Menlu Lin Chia-lung: Taiwan Perlu Masuk Sistem PBB Demi Amankan Perdamaian di Indo-Pasifik

Menlu Lin Chia-lung memaparkan bahwa para pemimpin dunia telah memanfaatkan kesempatan bilateral dan multilateral, termasuk pertemuan G7, Uni Eropa (UR), Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO, dan ASEAN untuk menyoroti pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 07 Sep 2024, 17:12 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2024, 17:12 WIB
Menteri Luar Negeri (Menlu) ROC (Taiwan), Lin Chia-lung. (Dok: Ministry of Foreign Affairs)
Menteri Luar Negeri (Menlu) ROC (Taiwan), Lin Chia-lung. (Dok: Ministry of Foreign Affairs)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) ROC (Taiwan), Lin Chia-lung mengatakan bahwa Negeri Formosa adalah mitra yang sangat diperlukan dalam rantai pasokan global, salah satunya adalah karena lebih dari 90 persen semikonduktor kelas atas dunia dan sebagian besar chip canggih yang mendorong revolusi AI (Artificial Intelligence), diproduksi di wilayah tersebut.

Selain itu, Menlu Lin Chia-lung menuturkan bahwa setengah dari perdagangan laut dunia melewati Selat Taiwan, menjadikannya jalur air internasional yang utama. Namun, meskipun sebagian besar dunia dan miliaran orang telah menikmati kemakmuran besar berkat perdamaian dan stabilitas yang berlaku di selat tersebut, China terus mengintensifkan tindakan agresifnya terhadap Taiwan.

"Upaya Beijing untuk mengubah status quo di Selat Taiwan dan memperluas otoritarianisme di seluruh kawasan Indo-Pasifik merupakan ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan di seluruh dunia," ujar Menlu Lin Chia-lung dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Sabtu (7/9/2024).

Dalam beberapa tahun terakhir, Menlu Lin Chia-lung memaparkan bahwa para pemimpin dunia telah memanfaatkan kesempatan bilateral dan multilateral, termasuk pertemuan G7, Uni Eropa (UR), Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO, dan ASEAN untuk menyoroti pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.

Namun, sambung Menlu Lin Chia-lung, meskipun menyadari pentingnya mengurangi ketegangan di kawasan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum mengambil tindakan untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh RRT atau untuk memasukkan Taiwan ke dalam sistem PBB.

"Karena pendekatan baru untuk terlibat dengan Taiwan telah muncul di komunitas global, dan menghasilkan manfaat global yang besar, maka gagasan bahwa harus ada pilihan antara RRT (Republik Rakyat Tiongkok)/China dan Taiwan dalam sistem PBB adalah dikotomi yang salah," jelasnya.

Sekarang, kata Menlu Lin Chia-lung, adalah waktu yang tepat bagi PBB untuk berkembang dan memikirkan kembali kebijakannya yang tidak dapat dibenarkan, yaitu mengecualikan Taiwan.

Ini Tugas Mendesak untuk PBB yang Harus Dilakukan Terkait Taiwan

Ilustrasi bendera Taiwan (unsplash)
Ilustrasi bendera Taiwan (unsplash)

Menlu Lin Chia-lung menyebut, tugas pertama dan paling mendesak yang harus ditangani PBB adalah berhenti untuk tunduk pada tekanan RRT dan tidak lagi mendistorsi Resolusi 2758 Majelis Umum PBB (The United Nations General Assembly/UNGA) yang diadopsi pada tahun 1971.

"RRT telah dengan sengaja salah mengartikan Resolusi 2758, dan secara keliru mencampuradukkannya dengan “prinsip satu China” miliknya sendiri, yang berbeda dari “kebijakan satu China” yang diadopsi oleh banyak negara. RRT terus menerus menekan hak Taiwan untuk berpartisipasi secara berarti di PBB dan badan-badan khususnya," ujar Menlu Lin Chia-lung.

Kekeliruan ini, sambungnya, memiliki konsekuensi yang luas. Selain menolak akses warga negara Taiwan dan jurnalis ke tempat PBB, hal ini juga mencegah mereka untuk berkunjung, menghadiri rapat, dan terlibat dalam pengumpulan berita.

Faktanya, Menlu Lin Chia-lung menyebut bahwa taktik Beijing untuk mempersenjatai Resolusi 2758 guna menyebarkan kekeliruan bahwa Taiwan adalah bagian dari RRT adalah salah satu elemen kunci dalam kampanye yang lebih luas untuk menetapkan dasar hukum guna membenarkan invasi bersenjata ke Taiwan di masa mendatang.

Kendati demikian bertentangan dengan klaim palsu RRT, Resolusi 2758 hanya membahas masalah perwakilan Tiongkok di PBB. Resolusi tersebut tidak menyebutkan Taiwan. Resolusi tersebut tidak menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari RRT atau memberikan hak apa pun kepada RRT untuk mewakili Taiwan dalam sistem PBB. Dengan kata lain, resolusi tersebut tidak ada hubungannya dengan Taiwan.

Kasus ini menggambarkan meningkatnya ketegasan RRT dalam memaksakan keinginannya di panggung internasional. Jika hal ini tidak ditantang dan tidak dikoreksi, klaim palsu Beijing tidak hanya akan mengubah status quo di Selat Taiwan, tetapi juga membahayakan perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik dan mengancam tatanan internasional yang berbasis pada aturan.

Untungnya, dalam beberapa bulan terakhir, beberapa pejabat senior AS telah mengkritik distorsi Resolusi 2758 oleh RRT untuk meluruskan klaim palsunya atas Taiwan.

Lebih jauh, pada tanggal 30 Juli, Aliansi Antar-Parlemen untuk Tiongkok, sebuah organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 250 anggota parlemen dari 38 negara dan Uni Eropa, menunjukkan dukungan konkret untuk Taiwan dengan mengeluarkan resolusi model tentang Resolusi 2758.

Untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional sebagaimana yang diuraikan dalam Piagam PBB, PBB harus kembali ke, dan mendorong interpretasi yang benar dari Resolusi 2758, serta mengeksplorasi cara-cara untuk melawan ambisi agresif RRT.

 

 

Perihal Teritorial

Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)
Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)

Menlu Lin Chia-lung mengatakan bahwa ekspansionisme RRT tidak akan berhenti di Taiwan. Menurutnya, Peraturan terkini yang diumumkan oleh Penjaga Pantai Tiongkok merupakan bagian dari taktik zona abu-abu yang lebih luas, yang dirancang untuk memperkuat klaim teritorial RRT yang tidak masuk akal.

"Dengan memperkenalkan aturan yang membenarkan penyerbuan dan penahanan kapal, serta mengizinkan individu memasuki wilayah maritim yang disengketakan, Beijing bertujuan untuk menegaskan kendali atas perairan internasional dan menantang norma serta klaim global," jelas Menlu Lin Chia-lung 

Untuk memastikan perdamaian global dan stabilitas ekonomi, sambung Menlu Lin Chia-lung, PBB dan masyarakat internasional tidak hanya harus menegaskan kembali kekhawatiran mereka tentang perilaku koersif Beijing, tetapi juga bekerja sama dalam mencegah perencanaan yang melanggar hukum.

Menlu Lin Chia-lung menuturkan bahwa sejarah telah menunjukkan bahwa tekad demokratis harus ditunjukkan sebelum terlambat. Sebagai forum kerja sama internasional terdepan di dunia, sistem PBB diposisikan secara ideal untuk mengatasi tantangan keamanan regional dan mendukung stabilitas ekonomi global.

 

Sidang Umum PBB ke-79 Waktu yang Tepat

Ilustrasi ruang sidang DK PBB.
Ilustrasi ruang sidang DK PBB. (Dok: Kemlu RI)

Sidang Umum PBB ke-79 yang akan datang dan KTT Masa Depannya dinilai Menlu Lin Chia-lung menghadirkan kesempatan tepat waktu untuk mengatasi masalah keamanan utama, sambil memajukan tujuan yang lebih luas dari pembangunan berkelanjutan global dan membangun komunitas global yang lebih tangguh untuk generasi sekarang dan mendatang.

Menurutnya, selama beberapa dekade, Taiwan telah terbukti menjadi mitra yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan bagi mereka yang bekerja sama dengannya.

"Baru-baru ini, Taiwan juga telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB. Merangkul partisipasi Taiwan dalam sistem PBB akan menjadi pilihan terbaik organisasi internasional ini untuk mengurangi potensi krisis regional, menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, serta memacu kemakmuran global," jelas Menlu Lin Chia-lung.

Ke depannya, sambung Menlu Lin Chia-lung, Taiwan akan terus memainkan perannya. Bekerja sama dengan negara-negara yang memiliki pemikiran serupa untuk menjaga rantai pasokan global yang sehat dan tangguh, khususnya dalam industri semikonduktor, Taiwan bertekad membantu dunia bergerak maju selama beberapa dekade mendatang.

"Demi dunia yang lebih aman dan lebih baik, sistem PBB perlu menyertakan Taiwan," tegas Menlu Lin Chia-lung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya