WN Inggris Napi Narkoba Beber Kekejaman di Lapas Kerobokan Bali

Dougal juga mengaku mengalami gangguan mental setelah dikurung bersama pecandu, pengidap HIV positiv, dan lesbian.

oleh Eko Huda Setyawan diperbarui 28 Jul 2013, 17:24 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2013, 17:24 WIB
tahanan-wanita-130728c.jpg
Setelah mendekam selama 1 tahun di Lapas Kerobokan, Bali, Rachel Dougall bebas. Wanita Inggris yang dituduh terlibat dalam penyelundupan 4,7 kilogram kokain itu bisa menghirup udara bebas pada Mei yang lalu.

Dan pada Sabtu 27 Juli kemarin, wanita berusia 40 tahun itu mebeberkan pengalaman kelamnya selama berada di Lapas Kerobokan. Dougall mengaku mendapat perlakuan kejam selama di penjara itu.

Seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (28/7/2013), Dougall mengaku harus meringkuk di atas tikar tipis yang melapis lantai. Dia hanya bisa menutupi wajah dengan kedua tangannya saat 6 kaki narapidana wanita lainnya menendangi tubuhnya. Tak bisa berbuat apa-apa.

Wanita beranak satu itu juga diserang oleh satu dari 14 narapidana wanita saat bredesakan di dalam sel mungil itu. Itu baru permulaan. Setelah itu, Dougal mengaku masih menerima perlakuan kasar di dalam penjara yang dia sebut sebagai 'Hotel K' itu. Dia juga menyebut Lapas Kerobokan terkenal dengan tempat yang kotor.

Dougal juga mengaku mengalami gangguan mental setelah dikurung bersama pecandu narkoba, narapidana pengidap HIV positiv, dan lesbian yang agresif. Di dalam penjara itu, wanita yang dituduh terlibat penyelundupan kokain senilai 1,6 juta Pounsterling ini juga menderita kudis dan mengaku hampir mati karena terserang pneumonia dan harus dirawat di rumah sakit selama seminggu.

Dougall mengaku tidak bersalah dalam kasus ini. Dalam kasus penyelundupan kokain dari Bangkok ke Bali ini, dia mengaku dijebak oleh Lindsay Sandiford. Wanita inilah yang disebut-sebut Dougall telah menjebaknya bersama Julian Ponder dan Paul Beales. Polisi menyebut kelompok ini sebagai 'Geng Empat'.

"Saya benar-benar tidak bersalah, tapi mereka berkata jika saya kooperatif saya akan diperbolehkan tingal bersama putri saya Kitty yang saat itu berusia 6 tahun. Tapi mereka bohong dan mengurung saya seperti binatang," tutur Dougall.

Tak hanya itu. Dougall juga menyebut pemerintah Indonesia munafik dengan memenjarakan dan menghukum mati pengedar narkoba. Padahal, kata dia, barang haram itu bebas digunakan di dalam penjara.

"Sebagian besar wanita mengonsumsi obat-obatan hampir setiap hari. Jika Anda punya uang, penjaga akan memberikan apapun yang Anda inginkan. Narapidana di penjara pria sebelah bahkan membayar pelacur untuk kunjungan semalam," Dougall menambahkan.

Di kerobokan itu, Dougall mengaku ditempatkan dalam sel berukuran 18 kali 12 kaki yang berkutu, bersama puluhan narapidana wanita lain, termasuk Sandiford. Dougall merasa putus asa karena bukan saja harus terpisah dengan putrinya, melainkan harus kooperatif dengan petugas. Kondisi yang keras.

Hanya ada satu lubang di tanah yang berfungsi sebagai toilet. Itu digunakan bergantian dengan narapidana lainnya. "Saat hujan limbah akan meluap dan bau yang tak tertahankan," katanya.

Selama di dalam penjara itu pula, wanita yang kini tinggal di Brighton ini mengaku sangat takut karena harus satu sel bersama Sandiford. Sama takutnya dengan dihadapkan regu tembak. "Wanita itu mengancam akan membunuhku dan saya sangat tertekan. Dia punya mulut yang busuk dan sangat agresif," tutur Daougall. (Eks/Ism)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya