Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Heteroseksual, Homoseksual, atau Aseksual?

Aseksual adalah orientasi seksual yang paling tidak dimengerti dan banyak orang memandangnya sebagai gay yang menutup-nutupi diri.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 10 Feb 2016, 22:00 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2016, 22:00 WIB
Heteroseksual, Homoseksual, atau Aseksual?
Aseksual adalah orientasi seksual yang paling tidak dimengerti dan banyak orang memandangnya sebagai gay yang menutup-nutupi diri.

Liputan6.com, New York - Pernah terdengar ucapan yang terdengar nyeleneh dari bintang acara televisi Honey Boo Boo Child yang mengatakan pada 2012 bahwa “semua orang agak sedikit gay”?

Wanita itu secara tidak sengaja merujuk kepada buku terkenal karangan seksolog Alfred Kinsey. Sang ahli terkenal dengan skala Kinsey, yang mencirikan tingkat ketertarikan orang kepada lawan jenis ataupun sesama jenis.

Skala Kinsey yang diciptakan pada 1948 menggunakan angka 0 hingga 6. Angka 0 merujuk kepada ‘lurus’ sepenuhnya dan angka 6 merujuk kepada ‘gay’ sepenuhnya. Sejak penerbitannya, skala ini telah menjadi ukuran kultural favorit dalam mengukur orientasi seksual seseorang.

Namun, merujuk kepada mic.com pada Rabu (10/2/2016), skala Kinsey masih jauh dari sistem yang mencakup semuanya. Langdon Parks dari California belakangan menyadari bahwa skala tersebut luput menjelaskan aspek-aspek lain dalam seksualitas manusia, misalnya apakah seorang manusia peduli akan seks.

Dengan pemikiran demikian, Parks kemudian menciptakan Skala Ketertarikan Ungu-Merah (Purple-Red Scale of Attraction).

Skala Ketertarikan Ungu-Merah

Mirip dengan skala Kinsey, skala Ungu-Merah memungkinkan angka dari 0 hingga 6 untuk menilai tingkat atraksi sesama atau lawan jenis. Tapi skala baru ini memungkinkan untuk menuliskan pengalaman ketertarikan itu menurut skala A hingga F. Huruf A merujuk kepada aseksualitas—tidak ada ketertarikan sama sekali kepada seks. Sedangkan huruf F merujuk kepada hiperseksualitas.

Kepada Mic, Parks menggagas skala Ungu-Merah setelah mempelajari dan menyadari adanya orang ‘heteroromantik’—yaitu orang yang tertarik hanya kepada hubungan romantis dan tanpa seks dengan lawan jenis.

Skala ini kemudian mewakili semua derajat yang mungkin ada tentang ketertarikan seksual. Mulai dari mereka yang hanya ingin seks dalam hubungan hingga mereka yang tertarik pada semua aspek.

Ini bukan pertama kalinya ada upaya menyangkal mitos tentang ketertarikan seksual. Pada 1978, Dr. Fritz Klein mencoba memperbaiki skala agar lebih mencakup pengalaman-pengalaman seksual dan juga khayalan-khayalan seksual seseorang. Hasilnya adalah Klein Sexual Orientation Grid.

Skala Ungu-Merah ciptaan Parks mencakup mereka yang mengalami ketertarikan seksual pada waktu yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula, termasuk mereka yang tidak mengalaminya sama sekali.

Hal ini menarik, karena aseksualitas sebetulnya tidak terlalu jarang—menurut suatu perkiraan, ada kira-kira 1 di antara 100 orang adalah aseksual, walaupun tidak mengakuinya.

Skala ciptaan Parks menjadi alat ukur orientasi sekaligus ketertarikan seksual. (Sumber Mic.com)

Aseksual adalah orientasi seksual yang paling tidak dimengerti, dan banyak orang memandangnya sebagai gay yang menutup-nutupi diri atau merasa canggung untuk melakukan seks.

Laporan Huffington Post pada 2013 menyebutkan bahwa banyak orang aseksual tidak menyebut dirinya demikian, tapi ‘heteroromantik’ atau ‘demiseksual’.

Heteroromantik tertarik hanya pada hubungan lawan jenis yang romantis dan tanpa seks. Sedangkan demiseksual berarti yang orang terbuka untuk mengalami ketertarikan seksual, namun hanya setelah ia memiliki hubungan emosional yang kuat atau hubungan yang teguh dengan calon pasangan seksualnya. 

Parks kemudian mengatakan, “Ada orang yang sama sekali tidak menginginkan seks dalam hubungan, sebaliknya ada orang-orang lain yang memandang seks sebagai hal utama dalam hubungan.”

“Ada juga yang memulai hubungan tanpa perasaan sama sekali namun bertumbuh seiring berjalannya waktu. Tapi tetap ada kelompok lainnya yang tidak menginginkan seks untuk dirinya sendiri, namun berkenan melakukannya untuk alasan-alasan lain, misalnya untuk prokreasi (penciptaan keturunan) ataupun membuat pasangannya bahagia.”

Itulah alasan mengapa skala Ungu-Merah ciptaan Parks menjadi sangat penting. Skala itu mengakui adanya wilayah abu-abu dalam orientasi dan ketertarikan seksual. Dua hal itu, katanya, bersifat cair dan sangat bergantung kepada konteks.

Alasan Perlunya Skala Ketertarikan Ungu-Merah

Parks yakin bahwa perangkat sederhana seperti Skala Ketertarikan Ungu-Merah bisa berguna, khususnya sebagai cara memperbaiki komunikasi dalam dunia perkencanan.

Katanya, “Skala ini dirancang untuk menyediakan cara yang cepat dan mudah untuk menilai pandangan seseorang tentang hubungan dalam forum-forum dan situs-situs perkencanan.”

Misalnya, seseorang dapat mendaftar di situs perkencanan dan menuliskan orientasi seksual sebagai ‘D5”, daripada menuliskan sebagai ‘gay’, ‘lurus’, atau ‘biseksual’.

Bukan hanya itu, Parks memandang bahwa skala Ungu-Merah menjadi cara yang baik untuk menjodohkan pasangan yang memiliki dorongan seks yang serupa atau sepadan.

“Jenis ketertarikan sama pentingnya dengan orientasi. Sudah banyak contoh, misalnya sang pria menginginkan seks, seks, dan seks, padahal sang wanita belum langsung ada rasa untuk itu,” tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya