Liputan6.com, Jakarta Terlahir sebagai anak perempuan ada banyak hal asyik dan menyenangkan. Namun, ada hal-hal tidak menyenangkan yang hanya terjadi pada anak perempuan bukan anak laki-laki.
Kerapkali, anak perempuan sering dapat cap lemah dan tidak bisa apa-apa. Nah, berikut curahan hati anak perempuan Indonesia tepat di Hari Anak Perempuan Sedunia yang jatuh setiap 11 Oktober ini.
Baca Juga
1. Dicap lemahÂ
Advertisement
Aprila Nahak alias Astin seorang remaja 16 tahun asal Nusa Tenggara Timur mengatakan, anak perempuan kerap dianggap sosok yang lemah oleh orang-orang di sekitarnya.
"Anak perempuan dan perempuan itu sering dianggap lemah, enggak bisa apa-apa. Sementara anak cowok dianggap lebih tinggi. Padahal kan enggak begitu," kata Astin yang merupakan peserta Sehari Jadi Menteri di Jakarta pada Rabu (11/10/2017).
Saksikan juga video menarik berikut:
Anak perempuan harus rajin
2. Perempuan itu harus rajin
Siti Alawiya terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di keluarga. Dibandingkan saudara laki-laki, Siti dituntut harus lebih rajin.
"Karena aku anak perempuan sendiri, sering disampaikan 'Kamu kan anak perempuan, harus lebih rajin. Nanti kalau kamu tidak rajin, suami yang bakal meminang kamu bagaimana'," tutur gadis 15 tahun ini.
Sebagai anak perempuan, Siti pun tak boleh mengangkat berat. Misalnya dia tidak boleh mengangkat batu besar saat menggiling jagung bersama keluarganya di Lembata, NTT.
"Aku enggak suka dilarang, aku juga bisa angkat, tapi enggak boleh," tuturnya.
Satu lagi hal yang hanya terjadi pada anak perempuan bukan anak laki-laki yakni berdandan. Walau menyukai aktivitas berdandan, terkadang Siti juga heran kenapa bisa butuh waktu lama untuk berdandan.
3. Ribet
Kurnia Alberthus, gadis 16 tahun yang akrab disapa Cici ini bangga menjadi perempuan. Dia melihat perempuan sosok yang tangguh. Di sekitarnya ada banyak contoh seorang perempuan tetap bisa bekerja sekaligus mengurus rumah tangga.
Namun, ada beberapa hal yang menurutnya hanya terjadi pada perempuan. Dibandingkan anak laki-laki, perempuan itu lebih ribet. Misalnya saat menstruasi mesti bolak-balik ganti pembalut.
Soal buang air kecil, anak laki-laki cenderung praktis. Jika tidak ada kamar mandi, pipis bisa dilakukan di sembarang tempat.
"Mereka kencing di hutan saja bisa, kalau anak perempuan tidak bisa sebebas itu," tuturnya.
Walau ada hal-hal menyusahkan, ketiga remaja ini bangga menjadi anak perempuan. Stigma maupun tuntutan sosial tersebut tak akan menghalangi mencapai masa depan yang lebih cerah.
Advertisement