Liputan6.com, Jakarta Hormon cinta yang dikenal dengan oksitosin tak hanya berperan untuk kesehatan, melainkan pengaruhi panjang pendeknya hubungan pasangan menikah.
Baca Juga
Banyak efek psikologis lain terkait oksitosin, seperti memprediksi apakah sepasang suami-istri akan tetap bersama atau bercerai pada tahun pertama sejak kelahiran anak mereka.
Sebuah penelitian yang dipresentasikan oleh Society for Personality and Social Psychology, dari sampel air liur dari 341 wanita hamil selama trimester pertama kehamilan, air liur pada trimester ketiga mereka, serta tujuh sampai sembilan minggu pascamelahirkan.
Advertisement
Para peneliti melakukan penelitian ini selama dua setengah tahun dengan temuan bahwa sekitar 90 persen wanita masih menikah, sementara tujuh tengah berpisah dengan pasangannya.
Menurut hasil, peneliti menemukan bahwa wanita dengan kadar oksitosin rendah selama kehamilan dan setelah melahirkan, lebih mungkin untuk bercerai saat anak mereka berusia dua setengah tahun.
"Data ini menunjukkan bahwa tingkat oksitosin ibu yang lebih rendah terkait dengan risiko bercerai saat anak masih balita," kata peneliti dan psikolog, Jennifer Bartz. Dikutip dari laman Body and Soul, ditulis Selasa (16/02/2016).
Hal ini menunjukkan bahwa hormon ini memainkan peran yang lebih besar untuk hubungan pasangan menikah, selain berperan dalam menangani stres juga terkait pemberian ASI ibu kepada anaknya.