Penggunaan Morfin di Dunia Medis Indonesia Rendah

Ketika obat antinyeri biasa tak mempan pada pasien kanker, dokter bisa meningkatkan kualitas hidup pasien dengan pemberian morfin.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 14 Okt 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2017, 17:00 WIB
Morfin. Foto: theepochtimes
Morfin. Foto: theepochtimes

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis anak yang mendalami penyakit kanker, Edi Setiawan Tehuteru, sering melihat pasiennya kesakitan sampai teriak-teriak. Obat antinyeri pun tak mempan digunakan. Beruntung, undang-undang memperbolehkan dokter menggunakan morfin sebagai pereda nyeri.

Walau penggunaan morfin diperbolehkan undang-undang --tentunya dengan ketentuan yang ketat-- Edi melihat belum banyak penggunaan morfin dalam mengatasi nyeri.

"Penggunaan morfin untuk medis di negara kita amat rendah. Bila negara-negara lain sudah meningkat, kita, jika dilihat dari secara statistik batang, amat sedikit," paparnya usai acara dari Rachel House di Cilandak Town Square, Jumat (13/10/2017).

Menurut Edi, ada beberapa faktor penggunaan morfin masih rendah. Pertama, pemahaman dokter yang masih kurang.

"Mungkin dokter kurang memahami undang-undang tentang penggunaan morfin dengan baik. Lalu, ada juga peraturan di sebuah propinsi yang boleh menggunakan morfin hanya dokter anestesi, padahal semua dokter bisa," tuturnya.

Kedua, pasien atau keluarga pasien tidak membolehkan. "Ada beberapa keluarga pasien yang menolak anaknya diberi morfin karena takut bertentangan dengan agama," kata Edi.

Edi sendiri setahun lalu sudah pernah bertemu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menerangkan kegunaan morfin di dunia medis. Kini, MUI masih melakukan penyelidikan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan morfin selain tumbuhan. 

 

Saksikan juga video menarik berikut:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya