Inggris Tangguhkan Sejumlah Ekspor Senjata ke Israel Karena Berisiko Melanggar Hukum Internasional

Akankah langkah dengan dampak militer terbatas ini memberi tekanan pada Israel agar mengakhiri pembantaian di Jalur Gaza?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Sep 2024, 08:02 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2024, 08:02 WIB
Tenda-tenda Pengungsi Palestina Padati Tepi Pantai
Deir al-Balah di Jalur Gaza telah menjadi tempat berlindung bagi warga Palestina yang melarikan diri dari perang antara Israel dengan Hamas di wilayah yang terkepung. (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Liputan6.com, London - Pemerintah Inggris mengatakan pada hari Senin (2/9/2024) bahwa mereka menangguhkan ekspor sejumlah senjata ke Israel karena senjata tersebut dapat digunakan untuk melanggar hukum internasional.

Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyebutkan pemerintah Inggris telah menyimpulkan ada "risiko yang jelas" bahwa beberapa barang dapat digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional.

Dia memberi tahu anggota parlemen bahwa keputusan tersebut terkait dengan sekitar 30 dari 350 lisensi ekspor yang ada untuk peralatan yang pihaknya nilai akan digunakan dalam konflik saat ini di Jalur Gaza, termasuk suku cadang untuk pesawat militer, helikopter, dan pesawat tanpa awak, beserta barang-barang yang digunakan untuk penargetan darat.

"Keputusan tersebut bukanlah penentuan tidak bersalah atau bersalah tentang apakah Israel telah melanggar hukum internasional dan bukan embargo senjata," ujar Lammy seperti dilansir kantor berita AP, Selasa (3/9).

Merespons kebijakan Inggris, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menulis di platform media sosial X, "Sangat kecewa mengetahui sanksi yang dijatuhkan Pemerintah Inggris atas lisensi ekspor ke lembaga pertahanan Israel."

Inggris adalah salah satu dari sejumlah sekutu lama Israel yang pemerintahannya berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk menghentikan ekspor senjata karena jumlah korban dari konflik yang telah berlangsung hampir 11 bulan di Jalur Gaza. Menurut otoritas Kesehatan Jalur Gaza, lebih dari 40.000 warga Palestina tewas akibat pembantaian Israel.

Perang di Jalur Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 setelah kelompok militan yang dipimpin Hamas menyerbu Israel selatan, yang diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang. Sekitar 100 sandera masih berada di Jalur Gaza, sementara sepertiganya diyakini tewas.

Perusahaan-perusahaan Inggris menjual senjata dan komponen dalam jumlah yang relatif kecil ke Israel dibandingkan dengan pemasok utama seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman. Awal tahun ini, pemerintah mengatakan ekspor militer ke Israel mencapai 42 juta poundsterling pada tahun 2022.

Namun, Inggris adalah salah satu sekutu terdekat Israel. Jadi, keputusan tersebut memiliki makna simbolis. Koresponden urusan militer untuk TV Channel 13 menuturkan langkah Inggris dapat menjadi lebih serius jika sekutu lain mengikuti langkah yang sama.

Disambut Baik tapi

Distribusi Makanan Warga Gaza Palestina
"Persediaan makanan yang masuk dari Mesir sebagian besar mecakup makanan siap saju (tuna kalengan dan kurma batangan), dan terutama didistribusikan kepada pengungsi dan keluarga di Gaza selatan, dan hanya tepung yang disuplai ke toko roti," demikian pernyataan OCHA, dikutip dari Middle East Monitor. (AP Photo/Hatem Ali)

Sam Perlo-Freeman, koordinator penelitian untuk kelompok Campaign Against Arms Trade, mengatakan bahwa pengumuman Inggris merupakan langkah yang terlambat, namun disambut baik. Meski demikian, dia menambahkan, "Sangat keterlaluan dan tidak dapat dibenarkan bahwa suku cadang untuk jet tempur F-35 tidak termasuk dalam ekspor yang ditangguhkan."

Langkah pemerintah tersebut dilakukan setelah dua kelompok, organisasi hak asasi manusia Palestina Al-Haq dan Global Legal Action Network yang berbasis di Inggris, mengajukan gugatan hukum yang bertujuan memaksa Inggris berhenti memberikan lisensi apa pun untuk ekspor senjata ke Israel.

Dearbhla Minogue, pengacara untuk Global Legal Action Network, menyatakan bahwa keputusan penting pemerintah Inggris membenarkan semua yang telah dikatakan warga Palestina selama berbulan-bulan.

Pemerintah Inggris yang berhaluan kiri-tengah di bawah Perdana Menteri Keir Starmer, yang terpilih pada bulan Juli, telah menghadapi tekanan dari beberapa anggota dan anggota parlemennya sendiri untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Israel agar menghentikan pembantaian.

Berbeda dengan sikap pendahulunya dari Partai Konservatif, pemerintah Starmer mengatakan pada bulan Juli bahwa Inggris tidak akan campur tangan dalam permintaan Mahkamah Pidana Internasional atas surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Starmer juga memulihkan pendanaan terhadap badan bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) yang telah ditangguhkan oleh pemerintah konservatif Rishi Sunak pada bulan Januari.

Lammy, yang telah mengunjungi Israel dua kali dalam dua bulan terakhir sebagai bagian dari upaya Barat untuk mendorong gencatan senjata, mengatakan dia adalah seorang Zionis dan sahabat Israel, namun dia menggarisbawahi bahwa kekerasan di Jalur Gaza mengerikan.

"Tindakan Israel di Jalur Gaza terus menyebabkan hilangnya banyak nyawa warga sipil, kerusakan luas pada infrastruktur sipil, dan penderitaan luar biasa," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya