapkan pasukannya juga beroperasi di Beit Lahiya dan Beit Hanoun di Gaza Utara, yang dibom besar-besaran pada hari-hari awal perang.
Sayap militer Hamas mengatakan pihaknya menembaki pasukan khusus Israel di timur Jabaliya dan menembakkan mortir ke pasukan dan kendaraan yang memasuki wilayah perbatasan Rafah.
"Rezim Hamas tidak dapat digulingkan tanpa mempersiapkan alternatif terhadap rezim tersebut," tulis kolumnis Ben Caspit di harian Israel, Maariv, menyalurkan rasa frustrasi yang dirasakan banyak warga Israel selama lebih dari tujuh bulan selama perang.
"Satu-satunya orang yang dapat memerintah Jalur Gaza setelah perang adalah warga Jalur Gaza, dengan banyak dukungan dan bantuan dari luar."
Â