Penyakit karena Makanan Mengancam Umat Manusia

Data terbaru World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa bahaya yang disebabkan oleh penyakit karena makanan menjadi ancaman global.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Mei 2015, 07:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2015, 07:00 WIB
[Bintang] 15 Pasang Makanan Ini Tidak Boleh Dikonsumsi Bersamaan
15 Pasang Makanan Ini Tidak Boleh Dikonsumsi Bersamaan

Liputan6.com, Jakarta Data terbaru World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa bahaya yang disebabkan oleh penyakit karena makanan menjadi ancaman global. WHO memperkirakan ada sekitar 2 juta korban, terutama anak-anak, meninggal dunia setiap tahunnya akibat makanan yang tidak aman. Di Indonesia, berdasarkan laporan Balai Besar/Balai POM selama periode tahun 2009-2013 diasumsikan bahwa dugaan kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang terjadi per tahunnya sebanyak 10.700 kasus dengan 411.500 orang sakit dan 2.500 orang meninggal dunia. Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kasus KLB keracunan pangan tersebut diperkirakan mencapai 2,9 triliun rupiah.

Data ini merupakan sebagian dari permasalahan keamanan pangan yang saat ini menjadi perhatian semua pihak. Hal ini menjadi isu lintas sektor dan tanggung jawab bersama yang membutuhkan partisipasi sektor kesehatan non-publik (pertanian, perindustrian dan perdagangan, lingkungan, dan pariwisata). Permasalahan keamanan pangan menjadi salah satu fokus Badan POM di tahun 2014. Badan POM telah melakukan beberapa kajian terkait keamanan pangan, yang diharapkan mampu meningkatkan keamanan pangan di Indonesia.

Sebagai contoh, hasil kajian estimasi kerugian ekonomi akibat KLB keracunan pangan di Indonesia diharapkan menjadi landasan ilmiah bagi manajer risiko untuk menentukan kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki sistem penyelidikan dan penanggulangan maupun meminimalkan KLB keracunan pangan yang pada akhirnya akan meningkatkan keamanan pangan di Indonesia.

Kajian konsumsi pangan

Selain itu, Badan POM telah melakukan kajian konsumsi pangan dan asupan Gula, Garam, dan Lemak (GGL) dengan Metode Food Record di wilayah Jakarta Selatan. Menteri Kesehatan RI sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2013 tentang “Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak. Kajian ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk melindungi masyarakat dari risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) terutama hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung yang salah satunya disebabkan oleh asupan GGL berlebih.

Berdasarkan hasil kajian tersebut diketahui bahwa konsumsi gula dan lemak rata-rata di bawah batas maksimal, namun konsumsi garam melewati batas maksimal sesuai Permenkes 30/2013. Berdasarkan rekomendasi WHO (2014), konsumsi GGL rata-rata melewati batas maksimal. Untuk itu diperlukan peningkatan kesadaran terhadap risiko konsumsi GGL berlebih, baik pada sisi konsumen dan produsen pangan. Kontribusi pangan terhadap asupan garam terbesar dari pangan siap saji (52-57%), selanjutnya masakan rumah (18-32%) dan pangan olahan (15-25%). Kontribusi pangan terhadap asupan gula terbesar dari pangan olahan (55-64%), selanjutnya pangan siap saji (25-27%) dan masakan rumah (11-19%). Produk minuman fabrikasi merupakan kontributor terbesar asupan gula. Kontribusi pangan terhadap asupan lemak terbesar dari pangan siap saji (48-50%), selanjutnya masakan rumah (20-36%) dan pangan olahan (16-31%).

Survei penentuan titik kritis

Badan POM juga telah melakukan kajian dan survei penentuan titik kritis rantai pangan es dan minuman es. Survei ini dilakukan di 5 kota besar yaitu Aceh, Lampung, DKI Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Tujuan utama dari survei ini adalah menentukan titik kritis pengolahan/penanganan es dan minuman es serta memberikan gambaran/potret kepedulian keamanan pangan di tingkat produsen, distributor, dan penjaja. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa terdapat sekurangnya 13 titik kritis telah diidentifikasi di sepanjang pembuatan es batu. Titik kritis tersebut meliputi penerimaan air bahan baku es, filtrasi, perebusan air hingga mendidih, pengisian air ke dalam cetakan, penyortiran es, penyimpanan, distribusi, pengecilan ukuran es, distribusi, penyimpanan, pencucian es, pencampuran, dan penyajian minuman es. Kontaminasi mikroba dapat berasal dari sumber bahaya pada titik kritis tersebut, misalnya dari sumber bahan bakunya, tangan pekerja dan juga peralatan yang digunakan.

Beberapa kajian ini menunjukkan masih banyak permasalahan keamanan pangan yang harus diselesaikan. Badan POM tidak dapat melakukan pengawasan keamanan pangan ini secara single player. Permasalahan keamanan pangan, bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah, melainkan juga para pelaku usaha dan peran serta dari masyarakat. Mari bersama, kita pastikan bahwa produk makanan yang beredar di masyarakat terjamin keamanan, mutu, dan gizinya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya