Kenapa Sulit Berantas Tuberkulosis?

Banyak faktor yang menyebabkan prevalensi kasus Tuberkulosis (TB) sulit diturunkan

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 27 Mar 2015, 16:30 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2015, 16:30 WIB
Warga Binaan Melakukan Pemeriksaan Tuberkulosis di LP Cipinang
Aktivitas warga binaan yang terkena penyakit Tuberkulosis di Balai Pengobatan Lapas Cipinang, Jakarta, (24/2/2015). Catatan WHO, kasus TB di lembaga pemasyarakatan di Indonesia, 11 hingga 81 kali dari populasi umum. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Meski ilmu dan teknologi penanggulangan tuberkulosis (TB) sudah maju pesat antara lain dengan ditemukan vaksin dan obat-obatan baru, pengobatan yang sudah tidak perlu keluar biaya lagi, bahkan para ahli dan rumah sakit juga sudah banyak, Indonesia belum bisa bebas TB sekarang ini. Kemungkinannya baru tahun 2187 Indonesia baru lepas dari penyakit infeksi ini.

"Jadi, jika mengacu target WHO, kemungkinan Indonesia baru bebas TB pada 2187," kata Spesialis Penyakit Paru Rumah Sakit Persahabatan, DR. Dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K) dalam diskusi bertajuk Indonesia Bebas TB: Inovasi Dalam Pengobatab Multi drug Resitant TB di The Ritz-Carlton Hotel Mega Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (27/3/2015).

Banyak faktor yang menyebabkan prevalensi kasus Tuberkulosis (TB) sulit diturunkan. Salah satunya pengobatan TB yang makan waktu enam bulan. Ini yang menyebabkan pasien drop-off dan menghentikan pengobatannya. Orang bosan dengan pengobatan yang terus-menerus.

Padahal inilah yang menjadi titik kritis. Penderita yang menghentikan pengobatan bisa tidak mempan lagi diobati. Kuman resisten. Inilah yang disebut dengan MDR (Multi-Drug Resitant) TB, kuman kebal terhadap pengobatan lini pertama. Akibatnya, pengobatan yang tadinya hanya butuh enam bulan jadi lebih lama (2 tahun). Jenis obat lebih banyak dan efek sampingnya pun makin berat.

Berdasarkan hasil laporan WHO, Indonesia berada di peringkat 8 dari 27 negara dengan beban TB MDR terbanyak di dunia dengan perkiraan jumlah pasiennya 6.800 jiwa atau 2 persen dari kasus baru dan 12 persen dari kasus pengobatan ulang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya