Label Gizi pada Fast Food, Efektifkah?

Pencantuman label gizi pada setiap makanan dan minuman cepat saji dinilai tidak efektif tanpa kerjasama semua pihak.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 03 Sep 2014, 10:00 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2014, 10:00 WIB
Pencantuman Label Gizi Pada Fast Food Bisa Tak Efektif
Pencantuman label gizi pada setiap makanan dan minuman cepat saji dinilai tidak efektif tanpa kerjasama semua pihak.

Liputan6.com, Jakarta Untuk mendidik masyarakat Indonesia dalam menilai makanan mana yang tinggi kalori, gula dan garam, pemerintah telah lama memiliki Permenkes No 30 tahun 2013 yang mewajibkan perusahaan fast food mencantumkan label gizi pada setiap makanan dan minuman. Namun hal ini ternyata dinilai tidak efektif tanpa kerjasama semua pihak.

Seperti disampaikan pakar gizi dari Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Endang L. Achadi bahwa label gizi sangat penting untuk mendidik dan membantu masyarakat untuk mengetahui zat-zat gizi dalam makanan cepat saji.

"Cara ini bisa efektif dan tidak karena tidak semua orang mempunyai kebiasaan membaca label makanan, artinya harus ada upaya-upaya juga supaya masyarakat mau membaca label setiap membeli makanan baru. Kalau masyarakat mempunyai kebiasaan tersebut, bisa efektif. Tetapi, saya lihat belum semua masyarakat mempunyai kebiasaan tersebut, maka bisa jadi tidak efektif," jelas Endang saat ditemui di acara seminar Nutritalk, Yogyakarta, ditulis Selasa (2/9/2014).

Jadi memang, kata Endang, intervensi tidak bisa sendirian, harus disertai dengan sosialisasinya, yakni merubah kebiasaan supaya membaca label.

Kewajiban pencantuman label pada makanan cepat saji ini rencanaya akan mulai berlaku pada 2016. Dan selain pencantuman nilai gizi, gerai fast food juga harus mencantumkan pesan kesehatan berbunyi: "Konsumsi gula lebih dari 50 gr, natrium lebih dari 2000 mg atau lemak total lebih dari 67 gr per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya