AS Kembali Larang Impor dari Perusahaan China terkait Kerja Paksa

Tindakan ini memperluas cakupan upaya AS untuk melawan masuknya produk-produk yang menurut pemerintah terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Okt 2024, 21:30 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2024, 21:30 WIB
Bendera AS dan China berkibar berdampingan (AP/Andy Wong)
Bendera AS dan China berkibar berdampingan (AP/Andy Wong)

Liputan6.com, Washington, DC - Kementerian Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) mengumumkan pada hari Rabu (2/10/2024) bahwa mereka akan melarang impor barang dari produsen baja China dan pembuat pemanis buatan China, menuduh keduanya terlibat dalam penggunaan kerja paksa dari wilayah Xinjiang di ujung barat China.

Penambahan daftar entitas berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur menandai pertama kalinya perusahaan baja yang berbasis di China atau bisnis pemanis aspartam menjadi sasaran penegak hukum AS.

"Tindakan hari ini menegaskan kembali komitmen kami untuk menghapus kerja paksa dari rantai pasokan AS dan menegakkan nilai-nilai hak asasi manusia untuk semua," kata Wakil Menteri Keamanan Dalam Negeri untuk Kebijakan Robert Silvers seperti dilansir kantor berita AP, Kamis (3/10).

"Kami akan terus mengidentifikasi entitas di seluruh industri dan meminta pertanggungjawaban mereka yang berusaha mendapatkan keuntungan dari eksploitasi dan pelanggaran."

Undang-undang federal yang ditandatangani Presiden Joe Biden pada akhir tahun 2021 itu menyusul tuduhan pelanggaran hak asasi manusia oleh Beijing terhadap anggota kelompok etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di Xinjiang. Pemerintah China telah membantah klaim tersebut sebagai kebohongan dan membela praktik serta kebijakannya di Xinjiang sebagai upaya memerangi teror dan memastikan stabilitas.

Pendekatan baru tersebut menandai pergeseran hubungan dagang AS dengan China untuk semakin mempertimbangkan keamanan nasional dan hak asasi manusia. China menuduh AS menggunakan hak asasi manusia sebagai dalih untuk menekan pertumbuhan ekonominya.

Penegakan hukum tersebut awalnya menargetkan produk solar, tomat, kapas, dan pakaian jadi, namun selama beberapa bulan terakhir, pemerintah AS telah mengidentifikasi sektor-sektor baru , termasuk aluminium dan makanan laut.

"Itu hanya cerminan dari fakta bahwa sayangnya, kerja paksa terus mencemari terlalu banyak rantai pasokan," kata Silvers pada bulan Juni ketika menandai peringatan dua tahun pembuatan daftar entitas tersebut. "Jadi, jaringan penegakan hukum kami sebenarnya cukup luas dari perspektif sektor industri."

Dia menambahkan undang-undang tersebut mengubah dinamika dalam hal memberikan tanggung jawab kepada importir untuk mengetahui rantai pasokan mereka sendiri dan bahwa penegakannya telah menunjukkan AS dapat melakukan hal yang benar tanpa menghentikan perdagangan normal.

"Sejak Juni 2022, daftar entitas telah berkembang menjadi total 75 perusahaan yang dituduh menggunakan kerja paksa di Xinjiang atau mendapatkan bahan yang terkait dengan kerja paksa tersebut," kata Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS.

Baowu Group Xinjiang Bayi Iron and Steel Co. Ltd dan Changzhou Guanghui Food Ingredients Co. Ltd. adalah perusahaan China yang baru ditambahkan ke dalam daftar tersebut.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya