Liputan6.com, Jakarta Maraknya peredaran herbal yang diklaim sebagai obat, menimbulkan tanda tanya. Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah memiliki peraturan mengenai pengelompokan dan penandaan obat berbahan alam Indonesia.Â
Seperti yang tertera dalam Keputusan Kepala BPOM nomor HK.00.05.4.2411, yang dimaksud dengan obat berbahan alam dikelompokkan menjadi jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
Baca Juga
Advertisement
Jamu memiliki kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Klaim khasiatnya telah dibuktikan berdasarkan data empiris serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis jamu dalam kemasan pun haus diawali dengan kata-kata "Secara tradisional digunakan untuk.." atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Sedangkan obat herbal terstandar harus memenuhi kriteria:
1. Aman sesuai persyaratan yang ditetapkan
2. Klaim khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah atau pra klinik
3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
Untuk fitofarmaka juga harus memenuhi kriteria, selain aman, klaim khasiat harus melalui uji klinik, kemudian telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi serta memenuhi persyaratan mutu.Â
Baca Juga
Dalam ketentuan logo juga perlu diperhatikan. Pada kelompok jamu misalnya, harus ada tulisan JAMU berlogo berupa ranting daun yang terletak dalam lingkaran .Obat herbal terstandar pun demikian. Harus ada Obat Herbal terstandar dengan logo jari-jari daun (3 pasang) terletak di dalam lingkaran.
Sedangkan kelompok fitofarmaka, harus mencantumkan logo dan tulisan "Fitofarmaka" dan logo berupa jari-jari daun (seperti membentuk bintang) terletak dalam lingkaran.
Semua ketentuan ini telah berlaku sejak 17 Mei 2004 sehingga masyarakat diimbau agar lebih berhati-hati bila ada produk yang mengatasnamakan herbal sebagai obat.