Kisah Gadis-gadis Cilik Brasil yang Menjajakan Diri di Jalanan

Gadis-gadis cilik, bahkan ada yang berusia 9 tahun, dipaksa jadi PSK demi uang dan narkoba. Mereka butuh diselamatkan.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 26 Nov 2013, 16:00 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2013, 16:00 WIB
gadis-brasil131126b.jpg
Dia seorang gadis cilik 11 tahun berperawakan kurus. Hampir tiap malam, orangtuanya mengantarnya ke jalan raya Rio-Bahia. Namanya Leidiane, semuda itu, ia harus menjajakan diri ke sopir-sopir truk di tengah deru debu dan asap diesel.

Tiap kali kencan, Leidiane dibayar sekitar Rp 130 ribu. Setelah selesai, ia kerap didorong begitu saja dari truk, mobil, atau trailer. Leidiane terpaksa --atau tepatnya dipaksa-- melakukannya, agar keluarganya bisa makan. Juga agar orangtuanya bisa membeli narkoba.

Jalanan Rio-Bahia (BR116) sepanjang 4.300 km yang kerap dijuluki 'jalan raya kematian' oleh para sopir truk, saking kerapnya terjadi pembajakan dan kecelakaan, kini punya julukan baru: "the highway to hell" -- jalan ke neraka bagi Leidiane dan teman-temannya sesama pekerja seks komersial (PSK) cilik. Bahkan ada juga yang baru berusia 9 tahun.

Jalan raya BR116 adalah arteri industri yang membentang dari Fortaleza di timur laut Brasil ke selatan hingga Jaguarao di perbatasan Uruguay. Ruas jalan utama di Brasil di mana makanan, elektronik, rokok, dan obat dikirim ke kota-kota makmur seperti Rio de Janiero dan Sao Paulo.

Di sisi lain, jalanan itu melewati desa-desa miskin penuh penderitaan, kecanduan narkoba, dan prostitusi anak.

Badan Urusan Anak-anak PBB (UNICEF) menyebut, BR-116 adalah jalanan paling aktif dunia dalam hal eksploitasi anak. Di sana, gadis-gadis muda kerap diculik dan dipaksa masuk rumah bordil, di mana mereka diperbudak, dipukuli, dan melayani ratusan pria dewasa.

"Gadis-gadis cilik ini benar-benar hancur karena dipaksa menjual diri pada usia teramat muda," kata Matt Roper, aktivis advokasi anak-anak korban prostitusi kepada News.com.au dan dikutip Liputan6.com, Selasa (26/11/2013).

Hidup para gadis cilik itu hancur. Mereka merasa tak berarti. "Mereka tak berani bercermin, citra diri mereka sudah porak poranda."

Namun, sulit untuk menghentikan praktik ini. Roper mengendus keterlibatan oknum polisi, pebisnis, bahkan pejabat di baliknya. Para gadis juga diperas geng.

Anak Ditukar Rokok dan Narkoba

Roper mengaku kerap meneteskan air mata saat melihat penderitaan para gadis itu di jalanan. Gadis-gadis kecil berdiri di barisan motel kumuh di sepanjang jalanan dengan gemuruh lalu lintas, menanti pelanggan yang istilahnya dihaluskan menjadi 'program'.

Di Kota Medina, Roper mendengar tentang ratusan gadis cilik yang dipaksa melacur. "Para ibu tega menukar putri-putri mereka... hanya demi rokok dan kokain," kata dia. "Menjalani putri mereka menjalani 'program' pertama dianggap normal seperti main boneka Barbie."

Akibatnya, luar biasa buruk. Banyak gadis berusia 12 atau 13 tahun sekarat karena AIDS.

Mariana adalah seorang gadis berusia 13 tahun penggemar Justin Bieber dan suka menulis puisi.

Ibu dan neneknya berprofesi prostitusi jalanan. Jika tak pulang membawa uang dari menjajakan diri, mereka akan tega memukulinya.

Beberapa hari setelah bertemu Roper, Mariana menghilang dari Medina. Ia ditemukan di lokasi berjarak 80 kilometer, di sebuah rumah bordir. Polisi menemukannya bersama seorang gadis lain berusia 12 tahun sedang berada di atas tempat tidur dengan seorang lelaki dewasa. "Beberapa minggu kemudian kami menemukan ia telah hamil," kata Roper.

Namun, kemudian, Mariana dikirim kembali ke rumah bordil yang dioperasikan oleh geng narkoba. Kepada para gangster, neneknya mengaku tak ingin cucunya itu bebas, sebab, dia adalah komoditas berharga bagi pendapatan keluarganya.

Di kota lain, Candido Sales, di kawasan paling kumuh dan miskin, berdiri sebuah rumah bobrok. Rumah nomor 46.

Di dalamnya, polisi menemukan kaleng-kaleng minuman yang digunakan untuk menghisap narkoba, kamar yang dipenuhi kondom bekas dan pakaian dalam, puluhan pria dan 3 gadis -- yang termuda berusia 12 tahun.

Di kota berikutnya, Roper menemukan dari 60 ribu penduduknya, sekitar 6 ribu di antaranya terlibat dalam lingkaran setan prostitusi anak. Saat musim panas tiba, kala festival-festival digelar, gadis-gadis tercantik dari kota itu dibawa bekerja. Beberapa di antaranya tak pernah pulang.

"Setiap ada perhelatan besar di Brasil, gadis-gadis berusia 13, 15, atau 16 tahun dianggap boleh dipekerjakan sebagai PSK," kata Roper. Ia menambahkan, Brasil punya 250 ribu PSK anak, jumlahnya bahkan bisa jadi mencapai setengah juta.

'Pink House'

Setelah menulis 2 buku tentang gadis-gadis yang dipaksa jadi PSK "Street Girls" dan "Remember Me, Rescue Me", Roper mendidikan yayasan dan rumah aman bagi para korban.

Dia mendirikan Meninadanca, 'pink house' di Medina, di mana para gadis mendapatkan konseling, edukasi, kelas tari, dan dipulihkan dari kehidupan jalanan. "Saat menari mereka rileks dan melupakan realitas mengerikan dalam hidup mereka."

Rumah aman yang didirikannya sedang berusaha mencari jalan keluar bagi para korban. Menyediakan pendidikan juga alternatif pekerjaan.

Kini, Roper sedang menulis buku barunya, "Highway to Hell", tentang kisah-kisah tragis sejumlah gadis muda yang ia temui, yang berhasil atau gagal diselamatkan.

Salah satu yang gagal adalah Jacqueline. Gadis itu baru berusia 11 tahun saat Roper menemuinya di Belo Horizonte. Ia sedang menghirup lem.

Saat kembali lagi ke kota tersebut, narkoba terlanjur membanjiri jalanan. Jacqueline makin kurus. Suatu hari ia bahkan terlentang di jalan. Kala itu Roper berhasil menyelamatkannya.

Namun kehidupan keras jalanan merenggutnya, "Ada pengedar narkoba yang ingin membunuhnya karena dia berutang uang pada mereka," kata dia.

Lalu, apa kabarnya Leidiane?

Leidiane, kini berusia 12 tahun, sudah jadi pecandu kokain. Ia tak lagi sepolos saat ditemui setahun sebelumnya. Yang ada di otaknya kini uang dan narkoba.

"Kami sudah terlambat," sesal Roper. (Ein/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya