Ribuan Orang Demo di Depan Rumah PM Benjamin Netanyahu, Desak Kesepakatan Pertukaran Sandera Israel-Tahanan Palestina dengan Hamas

Protes ini merupakan bagian dari serangkaian demonstrasi National Strike Day (Hari Pemogokan Nasional) yang diselenggarakan oleh para pemimpin protes untuk memberikan tekanan pada pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 28 Jun 2024, 12:17 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2024, 12:17 WIB
Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AP)

Liputan6.com, Kaisarea - Ribuan warga Israel melakukan protes di luar rumah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu untuk menuntut kesepakatan pertukaran sandera-tahanan dengan Hamas.

Protes tersebut, mengutip laporan Anadolu Agency Jumat (28/6/2024), merupakan bagian dari serangkaian demonstrasi National Strike Day (Hari Pemogokan Nasional) yang diselenggarakan oleh para pemimpin protes untuk memberikan tekanan pada pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Menurut media lokal, ribuan warga Israel pada hari Kamis (26/6) berkumpul di luar kediaman Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Yerusalem dan dekat rumahnya di Kota Kaisarea untuk menuntut kesepakatan pertukaran sandera-tahanan dengan Hamas.

Pada awal hari Kamis, pengunjuk rasa Israel memblokir dua jalan raya utama – salah satunya menghubungkan Tel Aviv dan Haifa – untuk menuntut pertukaran sandera-tahanan dengan faksi Palestina di Gaza dan pemilihan umum dini.

Protes tersebut merupakan bagian dari serangkaian demonstrasi "Hari Pemogokan Nasional" yang diselenggarakan oleh para pemimpin protes untuk memberikan tekanan pada pemerintahan Netanyahu, demikian menurut laporan stasiun televisi resmi Israel, KAN.

Channel 12 melaporkan bahwa anggota keluarga sandera Israel di Gaza telah menutup jalan raya Ayalon di selatan Tel Aviv.

"Perdana Menteri meninggalkan para sandera, dan sejauh yang dia ketahui, mereka akan dimakamkan di Gaza selama dia tetap mempertahankan kursinya," kata stasiun televisi tersebut, mengutip keluarga.

 

Tuntut Kesepakatan Pembebasan Sandera dengan Hamas

Para pengunjuk rasa mengangkat tangan mereka, dicat merah untuk melambangkan darah selama protes terhadap pemerintahan PM Israel Benjamin Netanyahu dan menyerukan pembebasan sandera yang ditahan di Gaza oleh Hamas, di Yerusalem, pada 27 Juni 2024. (AP)
Para pengunjuk rasa mengangkat tangan mereka, dicat merah untuk melambangkan darah selama protes terhadap pemerintahan PM Israel Benjamin Netanyahu dan menyerukan pembebasan sandera yang ditahan di Gaza oleh Hamas, di Yerusalem, pada 27 Juni 2024. (AP)

Yedioth Ahronoth dari Israel Daily melaporkan pada Kamis (26/6) malam bahwa ribuan warga Israel berdemonstrasi di depan kediaman Netanyahu di Yerusalem, menuntut kesepakatan segera untuk membebaskan semua tahanan yang ditahan di Gaza.

Para pengunjuk rasa membawa poster bertuliskan, "Ditahan di Gaza untuk waktu yang lama."

Ribuan orang lainnya berdemonstrasi di luar rumah Netanyahu di Kaisarea.

Mereka mengibarkan spanduk besar bertuliskan, "Berapa banyak lagi darah yang akan tertumpah sampai kalian pergi?” dan menuntut agar Netanyahu dan pemerintahannya mengundurkan diri atau mengadakan pemilihan umum lebih awal.

Para pengunjuk rasa mendesak pemerintah untuk menegosiasikan kesepakatan pertukaran sandera-tahanan dengan faksi-faksi Palestina, menurut surat kabar tersebut.

Dalam beberapa pekan terakhir, penentang pemerintah dan keluarga tahanan Israel di Gaza telah meningkatkan protes mereka, menuntut kesepakatan pertukaran sandera dan pemilihan umum dini.

 

Israel Hadapi Kecaman Internasional

Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023.

Lebih dari 37.700 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 86.400 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Lebih dari delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang keputusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.

 

Serangan Udara Israel Bunuh 24 Warga Palestina di Gaza, Termasuk Kerabat Pemimpin Hamas

Para pria mencari di antara puing-puing rumah saudara perempuan Ismail Haniyeh, kepala biro politik gerakan Islam Palestina Hamas yang berbasis di Doha, setelah rumah itu terkena pemboman Israel pada hari Selasa (25/6). (AFP)
Para pria mencari di antara puing-puing rumah saudara perempuan Ismail Haniyeh, kepala biro politik gerakan Islam Palestina Hamas yang berbasis di Doha, setelah rumah itu terkena pemboman Israel pada hari Selasa (25/6). (AFP)

Bicara soal Israel, Pasukan Israel menewaskan sedikitnya 24 warga Palestina dalam tiga serangan udara terpisah pada Selasa (25/6/2024) pagi di Kota Gaza, dan korban tewas termasuk saudara perempuan Ismail Haniyeh, ketua kelompok militan Islam Hamas, kata pejabat kesehatan dan dokter Gaza seperti dikutip dari South China Morning Post (SCMP).

Tank-tank Israel juga menekan lebih dalam ke wilayah barat Rafah di selatan wilayah kantong itu semalaman, meledakkan rumah-rumah, kata warga.

Dua serangan udara Israel menghantam dua sekolah di Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 14 orang, kata dokter. Serangan lain terhadap sebuah rumah di kamp Shati (Pantai), salah satu dari delapan kamp pengungsi bersejarah di Jalur Gaza, menewaskan 10 orang lainnya.

Rumah di Shati adalah milik keluarga besar pemimpin politik Hamas Haniyeh, yang tinggal di Qatar, dan serangan udara itu juga membunuh salah satu saudara perempuannya serta kerabat lainnya, kata anggota keluarga dan dokter.

Haniyeh, yang memimpin diplomasi Hamas dan merupakan tokoh publik dari kelompok yang menguasai Gaza, telah kehilangan banyak kerabat dalam serangan udara Israel sejak 7 Oktober, termasuk tiga putranya.

Militer Israel mengatakan pasukannya telah menargetkan militan semalam di Kota Gaza yang terlibat dalam perencanaan serangan terhadap Israel. Para militan tersebut termasuk beberapa orang yang terlibat dalam penyanderaan dan beberapa lainnya yang ikut serta dalam serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober.

Angkatan Udara Israel menyerang dua bangunan “yang digunakan oleh teroris Hamas di Shati dan Daraj Tuffah di Jalur Gaza utara. Para teroris beroperasi di dalam kompleks sekolah yang digunakan oleh Hamas sebagai perisai untuk kegiatan terorisnya", kata pernyataan militer tersebut.

Sementara Hamas membantah menggunakan fasilitas sipil seperti sekolah dan rumah sakit untuk tujuan militer.

Kelompok tersebut menggambarkan serangan terhadap dua sekolah dan rumah di kamp Shati sebagai "pembantaian".

"Kami menganggap pemerintahan Presiden AS Joe Biden bertanggung jawab atas perang genosida yang berkelanjutan terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dengan terus memberikan perlindungan politik dan militer kepada pemerintah Zionis dan tentara kriminalnya," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Secara terpisah, sayap bersenjata Hamas dan kelompok Jihad Islam sekutunya mengatakan dalam pernyataan bersama, pejuang mereka telah menembakkan bom mortir semalaman terhadap pasukan Israel di lingkungan Yibna di Rafah timur.

Di dekat Khan Younis, dokter mengatakan penembakan tank Israel telah melukai beberapa orang di sebuah kamp tenda di sebelah barat kota.

Infografis DK PBB Setujui Resolusi Gencatan Senjata Palestina-Israel. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis DK PBB Setujui Resolusi Gencatan Senjata Palestina-Israel. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya