Liputan6.com, Jakarta Jumlah kasus virus Zika terus melonjak selama 12 bulan terakhir di Brasil. Setelah sebelumnya pemerintah melarang wanita untuk hamil, kini mereka juga memperingatkan wanita untuk selalu menggunakan obat nyamuk.
Seperti diberitakan Dailymail, Jumat (22/1/2016) Kementerian Kesehatan Brasil mencatat kasus mikrosefali (cacat pertumbuhan otak) yang diduga karena virus Zika mencapai 3.893 kasus pada 16 Januari lalu dari 3530 kasus 10 hari sebelumnya. Jumlah kematiannya pun naik menjadi 49.
Pusat biomedis Fiocruz di Curitiba menemukan Zika di plasenta wanita yang mengalami keguguran. Hal ini kian membuktikan virus ini dapat mencapai janin. Namun peneliti hanya menemukan Zika dalam cairan ketuban dari dua wanita hamil.
Advertisement
Baca Juga
"Meski ada sejumlah bukti, tapi kami tidak bisa menyatakan Zika penyebab mikrosefali," kata ahli imunologi Jean Peron dari University of Sao Paulo.
Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah mengeluarkan travel advisory pekan lalu untuk wanita hamil agar menghindari 14 negara dan wilayah di Karibia dan Amerika Latin yang terkena virus.
Virus Zika ditemukan pertama kali di Uganda pada 1947 pada monyet di hutan Zika. Lalu pada 1948 ditemukan pada nyamuk Aedes africanicus dan pada 1954 ditemukan pada manusia di Nigeria. Pada dasarnya klinis penyakit ini ringan dan bisa sembuh dengan sendirinya.
Keluhan dapat berupa bercak merah di kulit, demam, nyeri kepala dan mata terasa panas dan atau conjunctivitis. Baru beberapa waktu lalu saja infeksi virus ini diduga dihubungkan dengan gangguan susunan saraf pusat dalam bentuk microcephaly dan retardasi mental.
Virus Zika tergolong Flavi virus, tadinya bentuknya hanya seperti demam berdarah tapi lebih ringan, ada juga yang menyebutkannya sebagai bentuk ringan dari penyakit Chikungunya. Penularan melalui gigitan nyamuk Aedes, tapi ada juga laporan melalui hubungan seks atau trans plasental, walaupun amat jarang.
Dalam peta epidemi dunia maka negara Asia termasuk daerah terpapar zika virus, khususnya dalam bentuk ringan, dan memang sejauh ini tidak pernah ada kasus mendadak di kawasan Asia. Sejauh ini belum ada obat anti viral dan belum ada vaksin untuk mencegah infeksi ini. Dunia kesehatan masih mengamati kejadian di Brazil ini dengan seksama, dan sejauh ini belum ada langkah kesehatan internasional yang khusus dilakukan.