Liputan6.com, Jakarta - Manusia telah mengetahui bahwa bumi bulat sejak zaman Yunani kuno, yaitu sekitar 500 tahun sebelum Masehi (SM). Melansir laman NASA pada Selasa (26/11/2024), filsuf Yunani Pythagoras dipercaya sebagai sosok yang pertama kali mencetuskan pemikiran bahwa bumi bulat.
Pemikirannya berusaha dibuktikan dengan mengamati bentuk garis antara bagian bulan yang terang dan gelap saat bergerak melalui siklus orbitnya. Pythagoras berteori, jika bentuk bulan bulat maka begitu pula bentuk bumi.
Berikutnya pada 430 SM, seorang filsuf lain bernama Anaxagoras berusaha mengetahui bentuk bumi dengan memperhatikan gerhana matahari dan gerhana bulan. Namun mengapa bumi tampak datar saat manusia berdiri di permukaannya?
Advertisement
Baca Juga
Melansir laman Space pada Selasa (26/11/2024), bumi terlihat datar karena perspektif manusia yang terbatas. Manusia adalah makhluk yang sangat kecil berdiri di atas bola yang sangat besar, kemampuan melihat kelengkungan manusia akan sangat terbatas.
Seorang manusia dewasa rata-rata memiliki tinggi sekitar 1,5 hingga 2 meter, sedangkan bumi memiliki diameter sekitar 12,800 kilometer. Karena tinggi manusia yang jauh lebih kecil dari bumi, manusia tersebut tidak dapat melihat kelengkungan bumi itu secara menyeluruh.
Dari permukaan tanah, pandangan mata manusia hanya mampu menjangkau cakrawala sejauh sekitar 4,8 kilometer. Jarak ini terlalu pendek untuk memperlihatkan kelengkungan bumi.
Bahkan jika berdiri di puncak Gunung Everest dengan ketinggian 8,850 meter, kelengkungan bumi masih sulit dilihat. Barulah pada ketinggian lebih dari 10 km, kelengkungan bumi mulai tampak walau masih samar.
Satu-satunya cara untuk melihat lengkungan Bumi adalah dengan terbang lebih dari 6 mil (10 kilometer) di atas permukaannya. Hal ini karena panjang cakrawala yang kita lihat bergantung pada seberapa tinggi kita berada di atas permukaan bumi.
Untuk menyaksikan bentuk bumi yang bulat secara utuh, Anda harus pergi ke luar angkasa. Dari jarak ini, bumi tampak seperti bola besar yang dikelilingi atmosfer tipis.
Namun, bentuk Bumi sebenarnya bukan bola sempurna. Karena rotasinya, bumi mengalami sedikit penyimpangan, sehingga berbentuk seperti ellipsoid, atau bulat dengan sedikit tonjolan di sekitar ekuator.
Fenomena ini disebabkan oleh gaya sentrifugal akibat rotasi Bumi. Faktor lain yang mempengaruhi bentuk bumi adalah fitur topografi, seperti pegunungan dan palung laut.
Elemen-elemen ini juga menyebabkan variasi kecil pada gravitasi Bumi di berbagai lokasi.
Mengukur Bumi
Berabad-abad sebelum Renaisans, seorang matematikawan dan ahli geografi bernama Eratosthenes berhasil mengukur bumi untuk pertama kalinya. Ia mengungkap teori Sieve of Eratosthenes atau jaringan Eratosthenes, sebuah algoritma yang menemukan bilangan prima.
Pertama, Eratosthenes menentukan titik balik tepat pada tengah hari di wilayah Syene (sekarang Aswan, sebuah kota di selatan Mesir). Tidak ada bayangan pada jam matahari ketika tepat pada tengah hari.
Namun hal berbeda terjadi di utara wilayah Alexandria. Di waktu yang sama, tepat pada tengah hari, jam matahari menunjukkan adanya bayangan.
Ia menyadari bahwa bayangan yang dibentuk sinar Matahari pada waktu yang sama di wilayah berbeda dapat menjadi tolak ukur. Eratosthenes menghitung bayangan di Alexandria menjadi 1/50 dari lingkaran 360 derajat penuh.
Kemudian, ia memperkirakan jarak antara dua lokasi, lalu dikalikan dengan 50 untuk mendapatkan kelilingnya. Meski sedikit melenceng, tetapi Eratosthenes berhasil menghitung dengan mendapatkan angka akhir 252.000 stade atau sekitar 24.663 sampai 27.967 mil.
Pengukuran di zaman modern menunjukkan bahwa lingkar khatulistiwa saat ini adalah 24.902 mil, tidak beda jauh dengan pengukuran Eratosthenes.
(Tifani)
Advertisement