Israel Kepung RS Al-Awda di Gaza Utara, 27 Orang Terjebak

Rumah Sakit Al-Awda sangat penting bagi pasien yang memerlukan operasi ortopedi.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 25 Mei 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2024, 10:00 WIB
Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Pasukan darat Israel memasuki Gaza pada akhir Oktober dan dengan cepat mengepung Kota Gaza, pemukiman utama di utara. (AP Photo/Victor R. Caivano)

Liputan6.com, Gaza - Dua puluh tujuh staf dan pasien, beberapa memerlukan bedah ortopedi, terjebak di Rumah Sakit Al-Awda di Jabalia, Gaza Utara, di tengah pengepungan Israel selama enam hari.

Rumah Sakit Al-Awda, salah satu rumah sakit terakhir yang tersisa di Gaza Utara, adalah satu-satunya fasilitas di wilayah tersebut yang menawarkan perawatan bedah bersalin dan ortopedi. Setelah blokade selama empat hari, pasukan Israel dilaporkan memerintahkan staf dan pasien untuk mengungsi melalui pengeras suara dan kemudian menyerbu kompleks tersebut.

Direktur Rumah Sakit Al-Awda Mohammad Salha dan 15 staf medis lainnya menolak pergi tanpa ambulans untuk mengangkut 11 pasien mereka.

"Kalau kita evakuasi, pasien-pasien ini akan kehilangan nyawa. Mereka tidak akan mendapatkan layanan kesehatan yang mereka perlukan. Ada yang luka terbuka, ada pula yang perlu operasi ortopedi," jelas Salha melalui voice note pada Kamis (23/5/2024) pagi, seperti dilansir Middle East Eye, Sabtu (25/5).

"Ini adalah satu-satunya rumah sakit yang mampu menyediakan operasi semacam itu. Rumah Sakit Al Shifa sudah tidak bisa digunakan, jadi mereka harus pergi ke mana?"

Di antara pasien yang terjebak di rumah sakit adalah dua wanita dan bayi mereka yang baru lahir, yang dilahirkan melalui operasi caesar. Keduanya dievakuasi ke Kota Gaza pada hari Kamis.

Salah satu wanita tersebut, Abira, menghabiskan tiga hari melahirkan di Rumah Sakit Kamal Adwan sebelum dia dipindahkan ke Al-Awda untuk operasi caesar darurat ketika Kamal Adwan dibombardir.

Meskipun ada tembakan artileri berat, dia berhasil mencapai al-Awda dengan selamat dan berhasil menjalani operasi caesar. Namun, hanya 15 menit kemudian, pasukan Israel mengepung rumah sakit tersebut.

"Saya tidak bisa berkomunikasi dengan siapa pun," kata Abira melalui pesan suara. "Kami tidak memiliki obat-obatan atau makanan yang layak di sini."

Wanita lain, Kayla, menuturkan, "Saya tidak mempersiapkan apa pun untuk diri saya sendiri atau bayi saya ... Saya tidak memiliki sarana komunikasi dengan keluarga saya untuk memberi tahu mereka bahwa kami baik-baik saja. Saya tidak tahu harus berbuat apa."

Obat-obatan dan Makanan Tidak Cukup

Potret Anak-anak dan Pengungsi Palestina Rela Antre untuk Dapatkan Makanan Berbuka Puasa
Anak-anak menunggu sambil memegang panci kosong bersama pengungsi Palestina lainnya untuk mendapatkan makanan menjelang berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan, di Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 16 Maret 2024. (SAID KHATIB/AFP)

Akses ke rumah sakit telah diblokir oleh pasukan Israel, sehingga persediaan bahan bakar, makanan, dan obat-obatan mengering.

"Obat yang kami miliki tidaklah cukup. Kami mempunyai beberapa obat-obatan dan peralatan medis di toko rumah sakit, tapi kami tidak bisa sampai ke sana. Jaraknya hanya 40 meter, tapi ada penembak jitu Israel di dekatnya," tutur Salha.

Salha melaporkan bahwa rumah sakit tersebut menerima pengiriman bahan bakar kecil terakhir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih dari sebulan yang lalu dan karena tembakan penembak jitu, tidak ada pengiriman yang dapat mencapai gedung tersebut.

Anggota staf menggunakan generator kecil selama beberapa jam sehari untuk mengisi baterai dan terpaksa memindahkan semua pasien ke unit gawat darurat untuk menghemat energi.

Rumah sakit juga kehabisan air bersih, sehingga staf dan pasien yang tersisa terpaksa minum air hujan.

Menurut Salha, pasukan Israel menghancurkan sistem filter rumah sakit dua bulan lalu, sehingga staf dan pasien sepenuhnya bergantung pada perusahaan dan organisasi yang menyediakan air bersih.

"Kami dapat makan (maksimal) 10 hari, dengan dua kali makan per hari. Kami sekarang berpikir untuk menguranginya, hanya memberi makan satu kali sehari," ujar Salha.

Bencana bagi Pasien Ortopedi

Foto Paling Mengharukan Sepanjang 2023
Warga Palestina yang melarikan diri dari utara melalui jalan Salaheddine di distrik Zeitoun di pinggiran selatan Kota Gaza berjalan melewati tank-tank tentara Israel pada 24 November 2023 setelah gencatan senjata selama empat hari yang dimulai sejak pagi hari. (MAHMUD HAMS/AFP)

Salha memperingatkan bahwa runtuhnya al-Awda akan menjadi bencana besar bagi seluruh wilayah Gaza Utara, terutama bagi pasien yang memerlukan operasi ortopedi.

Rumah Sakit Al-Awda sebelumnya menghadapi pengepungan selama 18 hari oleh pasukan Israel pada bulan Desember 2023, di mana beberapa pekerja medis – termasuk seorang ahli bedah Medecins Sans Frontieres – ditembak oleh pasukan Israel.

Salha menuturkan, ketika pengepungan dicabut, rumah sakit dibanjiri pasien dengan luka yang terinfeksi.

"Kami terpaksa melakukan banyak amputasi karena orang-orang tidak menerima perawatan yang tepat (pada waktunya). Begitu pula dengan ibu hamil yang sulit hamil," ungkap Salha.

Al-Awda adalah salah satu dari dua rumah sakit yang masih berfungsi di Gaza Utara, bersama dengan Rumah Sakit Kamal Adwan. Namun, unit gawat darurat Kamal Adwan dihantam oleh rudal Israel pada hari Minggu (19/5), memaksa staf dan pasien untuk dievakuasi.

Perwakilan WHO di Wilayah Pendudukan Palestina, Richard Peeperkorn, memperingatkan, "Ini adalah rumah sakit yang berfungsi. Kita tidak bisa kehilangan mereka."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya