Langgar Tabu, Wapres AS Bertemu Ketua Partai Kanan Ekstrem Jerman

Langkah dan pernyataan Wapres Vance kemungkinan akan semakin memperlebar jarak antara AS dan Eropa, yang pada era Trump semakin sulit menemukan kebijakan bersama tentang perang di Ukraina.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Feb 2025, 18:29 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 18:12 WIB
Wakil Presiden Amerika Serikat JD Vance saat berbicara di Konferensi Keamanan Munich pada Jumat (14/2/2025).
Wakil Presiden Amerika Serikat JD Vance saat berbicara di Konferensi Keamanan Munich pada Jumat (14/2/2025). (Dok. AP Photo/Matthias Schrader)... Selengkapnya

Liputan6.com, Berlin - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance bertemu dengan ketua partai sayap kanan ekstrem Jerman, Alternatif fur Deutschland (AfD), Alice Weidel, langkah yang dinilai melanggar tabu politik Jerman.

Dianggap melanggar tabu karena pejabat tinggi dari negara lain, khususnya dari negara-negara yang memiliki hubungan erat dengan Jerman, seperti AS, menghindari menjalin hubungan dengan AfD, yang dianggap berbahaya bagi stabilitas demokrasi.

Tatap muka keduanya terjadi saat pemerintahan Donald Trump terus mendekati dan mendukung partai-partai populis sayap kanan di Eropa.

Dalam pertemuan di Munich pada Jumat (14/2/2025), Vance dan Weidel dilaporkan membahas perang di Ukraina, politik domestik Jerman, dan istilah yang dikenal sebagai "brandmauer" atau "tembok api terhadap kanan", yang mencegah partai ultra-nasionalis seperti AfD bergabung dengan koalisi pemerintahan di Jerman.

Pertemuan Vance dan Weidel terjadi hanya beberapa minggu sebelum pemilu Jerman, di mana partai yang anti-imigran dan anti-muslim ini diperkirakan akan meraih posisi kedua karena semakin banyak orang yang menentang pemerintah dan sistem yang ada.

Pertemuan ini bukanlah kontak pertama antara AfD dan tokoh yang dekat dengan Trump. Elon Musk, miliarder yang kini memimpin departemen efisiensi pemerintah AS, telah berulang kali mengklaim bahwa hanya AfD yang bisa menyelamatkan Jerman dan bulan lalu dia mengundang Weidel dalam percakapan langsung selama 75 menit di platform media sosialnya, X.

Yang tidak kalah mengejutkan adalah dalam kunjungannya ke Jerman, Vance tidak bertemu dengan Kanselir Olaf Scholz, yang seharusnya menjadi salah satu mitra kunci AS dalam negosiasi dengan Rusia mengenai masa depan perang di Ukraina.

Saat memberikan pidato di Konferensi Keamanan Munich pada Jumat, Vance mengkritik para pemimpin Eropa yang enggan bekerja dengan partai sayap kanan mereka.

"Jika Anda berlari ketakutan dari pemilih Anda sendiri, tidak ada yang bisa dilakukan AS untuk Anda," ungkap Vance seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (15/2). "Anda membutuhkan mandat demokratis untuk mencapai hal-hal yang bernilai dalam beberapa tahun ke depan."

Respons terhadap Vance

Ilustrasi Bendera Jerman
Ilustrasi bendera Jerman. (Dok. Pixabay/tvjoern)... Selengkapnya

Langkah AS ini mengguncang politik Jerman karena pemerintahan Trump mendukung partai-partai kontroversial di Eropa sebagai oposisi terhadap pemerintahan yang berkuasa di Inggris, Jerman, dan sekutu besar lainnya.

"Saya dengan tegas menolak apa yang dikatakan Wakil Presiden AS Vance di Konferensi Keamanan Munich," kata Kanselir Scholz dalam unggahannya di platform X. "Berlandaskan pengalaman nasional sosialisme, partai-partai demokratis di Jerman memiliki konsensus: tembok api terhadap partai sayap kanan ekstrem."

Pengadilan Jerman telah memutuskan AfD dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap demokrasi, sehingga memungkinkan badan intelijen domestik Jerman untuk memantaunya.

Pada Mei, AfD dikeluarkan dari kelompok parlemen pan-Eropa yang terdiri dari partai-partai sayap kanan populis setelah serangkaian kontroversi, termasuk pernyataan seorang tokoh senior AfD yang menyebutkan bahwa tidak semua SS Nazi adalah kriminal.

Dalam pidatonya di Konferensi Keamanan Munich, Vance juga menuduh para pemimpin Eropa bersembunyi di balik kata-kata kuno era Soviet seperti 'misinformasi' dan 'disinformasi'.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas menanggapi pidato tersebut dengan mengatakan, "Mereka mencoba mencari masalah dengan kami, sementara kami tidak ingin mencari masalah dengan teman-teman kami."

Namun, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius tidak tinggal diam. 

"Jika saya tidak salah, dia membandingkan kondisi di sebagian Eropa dengan rezim otoriter. Itu tidak bisa diterima dan bukanlah Eropa atau demokrasi yang saya tinggali dan perjuangkan," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya