Swedia Kirim Kapal Perang dan Pesawat Pengintai ke Laut Baltik, Ada Apa?

Bagaimana penjelasan PM swedia soal pengiriman kapal perang dan pesawat pengintai tersebut?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Jan 2025, 10:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 10:00 WIB
Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson
Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson (Dok. AFP)

Liputan6.com, Stockholm - Perdana menteri Swedia menyatakan negaranya tidak sedang berperang, namun juga tidak dalam keadaan damai. Dia mengumumkan Swedia akan mengirimkan pasukan bersenjata ke Laut Baltik untuk pertama kalinya sebagai bagian dari upaya peningkatan pengawasan di tengah serangkaian dugaan sabotase kabel bawah laut.

Negara tersebut menyatakan akan mengirimkan hingga tiga kapal perang dan sebuah pesawat pengintai ASC 890 sebagai bagian dari upaya NATO untuk memantau infrastruktur penting dan "armada bayangan" Rusia.

Pada hari pertama konferensi tahunan Folk och Forsvars (rakyat dan pertahanan) yang diadakan di Salen, Swedia utara, Ulf Kristersson juga mengomentari putusnya kabel bawah laut di Laut Baltik baru-baru ini. Dia menyatakan "niat musuh tidak bisa dikesampingkan".

Di tengah serangan hibrida dan "perang proksi" – termasuk dugaan keterlibatan Iran yang menggunakan anggota geng Swedia untuk melakukan kejahatan – Kristersson seperti dikutip The Guardian, Senin (13/1/2025) mengatakan, "Swedia tidak sedang berperang, namun kami juga tidak dalam keadaan damai."

Dia menambahkan, "Damai sejati membutuhkan kebebasan dan ketiadaan konflik serius antar negara. Namun, kami dan negara tetangga kami terpapar serangan hibrida, yang dilakukan bukan dengan robot dan tentara, melainkan dengan komputer, uang, disinformasi, dan risiko sabotase."

Mereka yang menginginkan perdamaian, kata dia, harus siap untuk berperang.

"Ini adalah pertama kalinya Swedia mengirimkan pasukan bersenjata ke wilayah kami sendiri," ujarnya.

Mengomentari penyelidikan terhadap kapal Eagle S, yang diduga merusak kabel antara Finlandia dan Estonia bulan lalu, dia mengatakan NATO siap membantu dan bahwa kapal penyelamat kapal selam Swedia telah berada di lokasi dan berhasil menarik jangkar.

"Swedia tidak langsung menyimpulkan atau menuduh siapa pun melakukan sabotase tanpa alasan yang sangat kuat," tegas Kristersson.

"Namun, kami juga tidak naif. Situasi keamanan dan kenyataan bahwa hal-hal aneh terus terjadi di Laut Baltik juga membuat kami percaya bahwa niat musuh tidak bisa dikesampingkan."

Dia menuturkan lebih lanjut, "Tidak ada bukti yang kuat bahwa sebuah kapal secara tidak sengaja menarik jangkar dengan rantai sepanjang 300 meter selama lebih dari 100 kilometer tanpa menyadari bahwa hal itu bisa menyebabkan kerusakan."

Dia mengatakan akan bertemu dengan kepala negara dan pemerintahan dari negara-negara Laut Baltik di Helsinki, ibu kota Finlandia, pada Selasa (14/1).

"Kami tidak membuat tuduhan sembarangan, namun kami semua menganggap ini serius," ungkap Kristersson.

Tidak Lagi di Luar Lapangan

Ilustrasi Swedia.
Ilustrasi Swedia. (Dok. Pixabay)

Dukungan domestik terhadap keanggotaan Swedia yang baru-baru ini diterima di NATO, menurut Kristersson, menunjukkan bahwa Swedia telah berubah. Swedia kini tidak lagi berada di luar lapangan, namun realistis di tengah-tengah peristiwa.

Kristersson juga menyebutkan bahwa Swedia berkontribusi sebesar 2,4 persen dari PDB untuk NATO dan angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi 2,6 persen dalam tiga tahun ke depan. Selain itu, pengeluaran untuk pertahanan sipil akan meningkat menjadi total 37,5 miliar Swedia Krona pada tahun 2030, dengan pembangunan pusat keamanan siber nasional yang sedang berlangsung.

Dalam wawancara dengan The Guardian bulan lalu, Menteri Pertahanan Sipil Swedia Carl-Oskar Bohlin mengatakan bahwa lebih banyak negara seharusnya mencontoh Swedia dalam hal kesiapsiagaan perang di tengah ancaman keamanan yang meningkat dari Rusia, yang menurutnya "akan ada untuk waktu yang lama".

"Kami memerlukan otoritas kami untuk tetap waspada," ungkap Bohlin merespons dugaan sabotase di Laut Baltik.

Sebelumnya, Swedia mengumumkan bahwa mereka akan mempercepat modernisasi pertahanan militernya di tengah apa yang digambarkannya sebagai "situasi keamanan paling serius sejak akhir Perang Dunia II."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya