Ini yang Patut Dicontoh dari Bupati Gunung Kidul

Langkah Bupati Gunung Kidul yang terbitkan Perbup No 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak patut dicontoh

oleh Liputan6 diperbarui 11 Agu 2015, 14:23 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2015, 14:23 WIB
Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi kekerasan pada anak. Sumber: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta Koalisi Indonesia untuk Penghentian Perkawinan Anak (Koalisi 18+) mengapresiasi langkah Bupati Gunung Kidul yang menerbitkan Peraturan Bupati Gunung Kidul No 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak. Peraturan ini dibuat karena terjadi peningkatan lebih dari 100 persen jumlah perkawinan anak di wilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir ini.

“Ini respon yang cukup berani dilakukan oleh Kabupaten Gunungkidul,” kata Koordinator Koalisi 18+, Supriyadi Widodo Eddyono di Jakarta, Selasa (11/08).

Ia menegaskan, terbitnya Perbup 36/2015 ini sangat penting untuk meminimalisasi jumlah perkawinan anak. Karenanya, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya juga harus mendukung penuh karena menunjukkan jika pemerintah daerahnya telah memiliki kesadaran lebih awal dalam pencegahan perkawinan anak.

“Adanya kebijakan ini merupakan indikasi bahwa batas usia minimal perempuan untuk menikah sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia saat ini,” katanya.

Menurutnya, Peraturan ini memandatkan kebijakan pencegahan perkawinan anak dalam beberapa level, yakni di tingkat keluarga, masyarakat, anak, Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan lainnya. Peraturan ini, lanjutnya, juga memandatkan upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi korban termasuk memandatkan tugas bagi beberapa lembaga di wilayah untuk melakukan monitoring atas kasus-kasus perkawinan anak.

“Koalisi 18+ mendorong agar Perbup 36/2015 ini segera diikuti oleh beberapa pemerintah daerah dan pemerintah pusat segera mengambil kebijakan khusus yang pro aktif dan segera untuk melindungi kepentingan anak–anak Indonesia yang terancam hak–haknya yang diakibatkan masih maraknya perkawinan anak,” desaknya.

Berdasarkan data Koalisi 18+, di beberapa wilayah Indonesia, jumlah kenaikan perkawinan anak juga mengalami kenaikan yang sigfnifikan. Misalnya, di wilayah Pesisir Selatan Sumatera Barat, beberapa wilayah di Jawa Tengah, Jawa Barat, Lombok, dan banyak wilayah lainnya. Dalam monitoring yang dilakukan Koalisi Indonesia untuk Penghentian Perkawinan Anak (Koalisi 18+), kenaikan jumlah perkawinan anak di beberapa wilayah tersebut sudah pada tahap mengkhawatirkan.

“Sayangnya respon Pemerintah Pusat atas kondisi ini juga belum ke arah yang lebih konkrit dan positif, jika dibandingkan dengan Pemerintah Daerah yang mulai berupaya menurunkan jumlah perkawinan anak yang terus meningkat,” pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya